Juni 2012


 Kistyarini | Kamis, 28 Juni 2012 | 08:08 WIB 



KOMPAS.com - Presiden Mesir terpilih Muhammad Mursi, seorang akademisi dan hidup sehari-hari secara sederhana, kini mengalami kerepotan. Ia harus mengubah cara hidupnya lantaran tuntutan protokol kepresidenan, terutama menyangkut keamanannya.

Mursi tinggal di rumah kontrakan di distrik Tajamu’ al Khamis, Kairo baru. Mursi dan keluarganya hanya memiliki rumah di Zagazig, 100 kilometer arah timur Kairo. Mereka terpaksa mengontrak rumah di Kairo setelah Mursi menjadi ketua Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sayap politik Ikhwanul Muslimin, April tahun lalu.

Mursi dan keluarganya yang memiliki dasar agama sangat kuat dan amat disiplin dalam beribadah bersikeras selalu shalat di masjid meskipun telah menjadi presiden.

Mursi terkejut setiap akan shalat subuh di masjid dekat rumahnya, melihat pengamanan sangat ketat dari pasukan pengawal presiden. Jalan-jalan di sekitar rumahnya diawasi petugas yang siaga. Bahkan, jalan-jalan sekitar rumah Mursi ditutup ketika presiden terpilih itu lewat. Mursi pun mengeluhkan sistem pengamanan yang sangat ketat itu.

Sumber pasukan pengawal presiden (paswalpres) mengungkapkan, Mursi meminta sistem pengamanannya diperlonggar dan konvoi kendaraan yang mengiringi saat bepergian dikurangi supaya tidak mengganggu lalu lintas.

Kendaraan yang mengiringi presiden ini terdiri dari 10 mobil pengawal, sebuah ambulans, serta beberapa sepeda motor polisi. Namun, pihak pengawal mengatakan sistem pengamanan seperti itu sudah standar terhadap seorang presiden.

Pihak paswalpres telah meminta secara resmi agar Mursi pindah dari rumah kontrakannya sekarang yang agak jauh dari kantor presiden di Istana Al Ittihadiyah, ke Istana Al Salam yang berdampingan. Namun, Mursi masih menolak pindah.

Menurut harian Misri al Youm, paswalpres mencari jalan tengah dengan mengusulkan agar Mursi menjalankan shalat di masjid yang lebih dekat dengan rumahnya, atau masjid dekat istana Al Ittihadiyah jika nanti pindah ke istana Al Salam.

Ketika mengunjungi kantor kepresidenan, Senin dan Selasa lalu, Mursi selalu menjadi imam dalam shalat bersama para pegawai istana.

Mursi diberitakan mendadak marah ketika melihat anggota paswalpres berdiri di bawah terik matahari. Setelah bertanya kepada komandan pengawal, Mursi meminta anggota pengawal yang berdiri di bawah terik matahari segera bubar dan mencari tempat teduh.

Menurut harian al Ahram, secara protokol, presiden tidak harus tinggal di istana, tetapi bisa tinggal di vila atau rumah sewaan. Istri presiden juga tidak harus mendampingi presiden dalam acara resmi dan tidak perlu menemani bila presiden bepergian ke luar negeri.

Paswalpres kini juga direpotkan oleh istri Mursi, Sayyidah Nagla Mahmud, yang belum mau pindah dari Zagazig ke kota Kairo karena harus menunggui putra bungsunya, Abdullah, menyelesaikan ujian akhir sekolah menengah. Paswalpres pun menempatkan 10 petugas dan tiga kendaraan untuk mengamankan rumah Mursi di Zagazig, tak jauh dari Universitas Zagazig itu.

Mursi juga memerintahkan tidak memasang fotonya di kantor pemerintah atau di mana saja. Hal itu berbeda dengan kebiasaan pemimpin Arab yang suka jika fotonya dipasang di mana-mana, bahkan membuat patung dirinya. (Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir)


ikadikobar.blogspot.com - ”Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak ada seseorang pun yang terluka dalam perang fi sabilillah, melainkan kelak di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan luka seperti semula, warnanya warna darah sementara baunya bau minyak kesturi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Satu lagi karamah mati syahid dapat disaksikan di Palestina. Jasad seorang pejuang Al-Qassam yang berada dalam kuburan “bernomor” di Israel selama sembilan tahun, masih mengeluarkan darah. Hal itu diketahui setelah pejuang bernama Nashruddin Mustafa Ashidah itu dipulangkan ke kampung halamannya.

Jasad pejuang dan komandan perlawanan yang tak kenal takut kepada Israel itu disambut ribuan warga desa Tel dan Nablus bersama para kader Hamas.

Sejumlah karamah dimiliki oleh sang Syahid Ashedah. Diantara yang utama adalah apa yang ditegaskan oleh dokter di Nablus setelah memeriksa jasad syahid secara langsung. Dia mengatakan bahwa seakan dia mati satu setengah tahun lalu. Jasadnya masih mirip utuh dan masih berdarah.

Pada 1998, Ashedah mengomandani operasi serangan Yetsahar yang menewaskan dua serdadu Israel. Keberanian dan kecanggihan otak Ashedah membuat Israel mencari cara melumpuhkannya.

Akhirnya, Israel meminta Otoritas Palestina menangkap Ashedah dan kedua saudaranya Muhammad Raihan dan Yaser Ashedah. Benar saja, Otoritas Palestina menangkap mereka, membuat Asehdah dijebloskan ke penjara Junaid Nablus.

Di penjara itulah orang-orang melihat keseharian sosok Ashedah. Para tawanan Palestina yang hidup bersamanya menuturkan bahwa ia adalah teladan bagi seorang ahli ibadah dan ahli zuhud. Ia menghidupkan malam dan puasa di siang hari. Ia hanya tidur di lantai penjara.

Dua setengah tahun kemudian ia dibebaskan bersamaan dengan dimulainya intifadhah Al-Aqsha. Ia pun bergabung dengan dengan pejuang Al-Qassam di desa Tel dan sekitarnya. Ia bekerja dengan tenang namun Israel mengawasinya.

Pada November 2001, pesawat tempur Israel membidik sebuah mobil di baldah Anbata dekat Tulkarm. Ternyata mobil yang terkena rudal itu ditumpangi oleh dua pejuang Al-Qassam, salah stunya adalah Ashedah.

Ashedah selamat, tapi ia menjadi semakin yakin bahwa Israel selalu mengejarnya. Perkiraannya benar. Sepuluh hari setelah kejadian itu, pasukan Israel mengepung dan menggeledah desa Tel dengan personel dalam jumlah besar. Mereka menggeledah rumah keluarga Raihan, yang di dalamnya juga ada Ashedah. Hari itu Raihan gugur syahid, sedangkan Ashedah kembali selamat.

Satu bulan kemudian, Esham dan dua pejuang Al-Qassam meledakan sebuah bus penumpang warga Yahudi dan pasukan Israel yang masuk ke pemukiman Emanuel. Esham juga memberondong bus dengan senapannya dan berhadapan baku tembak dengan pasukan Israel hingga ia menemui ajalnya sebagai syahid.

Israel mengakui serangan ini sangat berani dan memiliki rencana matang. Israel menuding Ashedah di balik kejadian ini. Mereka kembali memburu Ashedah, namun berkali-kali pula Zionis itu gagal.

Juli 2002, Ashedah kembali melancarkan serangan di sebuah tempat yang tidak pernah diperkirakan Israel. Yakni di tempat yang sama, di pemukiman Emanuel. Operasi ini menewaskan 10 warga yahudi dan melukai puluhan lainnya.

Israel pun kembali menyisir untuk menemukan Nashruddin. Kali itu, pada tahun 2003, Israel menemukan Ashedah. Terjadi pertempuran sengit antara Ashedah dan pasukan besar Israel. Ashedah berhasil membunuh seorang komandan Israel, sebelum akhirnya ia gugur sebagai syahid. [IK/IP] *)
*) http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7899261391944334942#editor/src=header

19 Tahun Syahid, Jasad Mujahid Palestina Ini Tetap Utuh

ikadikobar.blogspot.com - Warga Palestina kembali menjadi saksi kekuasaan Allah dan kemuliaan mati syahid. Ketika entitas Zionis Israel menyerahkan puluhan jasad syuhada kepada rakyat Palestina yang digali dari salah satu pemakaman, Kamis (31/5), warga Palestina mendapati jasad salah satu syuhada masih utuh layaknya baru meninggal beberapa menit saja. Padahal ia telah dikubur selama 19 tahun sejak syahidnya.

Syuhada yang jasadnya masih utuh tersebut bernama Syahib Ahmad Muhammad, lansir Islammemo seperti dikutip Hidayatullah, Jum'at (1/6).

Menurut salah seorang pemuda yang turut serta dalam pengurusan jenazah para syuhada tersebut, ketika dia membuka tutup peti jenazah, dia menemukan jasad Syahib masih utuh seperti adanya. Seakan-akan ia baru meninggal beberapa menit saja.

Syahib telah dikebumikan di Tel Aviv sejak tahun 1993 silam. Mujahid Palestina itu syahid pada tanggal 24 April 1993 dalam sebuah operasi perlawanan militer di kota Eilat yang dijajah Zionis Israel. [IK/Hdy] *)
*) http://www.bersamadakwah.com/2012/06/19-tahun-syahid-jasad-mujahid-palestina.html


ikadikobar.blogspot.com - Dua laki-laki itu bekerja di sebuah kantor yang sama. Namun keduanya berbeda dalam memandang keluarga.

Laki-laki pertama sangat mencintai keluarga. Saat-saat pulang kerja dan berkumpul keluarga di rumah adalah saat-saat yang dirindukannya. Hingga suatu hari ketika ia jatuh sakit, ia lebih memilih bed rest di rumah daripada dirawat di rumah sakit. "Di rumahku ada cinta yang membuat sakitku insya Allah lebih cepat sembuhnya."

Dan benar. Atas kehendak Allah, ia sembuh dengan cepat. Sakit memang memaksanya beberapa hari tidak masuk kerja. Namun sakit itu juga mengokohkan cintanya. Dalam pandangannya, istri yang merawatnya adalah perawat terbaik sedunia. Bubur yang dibuatnya adalah bubur cinta. Dan sapaan buah hati kecilnya adalah motivasi pemulihan fisik dan jiwa.

Laki-laki kedua tak suka berlama-lama di rumah. Rasanya bikin bete, katanya. Saat ia telah keluar dari rumah sakit karena suatu penyakit yang dideritanya, ia memaksa masuk kerja. "Di rumah malah stres," alasannya saat ditanya seorang teman mengapa tak istirahat di rumah saja. Mengapa sampai berkata seperti itu? Ternyata ia tak suka dengan istrinya yang "cerewet" dan terkesan kurang perhatian. Entah siapa yang mendahului, kabarnya mereka tak lagi saling cinta.

Kini kita hidup di sebuah masa yang kaya kesibukan. Kebutuhan hidup yang makin berkembang, perubahan zaman, hingga arus informasi "menuntut" kita menggeluti kesibukan demi kesibukan. Seringkali kita menjadi seperti mesin; semakin banyak beraktifitas semakin panas. Panas jiwa kita, gersang ruhiyah kita. Jika pada kondisi demikian kita memposisikan keluarga sebagai sahara lain yang menguras tetes-tetes ketenangan, betapa hidup akan menjadi sangat runyam.

Berbahagialah jika keluarga kita adalah rumah yang menyejukkan. Jika kita memandang keluarga sebagai surga dunia. Dan begitulah mestinya keluarga Muslim mencontoh keluarga Nabi. "Baiti jannati." Rumahku adalah surgaku. Betapapun cadasnya kehidupan di luar sana, saat keluarga menjadi surga dunia, tak masalah seorang Muslim menghadapinya. Betapapun panasnya medan perjuangan, keluarga adalah penetralisir dan penyejuknya.

Ketika Rasulullah "ketakutan" dengan Jibril yang baru saja menyampaikan wahyu, sang istri Bunda Khadijah menyelimuti, menenangkan dan memotivasinya. Ketika Rasulullah dihadapkan pada perjuangan besar menyebarkan Islam, lagi-lagi sang istrilah yang menghamparkan seluruh hartanya untuk mendukung dakwah. Saat Rasulullah menghadapi ancaman, bunda Khadijah dengan kedudukannya yang mulia menjadi "pelindung" yang memperkuat posisi kemananannya. Pendek kata, Khadijah selalu ada untuk Rasulullah, demikian pula cinta Rasulullah selalu hadir untuk Khadijah; bahkan meskipun setelah beliau tiada.

Rumah tangga Rasulullah dengan istri-istrinya yang lain juga begitu; indah dan menyejukkan selalu. Kadang ada cemburu, namun ia adalah bumbu yang membuat cinta semakin mesra. Baiti jannati kemudian diucapkan oleh lisan suci Nabi, menggambarkan betapa rumah tangga idealnya adalah sumur kebahagiaan di tengah keringnya kemarau kehidupan, taman yang menyejukkan di tengah penatnya perhelatan sejarah, oase di tengah gurun.

Keluarga akan menjadi surga atau neraka, semuanya berawal dari kita. Dari persepsi kita, dari cara pandang kita, dari pemahaman dan bagaimana kita memposisikan. Bukan dari menyalahkan pasangan. Maka mari kita menumbuhkan komitmen, bahwa kita akan memberikan yang terbaik untuk pasangan kita, untuk keluarga kita. Kita berkomitmen menjadi yang terbaik bagi mereka. Kita berkomitmen mempersembahkan cinta buat mereka. Dan biarlah doa-doa kita naik kepada Allah, meminta ijabahnya untuk juga memperbaiki pasangan dan keluarga kita. [Muchlisin] *)
*) http://www.bersamadakwah.com/2012/05/rumah-yang-menyejukkan.html



ikadikobar.blogspot.com - Seorang anak memasuki rumahnya dengan wajah riang. "Wah, sepertinya kamu sukses ya ujian IPS tadi?" tanya sang ibu yang telah menunggunya.
"Iya, Bu. Soalnya mudah-mudah. Tadi ada pertanyaan perkawinan satu pria dengan lebih dari satu wanita disebut apa?"
"Kamu jawab apa?"
"Poligami"
"Bagus!"
"Ada lagi, Bu. Jika satu perempuan dengan suami lebih dari satu."
"Kamu jawab apa?"
"Poliandri"
"Betul"
"Ada lagi, perkawinan seorang pria dengan seorang wanita"
"Kamu jawab apa?"
"Monoton"
"Kok, monoton?"
"Iya, semalam ayah bilang begitu."
***

Saya tidak tahu apakah cerita di atas benar-benar terjadi atau tidak. Saya mendapatkan cerita tersebut dari Ustadz Rofi' Munawar dalam suatu acara dakwah, sebagai sebuah intermezzo. Namun demikian, cerita tersebut cukup menggelitik, boleh jadi ada suami yang berpendapat seperti ayah dalam cerita itu; monogami = monoton.

Benarkah monogami = monoton? Tentu jawabannya akan sangat subyektif, tergantung siapa yang menjawab dan bagaimana pengalamannya dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Tulisan ini tidak bermaksud menemukan jawabannya, tetapi ingin berbagi dan berdiskusi agar kehidupan pernikahan kita tidak "monoton."

1. Memperbaharui niat dan komitmen
Salah satu hal utama yang menjadi faktor pemicu munculnya perasaan "monoton" adalah paradigma kita dalam memandang pernikahan. Paradigma tumbuh seiring dengan niat kita menikah.

Jika niat suami istri ketika menikah adalah niat yang ikhlas –memenuhi panggilan Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, menjaga diri, memelihara kehormatan, menyalurkan "potensi" secara halal, melahirkan generasi Islami- maka lamanya pernikahan takkan membuat maknanya berkurang. Memang niat yang benar seperti ini tidak secara otomatis memustahilkan munculnya perasaan "monoton". Tetapi dengan lurusnya niat, jika suatu saat rasa "monoton" itu datang, ia bisa diatasi dengan cepat.

Banyak pasangan yang bermasalah karena niat awal menikah sudah bermasalah. Maka yang menjadi orientasi utama adalah kecantikan, ketampanan, tubuh yang seksi, harta, dan pertimbangan materi lainnya. Begitu lewat beberapa tahun kecantikan memudar, wajah tak lagi rupawan, tubuh yang seksi berubah gendut, harta berkurang... seketika "monoton" itu datang dan sulit terselesaikan. Kurang cantik apa para artis, kurang tampan apa para aktor, kurang seksi apa para selebritis, ternyata banyak diantara mereka yang kemudian cerai, bahkan pada tahun-tahun pertama.

2. Ciptakan romantisme
Umumnya, "monoton" hadir karena kehidupan yang datar. Tak ada tantangan yang dilalui bersama, tak ada sentuhan-sentuhan yang berbeda, tak ada perubahan suasana. Karenanya, ciptakan romantisme bersamanya.

Romantisme tidak selalu bermakna melankolik. Romantisme juga bisa berwujud dalam suasana pengabdian kepada Sang Kholik. Ketika Rasulullah pulang dari gua Hira dalam keadaan takut setelah menerima wahyu, Khadijah meyakinkan, mendukung dan memotivasinya. Itu adalah romantis.

Saat Rasulullah dicaci maki bahkan dilempari kotoran karena dakwahnya, ketika pulang ke rumah Khadijah membersihkannya, bahkan air mata yang menetes pun adalah ungkapan dukungannya kepada suami tercinta. Itu adalah romantis.

Ketika Hasan Al Banna diingatkan oleh istrinya akankah ia tetap pergi berdakwah sementara anaknya demam tinggi, ia menjawab: "Apakah ia akan sembuh jika aku tidak pergi?"
"Tidak. Tetapi bagaimana jika ia meninggal?" Sang istri menaikkan level kekhawatirannya.
"Kakeknya lebih tahu bagaimana memandikan, menshalati dan memakamkannya."
Bagi keluarga dakwah, ini juga romantis.

Tentu, tidak semua pasangan suami istri mampu "menciptakan" romantisme model itu. Model yang lebih mudah dilakukan adalah canda, bermesraan, dan seterusnya yang berbeda dari biasanya. Ini catatannya: berbeda dari biasanya.

Karenanya perlu bagi kita, kadang-kadang lomba berdua dengan istri tercinta. Seperti Rasulullah yang berlomba lari dengan Aisyah. Minum dari gelas yang sama, mandi berdua, yang juga pernah dicontohkan Rasulullah.

3. Perhatian kepada pasangan
“Kalau intinya cinta adalah memberi”, kata Anis Matta dalam Serial Cinta, “maka pemberian pertama seorang pecinta sejati adalah perhatian”.

Perhatian itu bukan hanya penting untuk membuat pasangan kita bahagia, tetapi perhatian kita juga melahirkan perhatian untuk kita. Rasa "monoton" terakumulasi dari keringnya perhatian suami kepada istri dan sebaliknya. Sang istri merasa melakukan segalanya sendirian, mulai dari urusan domestik hingga mendidik anak. Sementara sang suami merasa bekerja seharian tanpa adanya dukungan.

Itu akan berubah jika salah satunya mengambil inisiatif untuk mencurahkan perhatian terlebih dulu, bukan menuntut diperhatikan. Awalilah, misalnya, dengan memberi hadiah pada tanggal pernikahan. Memberikan ucapan selamat ketika anak kita berprestasi, kalau perlu selalu berterima kasih kepadanya setiap hari menjelang tidur. Terima kasih karena telah menemani di jalan Islam ini, terima kasih telah mendidik anak-anak, terima kasih untuk "cinta" yang ia berikan, dan terima kasih untuk segalanya.

4. Menjaga kualitas "hubungan" dan mencipta variasi
Kadang sebagian istri tidak peduli dengan betapa monotonnya malam mereka. Apalagi ditambah dengan tampilan yang apa adanya. Bukan berarti suami yang seperti itu tidak ada. Bisa-bisa juga sama, atau lebih banyak. Karenanya suami istri perlu memperhatikan dirinya sendiri; tubuhnya, penampilannya, baunya, dan seterusnya. Bukankah Rasulullah pernah memberi solusi kepada seorang sahabat untuk merawat penampilannya dan solusi itu mencegahnya dari perceraian? Seperti itulah seharusnya.

Dengan demikian, olah raga itu penting. Menjaga makanan sehat juga penting. Memakai parfum saat bersama suami/istri itu penting. Memilih pakaian di waktu malam juga penting. Sering orang melakukan hal terbalik. Ketika berada di luar rumah luar biasa rapi, namun ketika berduaan dengan suami/istri tampil acak-acakan.

Menjaga kualitas "hubungan" dan menciptakan variasi-variasi dalam melewati malam merupakan kunci lain agar kehidupan pernikahan kita tidak "monoton". Untuk alasan itu, ternyata ada suami istri yang membeli "baju tidur" lebih mahal dari jubah atau gamisnya. Suasana dan gaya berbeda saat berduaan seperti itu ternyata memupus ke-"monoton"-an tertentu.

5. Berdoa
Ini poin yang sangat penting, tidak tergantikan. "Ud'uunii aatajib lakum." Berdoalah kepadaKu niscaya Kukabulkan, demikian firmanNya. Termasuk dalam urusan rumah tangga, berdoalah. Sebut nama dia yang kau cinta dalam doa, mintalah kepada Allah agar senantiasa disatukan dalam kebaikan dan diabadikan cinta hingga kelak di surga. Wallaahu a'lam bish shawab. [BK – BersamaDakwah] *)
*) http://www.bersamadakwah.com/2012/06/agar-monogami-tak-jadi-monoton.html

Senin, Juni 25, 2012 1

ikadikobar.blogspot.com - Menyusul beredar luasnya pidato KH Hasyim Muzadi yang "menghebohkan", Ketua DPD Front Pembela Islam (FPI) Jakarta Habib Salim Alatas atau Habib Selon menganjurkan Ketua PBNU KH Said Agil Siradj untuk mengaji ke KH Hasyim Muzadi. Pasalnya, Said Agil dinilai selama ini tidak membela Islam, justru membela kelompok liberal dan Amerika Serikat (AS).

"Said Agil memang liberal. Said Agil dikenal sebagai pembela artis maksiat Lady Gaga," tegas Habib Selon seperti dikutip EraMuslim, Rabu (6/6).

"Said Agil harus mengikuti jejak KH Hasyim Muzadi. Mantan Ketum PB NU ini orang alim, sholeh, dan berakhlaq. Berbeda dengan Said Agil yang membela Lady Gaga. Said Agil harus mengaji kepada KH Hasyim Muzadi," tegas Habib Selon.

Habib Selon mengakui, secara pribadi ia sangat menghormati KH Hasyim Muzadi sebagai tokoh panutan.

Ketegasan Hasyim Muzadi dalam membela Islam tampak nyata dalam pidatonya yang telah beredar luas dan membuat "heboh." Berbagai komentar mengiringi pidato yang menyayangkan tuduhan intoleransi agama di Indonesia itu, yang sebagian besarnya adalah komentar dukungan dan "acungan jempol" dari umat Islam. Dalam pidato itu Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) dan Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) tersebut menjelaskan pandangannya tentang ahmadiyah, GKI Yasmin, pendirian gereja, hingga Lady Gaga dan Irshad Manji. [IK/EM/bsb] *)
*) http://www.bersamadakwah.com/2012/06/habib-selon-said-agil-harus-ngaji-ke-kh.html


ikadikobar.blogspot.com - Baru-baru ini beredar pidato menghebohkan dari mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi melalui pesan berantai BlackBerry Messenger (BBM) dan media sosial.

Bagi umat Muslim yang komitmen dengan syariat Islam, pidato Hasyim Muzadi itu adalah pidato yang brilian dan patut mendapat acungan jempol. Namun, bagi kalangan liberal dan pihak-pihak yang “memusuhi” Islam, pidato itu dianggap “radikal.”

Seperti apa pidato yang menghebohkan itu? Berikut isi pidato Hasyim Muzadi yang juga Presiden WCRP (World Conference on Religions for Peace) dan Sekjen ICIS (International Conference for Islamic Scholars) tentang tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia oleh Sidang PBB di Jeneva :

"Selaku Presiden WCRP dan Sekjen ICIS, saya sangat menyayangkan tuduhan INTOLERANSI agama di Indonesia. Pembahasan di forum dunia itu, pasti karena laporan dari dalam negeri Indonesia. Selama berkeliling dunia, saya belum menemukan negara muslim mana pun yang setoleran Indonesia.

Kalau yang dipakai ukuran adalah masalah AHMADIYAH, memang karena Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran Islam, namun selalu menggunakan stempel Islam dan berorientasi Politik Barat. Seandainya Ahmadiyah merupakan agama tersendiri, pasti tidak dipersoalkan oleh umat Islam.

Kalau yang jadi ukuran adalah GKI YASMIN Bogor, saya berkali-kali ke sana, namun tampaknya mereka tidak ingin selesai. Mereka lebih senang Yasmin menjadi masalah nasional & dunia untuk kepentingan lain daripada masalahnya selesai.

Kalau ukurannya PENDIRIAN GEREJA, faktornya adalah lingkungan. Di Jawa pendirian gereja sulit, tapi di Kupang (Batuplat) pendirian masjid juga sangat sulit. Belum lagi pendirian masjid di Papua. ICIS selalu melakukan mediasi.

Kalau ukurannya LADY GAGA & IRSHAD MANJI, bangsa mana yang ingin tata nilainya dirusak, kecuali mereka yang ingin menjual bangsanya sendiri untuk kebanggaan Intelektualisme Kosong ?

Kalau ukurannya HAM, lalu di Papua kenapa TNI / Polri / Imam Masjid berguguran tidak ada yang bicara HAM? Indonesia lebih baik toleransinya dari Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan Menara Masjid, lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan Jilbab, lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia, yang tidak menghormati agama, karena di sana ada UU Perkawiman Sejenis. Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis ?!

Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia, kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar (humanisme) dan mana yang sekedar Weternisme".
[JJ/Trb/yi]*)

*)http://www.bersamadakwah.com/2012/06/inilah-isi-pidato-kh-hasyim-muzadi-yang.html


ikadikobar.blogspot.com - Sejumlah pemain sepakbola Muslim tercatat turut merumput di liga utama Eropa. Namun, yang bisa meraih prestasi hebat hanya bisa dihitung dengan jari. Diantaranya adalah gelandang kreatif Real Madrid, Mesut Ozil.

Apa rahasia Ozil? Muslim kelahiran 15 Oktober 1988 itu mengungkapkan, kebiasaan membaca Al-Qur'an membuatnya tenang dan lebih kuat saat pertandingan. Rekan-rekan setim Ozil memberikan kesaksian, pemain berdarah Turki itu memang rajin membawa Al Qur'an.

“Al-Quran memberiku kekuatan lebih untuk bermain dalam pertandingan dengan baik,” ujar pemain yang bergabung dengan klub Real Madrid sejak Agustus 2010 itu.

Ozil menambahkan, membaca beberapa ayat Al-Qur'an bisa memberinya ketenangan selama di lapangan. Tak heran Ozil dikenal sebagai pemain kalem di lapangan, meski laga berlangsung "panas".

”Saya biasa membaca Al-Qur'an sebelum pertandingan. Kalau saya tidak membacanya sebelum berlaga, rasanya tidak nyaman,” tutur Ozil dalam kesempatan yang lain.

Nama Mesut Ozil semakin melambung di kancah persepakbolaan dunia setelah pemain yang dijuluki "El Búho" itu dikenal sebagai kreator keberhasilan Los Blancos merebut juara La Liga Spanyol musim ini. Julukan "El Búho" yang berarti "Si Burung Hantu" diterima Ozil karena kemampuan operannya yang teliti meliputi sudut yang luas. [IK/SP/Wkp/Rpb] *)

*) http://www.bersamadakwah.com

ikadikobar.blogspot.com - Gelandang kreatif Real Madrid yang diterjunkan Jerman dalam piala Eropa 2012, Mesut Ozil, merupakan salah satu dari pemain Muslim yang berprestasi hebat. Pemuda kelahiran 15 Oktober 1988 itu dikenal sebagai pemain bola yang biasa membaca Al-Qur'an.

Ozil sendiri mengungkapkan, kebiasaan membaca Al-Qur'an membuatnya tenang dan lebih kuat saat pertandingan. Rekan-rekan setim Ozil memberikan kesaksian, pemain berdarah Turki itu memang rajin membawa Al Qur'an.

“Al-Quran memberiku kekuatan lebih untuk bermain dalam pertandingan dengan baik,” ujar Ozil.

Tahukah Anda? Bukan hanya Ozil seorang yang berupaya dekat dengan Al-Qur'an. Sang ibu, Gulizar Ozil, juga mengupayakan hal yang sama. Salah satu ajaran Al-Qur'an yang ditaati ibu Ozil adalah mengenakan jilbab.

Dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi Spanyol, Gulizar tampak mengenakan jilbab dan berbaju lengan panjang. Ketika video menyorotnya sedang menyirami kebun bunga di taman rumahnya, semua auratnya tertutup.

Inilah ayat yang ditaati oleh ibu Mesut Ozil :
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (QS. An-Nur:31).

Sebagai Muslimah, Anda juga berjilbab? Alhamdulillah. Jika belum, kapan? [JJ/Rpb/bsb] *)

*) http://www.bersamadakwah.com

Oleh: Koresponden Jerman

Kirim Print


Poster film "Fetih 1453" (Wikipedia)

ikadikobar.blogspot.com - “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”

Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, sebuah kalimat yang diucapkan oleh Rasulullah SAW di abad ke-7. Pancaran optimisme yang luar biasa dari beliau di saat kaum muslimin masih belum bebas bergerak di seputar jazirah Arab. Namun kemantapan hati bahwa agama ini akan berkembang pesat dan luas itu sangat menenangkan para sahabat.

Membayangkan masuknya Islam hingga ke jantung sebuah negara adidaya, mungkin setara dengan mengatakan bahwa nantinya Gedung Putih akan menjadi salah satu icon peradaban muslim. Nyaris tak tergambarkan. Namun keimanan kepada Rasulullah adalah satu syarat mutlak seorang mukmin, maka setiap benak yang ada pada para sahabat pun bertekad kuat untuk mewujudkannya. Semua berdoa, memohon kepada Allah SWT bahwa ia-lah yang dimaksud dalam hadits tersebut. Sebaik-baik pemimpin, sebaik-baik pasukan. Subhanallah.

Film “Fetih 1453“ buatan Turki yang disutradari Faruk Aksoy ini diluncurkan serentak di berbagai belahan dunia pada tanggal 16 Februari 2012. Momen diriwayatkannya hadits tersebut dijadikan pembuka alur cerita, sekaligus mengisyaratkan bahwa keseluruhan visualisasi yang disajikan adalah bentuk adaptasi dari kisah nyata yang terjadi ratusan tahun silam. Saat itu, tentara kesultanan Usmani di bawah komando langsung dari sang Sultan Muhammad II mampu menaklukkan kota dengan pertahanan terbaik di dunia, yakni Konstantinopel.

Dengan menjual predikat kepahlawanan yang “based on true story“, tentu saja beban yang dibawa oleh film ini cukup berat. Namun bagaimana pun, yang hadir di gedung bioskop dan menyaksikan film ini dapat dikategorikan setidaknya satu dari empat tipe: (1) penikmat sejarah, (2) pendamba hiburan Islami, (3) pengamat film, atau (4) penonton biasa yang “nothing to lose“.

Faruk Aksoy, sutradara Fetih 1453 (IMDb)

Bagi penonton tipe pertama, hadirnya bumbu dalam ceritera yang disuguhkan tidaklah terlalu penting. Yang harus diperhatikan adalah tahun, kejadian, kutipan, serta visualisasi. Semisal, bagaimana dalam “Fetih 1453” Selat Bosphorus ditampilkan terpagari oleh rantai besar yang dapat menghalangi kapal-kapal perang untuk melaluinya. Atau, momen di mana meriam besar berukuran 8 meter itu dibuat kemudian ditarik oleh ratusan orang dan puluhan kerbau ke medan laga. Jika unsur-unsur ini terpenuhi, yang lain sedikit-banyak boleh diabaikan.

Berbeda dengan itu, penonton tipe kedua akan lebih cenderung pada karakter di dalam film yang disaksikan. Apabila terjadi penggambaran yang keliru pada tokoh kunci, maka nilai tontonan itu akan menurun di hadapannya. Memang mustahil mendapatkan protagonis yang terlalu sempurna, namun ada harapan besar bahwa ciri-ciri utama yang ada dalam benaknya, dapat terpenuhi.

Tipe ketiga lebih cenderung menjadi observer. Pada umumnya, sepanjang film ia “sibuk” melakukan komparasi dengan film lain atau menganalisa logis-tidaknya alur cerita yang disajikan. Untuk film perang kolosal yang berlandaskan kisah nyata, perbandingan yang “apple-to-apple“ antara lain bisa diambil dari Kingdom of Heaven (dibintangi oleh Orlando Bloom & Liam Neeson), Braveheart (Mel Gibson), atau Troy (Brad Pitt & Eric Bana). Juga sedikit banyak film seperti Hero (Jet Li & Donnie Yen).

Sedangkan tipe keempat atau terakhir biasanya tidak terlalu mempermasalahkan apa pun, namun mendambakan sebuah alur cerita yang utuh serta tidak membingungkan. Umumnya menyukai humor ringan, kejutan kecil atau adegan yang heroik, sesuai tipe film yang ditonton. Kalimat saktinya “tidak apa-apa melenceng dari sejarah, sosok aslinya atau agak tidak masuk akal, asal enak ditonton”. Dan justru tipe inilah yang mayoritas di antara para penonton bioskop.

Jika Anda penonton tipe pertama, maka mungkin Anda akan temukan adanya berbagai hal yang cukup memenuhi standar di film “Fetih 1453“. Pencantuman bulan dan tahun yang cukup cermat di awal beberapa peristiwa kunci, juga beberapa hari penting dalam peperangan. Beberapa penggambaran tentang perang yang terjadi pun dapat dianggap sesuai dengan beberapa ilustrasi yang ada di berbagai sumber.

Sultan Muhammad II (Mehmed II) yang diperankan oleh Devrim Evin juga mampu memuat sosok tegas yang memancarkan tekad bulat untuk menaklukkan Konstantinopel. Beberapa karakter penting seperti Ulubatli Hasan (meski sebagian orang menyatakan ini adalah tokoh fiktif), Giustiniani (pimpinan pasukan khusus penjaga benteng Konstantinopel), Ak Syamsuddin (guru dari Mehmed II) hingga raja Konstantin XI juga mampu membangun nuansa sejarah yang padu. Juga penggambaran kota dan bangunan-bangunan yang ada pada masa itu, cukup realistis.

Kelemahan yang ada, umumnya adalah kompensasi akan kebutuhan dramatisasi. Salah satu contoh adalah bagaimana karakter Urban, seorang insinyur yang merancang meriam raksasa, digambarkan menolak permintaan pembuatan Konstantin XI dan kemudian terancam dibunuh namun berhasil diselamatkan oleh Hasan. Yang “agak parah” adalah hadirnya seorang perempuan bernama Era dengan status anak angkat Urban. Namun sekali lagi, ini kebutuhan alur cerita untuk penonton tipe keempat.

Pasukan Usmani dan meriam-meriam kecilnya bersiap menyerang Konstantinopel (trthaber)

Jika Anda penonton tipe kedua,
di satu sisi mungkin Anda akan berbahagia dengan hadirnya film ini. Sebuah alternatif di luar tipikal film Hollywood yang hadir dari sebuah negeri mayoritas muslim. Tetapi hendaknya ekspektasi Anda tidak perlu terlalu tinggi. Untuk keseluruhan film, kemungkinan besar Anda akan puas. Namun menyikapi berbagai penggambaran atas karakter-karakter yang ada dalam film tersebut, memang mau tidak mau masih ada bias dengan sejumlah tontonan yang banyak beredar.

Tidak ada manusia yang sempurna, mungkin itu pesan yang ingin ditampilkan. Namun, saat berbagai sumber menyebutkan bahwa Sultan Muhammad II tidak pernah sekalipun meninggalkan shalat wajib, sunnah rawatib hingga tahajjud, Anda mungkin akan kecewa mendapati bahwa sang permaisuri beliau Mukrima Khatun (di dalam film menggunakan nama Gulbahar Hatun, namun jelas dikisahkan bahwa ia adalah ibu dari Bayazid II), digambarkan tidak berhijab. Gelengan kepala Anda juga akan makin lebar saat melihat kesibukan sang ibu negara di sepanjang film nyaris hanya bersolek saja. Ya, begitulah adanya film tersebut.

Juga, pengaruh Hollywood nampaknya tidak bisa lepas dengan mudah. Masih ada saja pernik-pernik yang cukup mengganggu, semisal kisah asmara antara Hasan dan Era. Mengingat Hasan dikenang sebagai pahlawan besar perang tersebut (yang pasukannya adalah sebaik-baik pasukan) sedangkan Era adalah tokoh fiktif, jelaslah bahwa ini sekedar mengakomodir keinginan untuk menampilkan alur cerita yang dramatis.

Jika Anda penonton tipe ketiga, bisa jadi pertama-tama yang Anda bayangkan adalah bagaimana film ini menampilkan sebuah ciri khas, di luar berbagai tontonan yang pernah beredar. Mampukah perfilman Turki menampilkan kualitas film yang sejajar dengan Hollywood, Eropa atau Asia Timur? Standar yang terlalu tinggi memang, namun setidaknya harapan itu masih ada.

Membandingkan dengan film-film lain yang bersesuaian tema, maka di berbagai momen Anda akan melihat sedikit duplikasi Kingdom of Heaven saat pasukan Usmani berusaha memanjat tembok benteng. Dari sudut pandang sejarah memang demikianlah situasinya, namun Anda mungkin berharap bisa melihat versi yang agak berbeda. Juga, adegan meluncurnya ribuan panah yang visualisasinya masih (sedikit) di bawah Hero. Atau adegan negosiasi antara Muhammad II dan Konstantin XI yang penggambaran umumnya tidak jauh berbeda dengan Troy. Tanpa mengatakan film ini kurang kreatif, namun tanpa sengaja pikiran Anda akan lari ke sana jika pernah menyaksikan film-film tersebut.

Lagi-lagi menyoal dramatisasi, Anda akan menemukan bahwa hubungan emosional yang coba dibentuk melalui karakter Era agak “maksa”. Setelah menolak lamaran Giustiniani yang merupakan jenderal pertahanan Konstantinopel, Era pulang ke rumah ayah angkatnya (Urban sang insinyur meriam), dan kemudian menjalin hubungan dengan Hasan yang merupakan pimpinan pasukan khusus Usmani. Saya sempat menebak, di suatu bagian dari film akan digambarkan pertarungan satu lawan satu antara Hasan dan Giustiniani. Dan dengan dinyana, ternyata tebakan saya benar.

Adegan 1 lawan 1 antara Hasan & Giustiniani (haberler)
Jika Anda penonton tipe keempat, maka Andalah yang berusaha dimanjakan oleh film ini. Banyaknya adegan kekerasan seperti – maaf – tangan atau kaki terpotong, leher tertembus tombak, dsb mungkin cukup seru bagi penggemar film action. Karena adegan semacam itu cukup signifikan, film ini dikategorikan FSK-16 di Jerman (tempat saya menontonnya), yang berarti terlarang bagi anak berusia di bawah 16 tahun.

Penggemar drama? Hadirlah rentetan bumbu yang berkisar di seputar romantika para tokohnya. Hanya bumbu, karena seandainya pun adegan-adegan itu tidak ada, jalan cerita tidaklah terpengaruh besar. Atau malah sama sekali nggak ngefek. Barangkali sikap Sultan Muhammad II yang dingin dan tidak sekalipun bersedia tersenyum kepada anak dan istrinya sebelum Konstantinopel takluk membuat Anda terbawa, atau bisa juga penggambaran sang raja yang frustrasi menjadi titik di mana Anda tersentuh. Walau mungkin, Anda juga akan merasa jengkel dengan sikap Konstantin XI yang digambarkan berfoya-foya di banyak adegan. Ya, selamat mencari kesesuaian dengan apa yang Anda harapkan.
Nah… apakah film ini layak tonton? Insya Allah, iya. Ada perspektif baru yang bisa ditambahkan pada memori Anda, yakni film asing yang digagas dan dibuat oleh dunia Islam. Situs rujukan film IMDb, saat tulisan ini dibuat, telah merangkum lebih dari 16.000 votes dengan nilai rata-rata 8.4 yang berarti sangat tinggi. Memang itu bukan patokan satu-satunya, namun sedikit-banyak angka tersebut bisa memberikan gambaran bagi kita.

Saya sarankan, jika nantinya bioskop di Indonesia memutarnya, saksikan bersama orang-orang yang sedikit banyak sudah mengetahui bagaimana peperangan dan tokoh-tokoh kunci yang ada di film ini. Syukur-syukur lagi kalau ada yang bisa membuat intisari dari berbagai hikmah yang tersedia, apakah itu dari sisi Islam, motivasi, dunia perfilman, atau sekedar hiburan. Tapi tentu saja itu bukan sebuah keharusan, melainkan sekedar rekomendasi.

Film ini hanya tersedia dalam bahasa Turki. Umumnya bioskop-bioskop Jerman memutar film asing yang sudah melalui proses dubbing, tapi “Fetih 1453” ditayangkan hanya dengan subtitle bahasa lokal. Bisa jadi karena cukup banyak orang berkebangsaan atau keturunan Turki di Jerman sini.
Jadi, kapan ditayangkan di Indonesia? Entahlah… jika Anda tahu, ayo beri informasi melalui komentar Anda di bawah, terlepas dari Anda sudah menonton atau belum. Semoga tulisan ini dan apa pun pendapat Anda tentang film “Fetih 1453″ bisa bermanfaat bagi kita semua… amin.

Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau ditanya, `Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?´ Beliau menjawab, `Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.’ Maksudnya adalah Konstantinopel.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19168/resensi-film-fetih-1453/#ixzz1yTrcNItx

Video

[Yours_Label_Name][video]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.