Maret 2012

ikadikobar.blogspot.com- Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda: “Selalu wasiatkan kebaikan kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari jalinan tulang rusuk ialah tulang rusuk bagian atas. Jika kalian paksa diri untuk meluruskannya, ia akan patah. Tetapi jika kalian mendiamkannya, ia akan tetap bengkok. Karena itu, wasiatkanlah kebaikan kepada para wanita.” (HR. Al-Bukhari)


Wanita adalah sebuah maha karya Allah. Dibalik kelembutannya ada kekuatan yang dapat menggerakkan sebuah laju peradaban. Islam dengan segala kemuliaannya telah berhasil meletakkan dengan ideal posisi kaum wanita dalam gempita kehidupan. Dan fakta sejarah pun mengungkapnya dengan elok, bahwa di setiap keberhasilan orang-orang besar selalu ada wanita-wanita kuat di belakangnya. Tapi, tidak semua wanita berkenan menempati posisi-posisi itu. Dengan hadirnya racun-racun demokrasi, omong kosong HAM atau bualan feminisme, wanita telah kehilangan karakter-karakter dasar kemanusiaannya. Fungsi-fungsi wanita telah terdistorsi dari letak fitrahnya.
Namun, di tengah kerusakan pemahaman yang semakin kuat, ada sebagian wanita yang tetap menjunjung tinggi martabat mereka. Memelihara nilai-nilai kefitrahan mereka sebagai seorang hamba. Pengorbanan dan perjuangan telah menjadikan para wanita-wanita ini bak bidadari-bidadari surga yang Allah segerakan kehadirannya. Inilah wanita-wanita yang membuat resah para bidadari-bidadari Surga karena kemuliaannya. Menerbitkan cemburu di ufuk hati para bidadari Surga.

1.   Ibu: Oase Cinta Yang Takkan Kering
“Makan malamlah bersama Ibumu hingga ia senang.
 Hal itu lebih aku senangi daripada haji sunnah yang kamu kerjakan.”
(Al-Hasan bin Amr Rahimahullahu)

Hijrah bukan semata keputusan ideologis-teologis, lebih jauh hijrah adalah sebuah keputusan psikologis, terlebih dalam konteks di saat kita dalam posisi seorang anak. Dan hal inilah yang dirasakan oleh seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu seorang lelaki mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku berjanji setia kepadamu wahai Rasulullah untuk berhijrah. Tetapi aku meninggalkan orang tuaku dalam keadaan terus menangis.” Ucap lelaki itu. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Pulanglah kepada keduanya. Buatlah keduanya tertawa, sebagaimana kau telah membuatnya menangis.” (HR. Muslim)

Ibu, adalah representasi bidadari surga yang paling terang. Hatinya adalah oase cinta kehidupan yang menyejukkan, airnya bening dan tak pernah menemui kekeringan. Kasih sayang dan pelukannya adalah hembus angin kedamaian. Jasa-jasanya takkan pernah dapat terbilang, sekalipun dengan formula-formula canggih matematika atau fisika modern.
Imam Bukhari dalam Shahih Al Adabul Mufrad No.9 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa suatu hari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma melihat seorang menggendong Ibunya untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja sang Ibu menginginkan. Kemudian orang tersebut bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku?”, “Belum, setetes pun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.

Pada kisah lain yang diceritakan Abul Faraj Rahimahullahu. Sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Umar lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai ibu yang sudah tua renta. Dia tidak menunaikan keperluannya kecuali punggungku yang menjadi tanggungannya. Apakah aku sudah membuatnya ridha dan bisa berpaling darinya? Apakah aku sudah menunaikan kewajiban kepadanya?” Umar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab, “Belum”. “Bukankah aku telah membawanya dengan punggungku dan aku merelakan hal itu untuknya.” tukas lelaki itu. “Tapi, dia telah melakukannya dan dia berharap agar engkau hidup dan tetap berada di pangkuannya. Sebaliknya, engkau melakukannya dan berharap untuk segera berpisah dengannya,” tegas Umar Radhiyallahu ‘Anhu, sehingga membuat orang itu tak lagi sanggup mengeluarkan kata-kata.

Sebesar apapun pengorbanan yang kita berikan pada Ibu, se-zarah pun tak akan dapat menggantikan pengorbanan yang diberikan ibu kepada kita. Dengan memahami bahwa bakti dan pengorbanan kita tak akan pernah bisa membalas kebaikan ibu, semoga bisa menyadarkan kita untuk selalu memahami dan menyelami keinginannya.
Di dunia ini, tak akan pernah kita temukan cinta kasih seindah cinta kasih seorang Ibu. Tentang hal ini dengan apik Imam Adz Dzahabi rahimahullahu menguraikan, “Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan yang serasa sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya. Dia telah menyusuimu dengan air susunya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu. Dia bersihkan kotoranmu dengan tangan kanannya, dia utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikanmu semua kebaikan, dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan kesedihan yang panjang. Dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu, dan seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka ia akan meminta supaya kamu hidup dengan suara yang paling keras. Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlaq yang tidak baik. Dia selalu mendoakanmu agar mendapat petunjuk, baik di dalam sunyi maupun ditempat terbuka. Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau puas dalam keadaan ia haus. Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat. Begitu berat rasanya bagimu memeliharanya, padahal itu urusan yang mudah…”
Ibu, benar-benar bidadari Surga yang Allah turunkan dengan segera. Maka, sampaikanlah kepadanya betapa kita mencintainya, dan berterima kasihlah atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya kepada kita. Semoga Allah mengampuni dosanya, memberkahi usianya, dan mengumpulkan kita kembali dalam surgaNya.

Ibu, Poros Awal Peradaban
“Karir terbaik seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga” (Mario Teguh)
Anak yang unggul hanya akan lahir dari ibu yang unggul. Maka, sudah semestinya tidak layak lagi ada pandangan bahwa menjadi Ibu rumah tangga adalah sebuah tindakan pengekangan bagi para wanita untuk mengembangkan potensi-potensinya. Adalah para penganut feminisme, menggugat secara serampangan pembagian wilayah tanggung jawab antara kaum pria dan wanita. Para feminis beranggapan wilayah kerja wanita yang lebih cenderung pada ranah private adalah bentuk ketidakadilan terhadap kaum wanita. Lebih jauh mereka beranggapan melalui keikutsertaan wanita pada ranah publik dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas kaum wanita. Benarkah demikian?
Saya selalu ingat apa yang dikatakan ibu saya, “Perempuan bagiannya di rumah, sedang laki-laki di luar rumah.” Sepintas terdengar sangat diskriminatif. Tapi, makin lama saya makin paham bahwa inilah yang dimaksud Job Descpription. Layaknya sebuah organisasi, keluarga pun mutlak memiliki job description. Dan hal yang harus kita pahami adalah tidak ada yang menjamin seorang yang memiliki wilayah kerja di sektor publik akan memiliki kemuliaan dan kualitas lebih baik dari seorang ibu yang memiliki wilayah tanggungjawab pada sektor privat. Karena semua kemuliaan mutlak hanya akan dipetik dari ketaqwaan dan ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga kita dapat renungkan apa yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. An-Nisaa’ ayat 32, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Ibu, sebagai seorang ‘manajer’ rumah tangga adalah sebuah entitas terpenting dalam konteks pembentukan sebuah generasi. Tanpa seorang ibu yang berkualitas takkan lahir para manusia-manusia berkualitas. Ibulah, madrasah peradaban yang paling awal. Dari para ibulah cetak biru sebuah poros peradaban ditentukan. Kesungguhan para ibu men-tarbiyah keturunannya adalah langkah nyata rekonsiliasi sebuah bangsa. Dan kerja-kerja macam ini, bahkan para bidadari surga pun belum tentu mampu melakukannya. Dengan kesungguhan inilah, bahkan para bidadari pun akan mencemburuinya.

2.   Wanita Shalihah: Pesona Di atas Pesona
Ia mutiara terindah dunia
Bunga terharum sepanjang masa
Ada cahaya di wajahnya, Betapa indah pesonanya
Bidadari bermata jeli pun cemburu padanya
Kelak, ia menjadi bidadari surga, Terindah dari yang ada
(Hanan)

Ya, bidadari surga yang Allah segerakan berikutnya adalah wanita shalihah. Konteks tulisan ini sama sekali bukan tentang fisik. Kita hanya akan membahas hal-hal substansial yang bernama kesalehan. Untuk itu, cukuplah dialog penuh ‘ibrah antara Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang didokumentasikan oleh Imam Ath-Thabrani sebagai pecut penyemangat, pengobar ruh kesalehan.
Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata, “Wahai Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jelaskanlah kepadaku firman Subhanahu wa Ta’ala tentang bidadari-bidadari yang bermata jelita.” (QS. Ad-Dukhan: 54) Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau seperti sayap burung nasar.”
Aku berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, “Laksana mutiara yang tersimpan baik.” (Al-Waqi’ah: 23) Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, “Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.” (Ar-Rahman: 70) Beliau menjawab, “Akhlaqnya baik dan wajahnya cantik jelita.”
Aku berkata lagi, “Jelaskan kepadaku firman Allah, “Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik.” (Ash-Shaffat: 49) Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, Penuh cinta lagi sebaya umurnya” (Al-Waqi’ah: 37) Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli” Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Aku bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?” Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.”

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga? Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaqnya paling bagus, lalu dia berkata, “Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaqnya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya”. Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”
Keshalihan dan akhlaq baiklah sumber kemuliaan, semoga kita dapat meraihnya. Amiin.


oleh : Nur Pamudji, Direktur Utama PT. PLN
  

Ikadikobar.blogspot.com - Saya terhenyak dan sedih setiap kali mendengar ada kolega yang masuk ruang ICU gara-gara serangan jantung, stroke atau penyakit gawat lainnya. Mungkin mereka akan pulih sepulang dari rumah sakit, tapi kondisi kesehatannya tentu tidak lagi sama dengan kondisi sebelum sakit. Peluang bagi manajemen untuk menugasi yang lebih menantang jadi semakin kecil, kalau tidak malah lenyap sama sekali. Sebab itu saya sering menyisipkan pesan untuk menjaga kebugaran tubuh di setiap kesempatan berbicara di depan khalayak PLN.

Anda tidak perlu pergi ke dokter untuk tahu apakah tubuh anda bugar atau tidak. Detak jantung per menit pada kondisi istirahat adalah indikator kebugaran yang akurat. Detak jantung manusia dewasa pada kondisi istirahat berkisar antara 60 detak per menit (dpm) sampai 90 dpm. Anda belum pernah mengukur detak jantung per menit? Jangan khawatir, Anda tidak sendirian, sebagian besar pembaca Note ini juga belum pernah melakukannya. Cara praktis mengukur detak jantung adalah dengan cara menempelkan jari pada pergelangan tangan bagian dalam atau bagian leher di belakang telinga, ukurlah selama 10 detik, lalu kalikan dengan 6, Anda akan mendapatkan angka detak per menit. Makin dekat ke 60, makin bugar, makin dekat ke angka 90, makin tidak bugar. Nah, kalau Anda belum tahu berapa detak jantung kondisi istirahat Anda, sekarang lah saat yang tepat untuk melakukannya, karena saat ini adalah kondisi istirahat. Pegang nadi Anda, dan perhatikan jam di layar komputer. Berapa?
Selain detak dalam kondisi istirahat, ada pula detak dalam kondisi berolahraga, yaitu kisaran 70% sampai 90% dari apa yang disebut detak maksimum. Sedangkan detak maksimum dihitung dengan rumus yaitu (220 – umur). Jadi kalau umur Anda 50, maka detak maksimum adalah 220-50 = 170 dpm. Maka pada saat olahraga, detak jantung anda harus berada di kisaran 70%x170=125 sampai 90%x170=150 (saya bulatkan), dan harus dipertahankan terus berada di kisaran itu selama paling sedikit 45 menit, agar olahraga yang kita lakukan bermanfaat pada tubuh.

Olahraga aerobik seperti jalan, jalan cepat, jogging, berenang, bersepeda, pencak silat, taichi, chi kung, senam pernafasan, dan yang sejenis, yang dilakukan secara terukur dan teratur dalam jangka panjang akan menurunkan dpm kondisi istirahat. Terukur artinya pada setiap latihan, detak jantung kita berada di kisaran detak kondisi olahraga selama paling sedikit 45 menit. Teratur artinya takarannya cukup yaitu lima kali seminggu pada hari-hari yang kita pilih, serta dilakukan secara terus menerus dalam jangka panjang, mulai hari ini sampai kelak kita berpulang ke rahmatullah. Kalau Anda rajin main tenis atau bulutangkis seminggu sekali, jangan dulu merasa sudah bugar sebelum pernah mengukur detak jantung per menit. Memang olahraga permainan seperti voli, boling, dan sejenisnya baik untuk pergaulan sosial dan pertemanan, tapi seringkali tidak cukup untuk menjaga kebugaran, masih perlu ditambah dengan olahraga aerobik.

Saya mulai mengukur detak jantung sekitar 5 tahun lalu, saat mulai berolahraga aerobik secara terukur dan teratur. Waktu itu, pada kondisi istirahat, detak jantung sekitar 75an. Dengan berjalannya waktu, detak istirahat semakin hari semakin berkurang, saat ini detak per menit sudah mencapai 58, artinya bugar. Salah satu kenikmatan punya tubuh bugar adalah tidak pernah kena penyakit batuk, pilek dan kepala pusing (migren). Jadi kalau Anda sering batuk, pilek dan kepala pusing, ukurlah detak jantung kondisi istirahat Anda, saya tebak, angkanya antara 75 sampai 80an dpm.

Kalau Anda mau keluar modal sedikit, ada alat ukur detak jantung dan tekanan darah elektronik yang harganya 500-an ribu rupiah. Memang alat ini tidak seakurat alat ukur tekanan darah pakai air raksa milik dokter, tapi lumayanlah. Dengan memasang alat ini pada pergelangan tangan, saya baru tahu bahwa tekanan darah sistole dan diastole turun pada saat detak jantung kita berada di kondisi olahraga. Ketika detak mencapai 150 dpm, sistole/diastole turun dari kondisi normal 120/80 menjadi 70/40. Ada pula alat ukur detak yang pakai kabel dengan sensor dipasang di dada, cocok untuk pesepeda, bisa mengukur detak sambil terus nggowes.

Kalau Anda ingin memulai berolahraga secara terukur dan teratur, saran saya, jangan melakukannya sendirian. Bergabunglah ke klub atau buatlah klub. Empat bulan pertama biasanya membosankan. Adanya teman dalam klub akan saling mengingatkan untuk terus berolahraga. Ketika tubuh mulai terasa semakin bugar, biasanya Anda akan ketagihan untuk terus berolahraga. Selain itu, usahakan ada instruktur, karena instruktur akan mengatur waktu olahraga kita dan memaksa Anda untuk berolahraga dengan cara yang benar dan terukur. Kadang sesama teman di dalam klub membuat kita tidak berolahraga, malah ngobrol ngalor-ngidul, nah, tugas instruktur untuk menegur. Instruktur juga akan mengukur beberapa indikator kesehatan fisik Anda, lewat test lari 1 mil (1,69 km), push up, dan uji kelenturan tubuh. Lima tahun lalu, saya ngos-ngosan kalau lari. Saat ini, catatan waktu terbaik lari 1 mil saya adalah 7 menit 36 detik, masuk kategori excellent untuk seumur saya. Sedangkan push up dan kelenturan tubuh cuma kategori normal, well, at least not bad lah.

Olahraga teratur akan membuat darah kita mengandung banyak hormon endorphin, yaitu zat seperti morphin yang diproduksi oleh tubuh kita saat berolahraga, yang membuat diri kita menjadi senantiasa ceria. Benarlah apa kata pepatah latin yang sejak kecil kita kenal, men sana in corpore sano, pikiran yang sehat ada di tubuh yang bugar. Jadi selain tubuh jadi sehat, olahraga teratur juga bikin pikiran jadi cerah, selalu positif thinking, selalu bersemangat dalam bekerja. Kolega akan menilai kita sebagai kawan yang koperatif, yang enak diajak bekerja sama. Kalau Anda melihat ada kolega yang sering murung, sering berkeluh kesah, senantiasa negatif thinking, gampang marah, tidak bersemangat dalam bekerja, coba ukurlah berapa detak jantungnya per menit. Bisa dipastikan bahwa corpore-nya nggak sano.

Setelah membaca Note ini, janganlah anda menuntut agar BKK setempat membiayai klub olahraga aerobik, misalnya pencak silat Merpati Putih, agar karyawan bisa berlatih dengan gratis, dan kalau klub itu tak kunjung terbentuk, jadi alasan untuk tak kunjung memulai berolahraga aerobik secara teratur dan terukur. Klub olahraga yang dibiayai kantor umurnya tidak akan lama, sebulan sampai dua bulan pertama akan ramai, mulai bulan ketiga persertanya semakin susut, dan akhirnya bubar. Lebih baik bergabung dengan klub di luar kantor. Anda membayar iuran, dan iuran itu akan jadi salah satu faktor pemaksa untuk terus datang ke klub. Sekalian itu juga untuk memperluas pergaulan; masak bergaul hanya dengan teman sekantor.

Syarat bagi karyawan PLN selain jujur, cakap dan bersemangat, kini bertambah satu: bugar.*


*http://www.pln.co.id/



Oleh: Farid Triawan
Kirim Print
ikadikobar.blogspot.com - Alasan setiap manusia menuntut ilmu setinggi-tingginya baik dengan pendidikan formal di sekolah atau pelatihan-pelatihan, bekerja siang dan malam membanting tulang tanpa kenal lelah, mulai dari Pak Petani di sawah dan ladang sampai ke Pak Presiden di istana megah nan menjulang, adalah karena satu dorongan yaitu demi meraih kebahagiaan. Namun, mengapa kebahagiaan itu tak jua kunjung didapat? Mengapa hidup ini tetap saja terasa ruwet, sumpek, tidak bahagia walau kekayaan sudah ditangan, jabatan tinggi sudah berhasil diraih, bahkan popularitas sudah pula diperoleh.
Tulisan ini saya peruntukkan bagi mereka, para pencari kebahagiaan, tak terkecuali diri saya sendiri, agar dapat kembali mengingat apa hakikat sebenarnya dari usaha mencari kebahagiaan ini
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata kebahagiaan adalah kesenangan dan ketentraman hidup yang bersifat lahir dan batin. Demi meraih kebahagiaan ini, manusia rela melakukan apa saja walau sampai harus melukai dirinya sendiri. Permasalahannya, kadang kita keliru dalam memahami konsep kebahagiaan yang akibatnya membuat kita keliru pula dalam cara mewujudkannya. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa kebahagiaan itu bersumber dari tiga hal yaitu; kekayaan, popularitas, dan kekuasaan.
Sebut saja seorang ayah yang sedang menasehati anaknya untuk rajin belajar di sekolah. Sudah tidak asing lagi rasanya ditelinga kita bahwa sang Ayah akan berkata,
“rajin-rajin lah belajar di sekolah ya nak, agar kamu jadi orang pinter, kalo kamu pinter kamu bisa bekerja di tempat yang bagus, jadi kamu bisa punya uang yang banyak, bisa punya rumah yang bagus, bisa hidup layak dihargai dan dikenal masyarakat, dan tentu suatu saat bisa juga membantu orang-orang yang lemah”.
Sekilas, memang tidak ada yang salah pada kalimat sang ayah, bahkan mungkin terdengar mulia, karena sang ayah mendidik si anak agar menjadi orang yang dermawan. Namun, apakah kalau tidak bisa jadi orang kaya, lantas semua kebahagiaan itu akan sirna? Lalu bagaimana dengan nasib orang yang terlahir dengan kondisi tidak sempurna, seperti cacat tidak memiliki kaki atau tangan, sehingga tidak mampu melakukan apa-apa selain meminta pertolongan; atau bagaimana dengan nasib orang yang lahir dari keluarga miskin seperti dibelahan dunia Afrika sana? Jangankan memikirkan pendidikan, memikirkan masalah makanan untuk esok hari saja amatlah sulit. Apakah kebahagiaan hanya untuk mereka yang kebetulan bernasib baik lahir dengan kondisi sehat dan serba lengkap? Atau kebahagiaan hanya milik mereka yang sukses mendapatkan harta berlimpah, terkenal, dan punya jabatan penting? Dimanakah letak keadilan Tuhan?
Kesalahan dalam memahami konsep kebahagiaan dapat berakibat sangat fatal. Contohnya, fenomena yang terjadi di Jepang. Jepang dikenal dengan negara super power dalam hal kekuatan ekonomi, teknologi, maupun karakter manusianya yang sangat santun, taat aturan, pekerja keras, jujur, dan juga sangat ramah. Namun disisi lain, Jepang juga sangat terkenal sebagai negara yang sangat tinggi angka bunuh dirinya. Pihak kepolisian Jepang mencatat kasus bunuh diri di Jepang mencapai sekitar 33 ribu orang pada tahun 2009 atau sekitar 100 orang setiap harinya. Bayangkan! ada 100 orang setiap hari bunuh diri di Jepang. Celakanya, fenomena bunuh diri ini berada pada urutan tertinggi dari penyebab kematian di Jepang untuk orang yang berumur antara 20-39 tahun, yaitu umur produktif dalam bekerja.
Lembaga-lembaga penelitian masyarakat mengungkapkan bahwa penyebab utama dari tingginya angka bunuh diri ini adalah karena depresi mental akibat tekanan ekonomi dan sosial. Sungguh paradoks rasanya mengingat Jepang sebuah negara yang kaya, dengan penduduknya yang rata-rata berpendidikan tinggi, fasilitas pemenuh kebutuhan dan kesehatan tersedia dengan lengkap, namun tetap saja masyarakatnya tidak juga dapat memperoleh kebahagiaan; sehingga memilih mati bunuh diri karena putus asa menjalani pahitnya kehidupan.

Dalam upaya meraih kebahagiaan, sering kali kita keliru dalam membedakan mana kesenangan dan mana kebahagiaan. Hal ini mengakibatkan kita terjebak pada kesenangan yang tidak membawa pada kebahagiaan. Untuk itu kita harus dapat membedakan dengan baik antara kesenangan dan kebahagiaan.
Menurut ilmu kedokteran, kesenangan adalah aktifitas yang dapat diamati secara fisik pada otak manusia yang terjadi akibat dirangsangnya saraf “pusat kesenangan” atau “pleasure center”. Saraf yang dirangsang ini akan menghasilkan mekanisme hormonal, yaitu keluarnya suatu zat kimia dari neuron di otak yang mengakibatkan timbulnya rasa enak, senang, dan nikmat. Jadi, untuk memperoleh rasa senang, mudah saja caranya, yaitu dengan merangsang saraf pusat kesenangan ini, misalnya dengan obat-obatan tanpa perlu bekerja atau bersusah payah. Sayangnya hal ini tidak dapat bertahan lama. Sementara kebahagiaan adalah keadaan yang berlangsung lama, tidak sementara, yang berhubungan dengan penilaian pada kehidupan secara keseluruhan. Kegagalan dalam membedakan makna kesenangan dan kebahagiaan membuat kita sering kali terfokus pada pemenuhan kesenangan, bukan kebahagiaan itu sendiri.
Tidak semua kesenangan membawa kebahagiaan. Sudah sering kita temukan fakta-fakta bahwa orang-orang yang secara umum dianggap bahagia, malah tidak merasa bahagia. Contohnya artis-artis terkenal yang malah stres karena tidak memiliki kehidupan pribadi yang normal akibat ketenarannya sendiri, seorang politikus yang malah menjadi sakit jiwa karena bangkrut akibat kalah kampanye, atau seorang konglomerat kaya raya yang merasa depresi tidak bahagia karena keluarganya berantakan kurang perhatian dan kasih sayang. Lebih parahnya lagi, pemenuhan kesenangan untuk mencapai kebahagiaan ini justru yang alih-alih menjadi salah satu penyebab utama rusaknya moral masyarakat, sehingga terjadi masalah kecanduan obat-obat terlarang, miras, penyakit sex karena gaya hidup bebas, pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, dan tindakan kriminal lain yang dilakukan demi mendapatkan kebahagiaan, padahal yang diperoleh hanya kesenangan sementara.
Allah SWT berfirman pada Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 124;
“dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (Q.S.Thaahaa (20) : 124)
Rekan-rekan pencari kebahagiaan, pada surat Thaahaa diatas sebenarnya Sang Pencipta telah dengan jelas memberikan jawaban atas sumber dari semua permasalahan kebahagiaan. Allah SWT mengungkapkan rahasia penting bahwa pengabaian kita terhadap aturan-aturan dan peringatan-Nya akan mengakibatkan setidaknya dua bencana besar.
Yang pertama adalah kehidupan dunia yang sempit. Hidup dirundung banyak masalah, silih berganti dari satu masalah ke masalah yang lain. Hidup terasa sumpek, stres, ruwet, dan tidak kunjung bahagia padahal harta dan kekayaan sudah ditangan, jabatan penting sudah berhasil diraih, bahkan popularitas sudah pula diperoleh.
Yang Kedua adalah yang paling parah, yaitu sudah lah tidak mendapatkan kebahagiaan di dunia, di akhirat pun sudah pasti akan mendapat siksa. Kita akan dikumpulkan dan diazab serta dibuat buta diakhirat nanti. Naudzubillah min dzalik.
Lalu apa yang harus kita lakukan agar dapat memperoleh kebahagian hidup? Pada ayat yang lain Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S.An-Nahl (16) : 97).
Sudah sangat tegas penjelasan Allah SWT pada surat An-Nahl ayat 97 ini bahwa satu-satunya cara memperoleh kebahagiaan atau kehidupan yang baik itu adalah dengan mengerjakan amal-amal sholeh; yaitu taat pada seluruh aturan-Nya dan menjalankan segala perintah serta larangan-Nya.
Inilah konsep kebahagiaan yang hakiki; yaitu tujuan hidup kita di dunia ini, baik itu dalam belajar, bekerja, ataupun berusaha, hanya satu saja “mendapatkan ridho Allah SWT”.
Kekayaan, popularitas dan kekuasaan tidak lagi menjadi tujuan utama; sehingga terlepas apakah sebuah usaha kita berhasil atau gagal, kita akan tetap merasa bahagia karena tujuan utama kita dalam berusaha adalah mendapatkan ridho Allah SWT, bukan kekayaan, popularitas, ataupun jabatan semata.
Seberat apapun cobaan, kesulitan, dan penderitaan yang dirasakan, akan dapat dilalui dengan ikhlas, mudah, dan hati lapang; karena kita yakin Allah SWT akan membalas semua usaha itu dengan ganjaran pahala yang berlipat ganda. Ini lah yang dimaksud dengan kehidupan yang baik pada surat An-Nahl (16) : 97 diatas, yaitu tercapainya kebahagiaan hakiki. Hidup jadi terasa ringan, mudah, simple, penuh makna, tidak sia-sia, dan tanpa beban, karena kunci kebahagiaan adalah bukan pada hasil tetapi pada cara mewujudkannya. Hati akan senantiasa ikhlas menerima apapun ketentuan Tuhan, karena yakin bahwa itu lah hasil terbaik yang diberikan Sang Maha Pengasih dan Penyayang.
Dengan konsep kebahagiaan hakiki ini, masalah ketidakadilan Tuhan yang saya kemukakan diawal tulisan ini dapat dengan mudah dipecahkan. Walaupun seorang manusia dilahirkan dengan kondisi cacat dan dari keluarga miskin sekalipun, atau semua usaha yang dilakukan berujung pada kegagalan dan penderitaan sekalipun, semua itu tidak akan membuatnya tidak bahagia dan putus asa apalagi sampai bunuh diri. Karena, sekali lagi, kebahagiaan hakiki diperoleh ketika ia berhasil mendapatkan ganjaran pahala atas apa yang diusahakannya; yaitu usaha yang dilakukan dengan dasar aturan-aturan yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai tambahan, dengan dilengkapi pemahaman yang baik dalam membedakan kesenangan dan kebahagiaan, kita jadi lebih pandai memilih kesenangan apa yang boleh dan baik untuk kita, sehingga pada akhirnya benar-benar tercapai kebahagiaan yang hakiki.
Akhirnya, agar kita selalu menjadi orang yang sukses, beruntung, bahagia, dan selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT, izinkan saya menutup tulisan ini dengan mensitir Surat Al-Baqarah (1) ayat 2-5 yang artinya; “Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (yaitu) Mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka, dan Mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan Mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Karena itu, jadilah orang yang bertakwa jika ingin bahagia!
*Farid Triawan adalah mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh program Doktor di Tokyo Institute of Technology, Jepang. Email: (farid.triawan@gmail.com)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/



"Takutlah kalian kepada Allah!, Siapa Allah? kenapa kita harus yakin adanya Allah? Apa buktinya Allah ada dan Esa?" kata K.H. Mudatsir di awal tausiyahnya. Lalu beliau menjelaskan bahwa kita harus takut kepada Allah, karena Allah itu ADA, Dialah yang menciptakan dan menghidupkan kita. Dan kita harus yakin akan keberadaan Allah sampai hari akhir dan akhir nyawa kita. Karena diri kita, dan alam semesta ini adalah bukti nyata bahwa Allah itu ada dan esa.Dan Mustahil alam ini bisa wujud, teratur dan berjalan dengan sistemnya yang sempurna kalau Allah itu lebih dari satu. Kita dilahirkan dari pernikahan kedua orang tua kita, dan orang tua kita dari kakek nenek kita yang pada awalnya bersal dari manusia yang satu yaitu Nabi Adam as. dan Nabi Adam itu diciptakan oleh Allah tanpa adanya Bapak dan Ibu. Dan Allah Maha Kuasa menciptakan manusia tanpa bapak seperti Nabi Isa as. bahkan tanpa Bapak Ibu seperti Nabi Adam as.



by Admin 1 



Ikadikobar.blogspot.com - Pangkalan Bun. Majelis Dhuha merupakan wasilah untuk memperkuat silaturahim antara para asatidz, ulama, dai, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan ummat islam dalam memuwujudkan ummat islam yang kokoh dalam nuansa sakinah.

Pada Hari Minggu 4 Maret 2012 pukul 09.00 WIB bertempat di Masjid Besar Sirajul Muhtadin, Pengurus Daerah Ikatan Da'i Indonesia Kab. Kobar bekerja sama dengan takmir Masjid Besar Sirajul Muhtadin melakukan Majelis Dhuha. Majelis Dhuha di pagi itu dirasakan begitu sejuk bagi setiap peserta Majelis, dimana majelis Dhuha edisi perdana ini diawali dengan Sholawat Nabi yang dibawakan oleh anggota Majelis Silaturahim.

Majelis Dhuha di Masjid Besar Sirajul Muhtadin menurut Ketua Ikadi Kobar, Harun Nur Rofiq, SE adalah Majelis Dhuha edisi perdana yang diharapkan bisa dijadikan wasilah untuk bersilaturahim, menuntut ilmu, menapaki sejarah Rosulullah Saw agar bisa kita meneladani beliau. Majelis Dhuha di pagi itu dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama seperti Ketua MUI Kobar, anggota majelis taklim, tokoh pemuda, serta pimpinan daerah seperti Camat Arut Selatan.

Majelis Dhuha begitu hikmat dihadiri dan diikuti oleh para hadirin, dimana penyaji pada majelis Dhuha itu adalah Habib Abdurrahman Bin Abu Bakar Al Qodri, dari Kumai. Dalam tausiyahnya, habib menekankan amat sangat pentingnya menjaga persatuan, kebersamaan diantara ummat islam.

Majelis Dhuha diakhiri dengan doa yang dibawakan oleh Ketua MUI Kab. Kobar, Bapak Chabib, S.Ag dan ditutup dengan Sholawat tepat pukul 11.00

Video

[Yours_Label_Name][video]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.