Maret 2015

الحمد لله الذي فتح لعباده طريق الفلاح وأرشدهم إلى ما فيه الخير و البر و التقى وأمرهم بالتناصح على الحق وجعل أمرهم شورى بينهم ليتحقق لهم الفوز والنجاة . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده والصلاة و السلام على محمد عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد،، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Sering kita dengar dari keterangan dan penjelasan para ulama, para kiayi, ustazd, dan muballigh bahwa tugas paling penting dari para Rasul adalah menyampaikan risalah Allah swt. kepada ummat manusia. Urgensi isi risalah para rasul itu sama, yaitu “agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan mengingkari semua bentuk sesembahan selain Allah (thaghut).”
Ternyata selain tugas mulia dan suci ini, para nabi banyak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pemberi nasehat. Hal ini disebabkan karena manusia tidak cukup hanya menerima risalah dakwah Islam saja. Akan tetapi juga membutuhkan pemberi nasehat dan peringatan dalam hidupnya, karena manusia adalah mahluk pelupa dan pelalai, bahkan makhluk yang banyak berbuat kesalahan. Oleh karena itu, Allah swt. menyatakan:
Wal ashri, innal insaana lafii khusrin, illalladziina aamanuu wa ‘amilush-shaalihaati watawaa shaubil haqqi watawaa shaubish-shabri.

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Asr)
Semangat surat Al-Asr ini menjelaskan keharusan setiap orang untuk beriman dan beramal sholeh, jika ingin selamat baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan iman dan amal sholeh saja ternyata masih merugi, sebelum menyempurnakannnya dengan semangat saling memberi nasehat dan bersabar dalam mempertahankan iman, meningkatkan amal shaleh, menegakkan kebenaran dalam menjalankan kehidupan ini.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Sedemikian pentingnya prinsip “saling memberi nasehat” dalam ajaran Islam, maka setiap manusia pasti membutuhkannya, siapapun, kapanpun, dan di manapun dia hidup. Layaklah kalau dikatakan bahwa “saling memberi menasihat “ adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus ada pada setiap muslim.
Namun sangatlah disayangkan jika ada di antara kita yang menganggap sepele soal nasehat ini. Atau merasa dirinya sudah cukup, sudah pintar, sudah berpengalaman sehingga tidak lagi butuh yang namanya nasehat dari orang lain. Padahal dengan menerima nasehat dari orang lain pertanda adanya kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan dan menunjukkan kelebihan pada orang tersebut.
Kalimat “nasaha” yang artinya nasehat, makna dasarnya adalah menjahit atau menambal dari pakaian yang sobek atau berlubang. Maka orang yang menerima nasehat artinya orang tersebut siap untuk ditutupi kekeruangan, kesalahan, dan aib yang ada pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mau menerima nasehat menunjukkan adanya sifat kesombongan, keangkuhan, dan ketertutupan pada orang tersebut.
Saking sedemikian pentingnya nasehat ini, Nabi saw. bersabda:
عن أَبي رُقَيَّةَ تَمِيم بن أوس الداريِّ – رضي الله عنه – : أنَّ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( الدِّينُ النَّصِيحةُ )) قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : (( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ((2)) )) رواه مسلم
Dari Abi Amer atau Abi Amrah Abdullah, ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan orang-orang biasa.” (HR. Muslim)
Dari hadist di atas dapat kita pahami bahwa memberi dan menerima nasehat adalah berlaku untuk manusia, siapapun dia, apapun kedudukan dan jabatannya, tanpa kecuali.
Hadist di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa agama akan tegak manakala tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi itu adalah saling menasehati dan saling mengingatkan antara sesama muslim dalam keimanan kepada Allah, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada Kitab-Nya. Artinya, agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dari Allah dan Kitab-Nya dan mentauladani sunah-sunah Rasul-Nya.
Sedangkan bentuk nasehat kepada para pemimpin adalah ketaatan dan dukungan kita sebagai rakyat kepada para pemimpin Islam dalam menegakkan kebenaran, mengingatkan mereka jika lalai dan menyimpang dengan cara yang bijak dan kelembutan, meluruskan mereka jika menyimpang dan salah. Sedangkan nasehat untuk orang-orang biasa adalah dengan memberi kasih sayang kepada mereka, memperhatikan kepentingan hajat mereka, menjauhkan hal yang merugikan mereka dan sebagainya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Di dalam Al-Qur’an, Allah swt. mengisahkan tentang bagainama Nabi Musa a.s., seorang nabi dan rasul yang ternyata dapat menerima nasehat dari salah seorang kaumnya.
wa jaa-a rajulun min aqshal madinati yas’aa, qaala yaa muusaa innal mala-a ya’tamiruuna bika liyaqtuluuka, fakhruj innii laka minan nashihiin. Fakharaja minhaa khaa-ifan yataraqqabu, qaala rabbi najjinii minal qaumizh zhaalimiin.

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut, menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzalim itu.” (QS. Al-Qashash: 20-21)
Lalu bagaimana dengan kita yang orang biasa yang bukan Nabi dan Rasul? Sudah barang tentu sangatlah membutuhkan nasehat. Kita senantiasa membutuhkan nasehat dari orang lain. Demikian juga harus bersedia memberi nasehat kepada orang lain yang memohon nasehat kepada kita.
وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – : أنَّ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : وفي رواية لمسلم : (( حَقُّ المُسْلِم عَلَى المُسْلِم ستٌّ : إِذَا لَقيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيهِ ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأجبْهُ ، وإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ ، وإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ الله فَشَمِّتْهُ ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ )) .
“Hak seorang muslim pada muslim lainnya ada enam: jika berjumpa hendaklah memberi salam; jika mengundang dalam sebuah acara, maka datangilah undangannya; bila dimintai nasehat, maka nasehatilah ia; jika memuji Allah dalam bersin, maka doakanlah; jika sakit, jenguklah ia; dan jika meninggal dunia, maka iringilah ke kuburnya.” (HR. Muslim)
Dengan saling menasehati antara kita, maka akan banyak kita peroleh hikmah dan manfaat dalam kehidupan kita. Akan banyak kita temukan solusi dari berbagai persoalan, baik dalam skala pribadi, keluarga, masyarakat bangsa bahkan Negara.
Karenanya nasehat itu sangatlah diperlukan untuk menutupi kekurangan dan aib yang ada di antara kita. Karena nasehat itu dapat memberi keuntungan dan keselamatan bagi yang ikhlas menerima dan menjalankannya. Karena saling menasehati itu dapat melunakkan hati dan mendekatkan hubungan antara kita. Karena satu sama lain di antara kita saling membutuhkannya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Saling menasehati antara sesama muslim terasa semakin kita perlukan, terutama ketika tersebar upaya menfitnah adu domba antara sesama muslim yang datang dari orang-orang kafir, munafik, dan orang-orang fasik yang ingin melemahkan umat Islam sebagai penduduk terbesar negeri ini. Mereka tidak senang terhadap kesatuan dan persatuan umat Islam.
Demikian pula ketika mendekati hari-hari menjelang pesta demokasi seperti pilkada, pilgub, pemilihan umum, dan sebagainya. Terkadang panasnya suhu politik menyulut sikap orang in-rasional (tidak rasional) dan emosi di tengah masa, bahkan dapat mengarah ke sikap anarkhis dan merusak.
Dalam situasi seperti itu, kita sering lupa akan makna ukhuwah Islam. Lupa tugas amar ma’ruf nahi mungkar dan lupa tugas dan kewajiban untuk saling menasehati dengan cara saling kasih sayang antara kita.
Semoga Allah swt. senantiasa memberikan pemahaman kepada kita akan arti pentingnya saling memberi nasehat antara kita. Semoga kita mampu memberi nasehat dan senang menerima nasehat dari siapapun, selama tidak bertentangan dengan nilai kebenaran dan kabaikan, sehingga kita dapat terhindarkan dari bahaya adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah umat Islam, masyarakat, bangsa, dan Negara. Barakallu lii walakum….

الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ” “وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ (108)”،” وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124)”
Shalat 
 “Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” Huud:108
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Thahaa:124
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Suatu hari, di dalam sebuah rumah tangga terjadi pertengkaran yang sengit antara suami istri. Sang suami berkata kepada istrinya dengan kemarahan yang luar biasa seraya berkata: “Sungguh aku akan menjadikan kamu menderita dan celaka!!!”. Dengan suara lirih istrinya menjawab: “Kamu tidak akan pernah bisa mencelakakanku sebagaimana kamu tidak bisa membahagiakanku!”. Dengan nada heran sang suami balik bertanya: “Mengapa tidak bisa?”. Istrinya menjawab dengan tegas dan yakin: “Sekiranya kebahagiaan itu hanya berkaitan dengan uang belanja dan perhiasan, niscaya kamu bisa menghentikan. Akan tetapi kebahagian itu hanya ada pada suatu yang dimana kamu dan semua manusia tidak akan pernah menguasainya.” Dan dengarkan baik-baik: “Sesungguhnya kebahagianku ada dalam imanku, sementara imanku ada dalam relung hatiku dan hatiku hanya ada dalam genggaman Rabbku.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…..
Makna kebahagian ini juga pernah diungkapkan oleh Hujjatul Islam, Imam Ibnu Taimiah – rahimahullah – “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku…bila aku berjalan maka ia bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku…. Penjaraku adalah kesendirianku (dengan Rabbku)…kematianku adalah syahadah (syahid)….pengusiranku dari negeriku adalah wisata bagiku.”
Ya, inilah kebahagiaan yang diinginkan oleh Islam dalam kehidupan kita. Bahagia dengan nilai-nilai keimanan, bahagia di saat melaksanakan ketaatan kepada Allah swt. dan bahagia dalam naungan keislaman. Allah swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ (30)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” Fushshilat : 30
Jama’ah yang dimulyakan Allah….
Ketika kita istiqomah dalam memegang ajaran agama Allah swt, maka kita akan merasakan keamanan dan kenyamanan yang luar biasa. Bahkan surga Allah swt. menanti di akhirat kelak, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah swt dalam ayat di atas. Rasa aman dan tentram dalam hidup adalah tanda kebahagian seseorang. Rasulullah saw. juga bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ. رواه الترمذي
Dari Anas bin Malik berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang menjadikan akhirat tujuannya maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, memudahkan segala urusannya dan dunia akan datang kepadanya dengan hina (tidak pernah menguasai hati, semakin kaya semakin bersyukur-pen). Dan barang siapa yang menjadikan dunia tujuannya, maka Allah akan meletakkan kefakirannya di antara kedua matanya, mencerai-beraikan segala urusannya dan dunia tidak akan datang kecuali hanya sekedarnya.” Imam At-tirmizi
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…….
Adakalanya kita temukan dalam realitas kehidupan kita, bahwasanya sebagian manusia ada yang merasa bahagia dengan harta yang melimpah ruah. Mereka puas dan bahagia ketika berfoya-foya, menghamburkan kekayaannya dan hal-hal yang tidak berfaedah lainnya. Ada juga yang puas dan bahagia dengan menjalankan kemaksiatan dan kemungkaran. Merasa tentram dan nyaman dengan segala aksi asusila, menontonkan aurat dan selingkuh serta berganti-ganti pasangan. Bahagia dengan minuman keras, ekstasi dan perjudian.
Jama’ah yang dimulyakan Allah…..
Namun di balik kehidupan yang serba gelap dan kebahagian yang semu, kita masih melihat hamba-hamba Allah swt. yang mengoptimalkan harta, waktu dan tenaga untuk membangun amal unggulan dan amal shaleh. Mereka merasa bersalah ketika tidak memperhatikan saudara-saudaranya yang sedang dihimpit kesusuhan. Mereka yang menghadapi ujian seperti saudara kita yang terkena gempa, dilanda banjir dan tanah longsor. Saudara kita yang lain yang berada di negeri-negeri Islam seperti muslim Ghaza Palestine, Iraq, Chechnya, Afghanistan dan yan lainnya. Kegelisahan dan kegamangan merasuki jiwa mereka tatkala meninggalkan amal-amal shaleh, tidak tilawah, tidak sholat berjama’ah dan amal kebaikan yang lain. Oleh karenanya Imam Hasan Al-Bashari – rahimakumullah – berkata:
” تَفقَّدُوْا الْحَلاوَةَ فِي ثلاثةِ أشْياءَ: فِي الصَّلاةِ وفي الذِكْرِ وفِي قِرَاءَةِ القرآنِ…”
“Carilah kebahagiaan dalam tiga hal: dalam sholat, dalam dzikr dan dalam tilawat Al-Quran.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah……
Imam Ibnu Qoyyim – rahimahullah – mengklasifikasikan kebahagian yang mempengaruhi suasana jiwa seseorang menjadi tiga.
Pertama; kebahagian yang berkaitan dengan eksternal. Yaitu bahagia dengan harta yang berada di luar diri manusia. Ia bahagaia ketika mendapatkan kekayaan. Inilah kebahagian yang disebut dengan “ladzdzah wahmiah khayaliah” (kebahagiaan semu). Dan ketika ia bahagia membelanjakan hartanya untuk memenuhi syahwatnya yang dilarang, maka inilah yang disebut “ladzdzah bahimiah” (kebahagiaan dan kenikmatan hewani).
Kedua, kebahagiaan yang berkaitan dengan nikmat badaniah. Bahagia dengan kesehatan yang prima, bahagia dengan kesempurnaan ciptaannnya, bahagia dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya dan nikmat badaniah yang lain. Ini juga termasuk kebahagiaan yang semu. Alangkah indahnya ungkapan penyair Arab:
” يا خادمَ الْجِسْمِ كَمْ تَشْقَى بِخِدْمَتِهِ فأنتَ بِالرُّوْحِ لا بالجسمِ إنسانٌ “
“Wahai pelayan jasad, berapa banyak kamu sengsara dalam melayani. Kamu hanya dengan ruh bukan dengan jasad, disebut manusia.”
Dan – jama’ah rahimakumullah – yang ketiga adalah kebahagiaan yang sebenarnya. Kebahagian dunia akhirat. Kebahagiaan abadi dan hakiki. Kebahagiaan yang kita dambakan semua. Yaitu kebahagiaan yang bersumber dari nilai-nilai ketaatan kepada Allah swt.
Sebab-Sebab Bahagia
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah……..
Untuk menggapai kebahagiaan yang hakiki, kita harus memiliki sebab-sebab yang melahirkan kebahagiaan ini.
Pertama, Keimanan dan Tauhid
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ (125)
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”. Al-An’am:125
Keimanan dan ketauhidan yang mengkristal dalam jiwa seorang muslim merupakan sumber dari segala sumber kebahagiaan. Keiistiqamahan dalam bertauhid akan memberikan energi baru untuk menghadapi segala ragam kehidupan. Ia tidak akan pernah takut dan bersedih dalam menjalani kehidupan dalam kondisi apupun. Baik dalam kondisi lapang maupun kondisi dan situasi yang sempit. Maka ia tetap eksis dalam menjalani kehidupan dengan kekuatan iman ini.
Kedua, Tazkiatun Nafs (mensucikan diri)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Salah satu sebab yang bisa mendatangkan kebahagiaan seseorang dalam hidup ini adalah kesuciaan jiwa. Jiwa yang suci akan mendatangkan banyak manfaat dan kebaikan dalam kehidupan seseorang di dunia maupun di akhirat. Karena pangkal kebaikan diri seseorang, keluarga, masyarakat dan bahkan bangsa diawali dengan kebaikan jiwa seseorang. Manusia yang memiliki jiwa yang suci nan sehat akan senantia komitmen dengan nilai-nilai kebaikan. Oleh karenanya Allah swt. berfirman: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Asy-Syamsy: 8-10
Rasulullah Saw bersabda: “…Ketauhilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuhpun baik, dan jika ia rusak, seluruh tubuh pun rusak. Ketauhilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Bukhari Muslim)
Ibnu Rajab berkata: “Hati yang baik adalah yang terbebas dari segala penyakit hati dan berbagai perkara yang dibenci, hati yang penuh kecintaan dan rasa takut kepada Allah, dan rasa takut berjauhan dari Allah swt.”
Ketiga, Sholat
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Sebab kebahagiaan yang lain adalah sholat. Karena sholat adalah cahaya, ketenangan dan ketentraman dalam jiwa kita. Sholat juga penghubung antara Allah dan hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan sholat mereka menemukan ketenangan dan kebahagiaan. Bahkan dalam menghadapi musibah pun diperintahkan untuk sholat. Allah berfirman: “Dan memohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan kesabaran dan sholat…” Al-Baqarah : 45
Rasulullah bersabda: “Dijadikan ketenanganku di dalam sholat,” dan apabila mendapatkan kesulitan, beliau berkata kepada Bilal,” Wahai Bilal, qamatlah! Agar dengan sholat tersebut kami tenang.” (Imam Abu Dawud)
Keempat, Ridho dan Qona’ah
Ridho dan qana’ah merupakan akhlak mulya yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Karena ridho dan qana’ah adalah bentuk ketulusan, keikhlasan dan ketundukan seorang hamba dalam menerima hasil akhir dari amal usaha. Dengan ridho, manusia akan menerima segala keputusan yang telah digariskan oleh Allah. Baik yang berkaitan dengan dirinya, keluarga maupun harapan-harapan lain yang sangat dicita-citakan dalam kehidupannya. Kekuatan ridho dan qana’ah akan membendung keputusasaan dan kesedihan yang akan masuk dalam ruang kepribadian kita. Allah swt. berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” Al-Hadiid: 22-23
Kelima, Dzikir
Seorang mukmin sangat memerlukan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Karena itu, ia perlu memperbanyak dzikir kepada Allah, agar senantiasa berhubungan dengan Allah, bersandar kepada-Nya, memohon pertolongan dan ampunannya. Dengan senantiasa berdzikir kepada Allah dalam kondisi apapun, manusia akan merasa tentram, tidak ada rasa takut, tidak ada rasa khawatir dan kesedihan dalam jiwanya. Oleh karenanya Allah berfirman: “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Ar-Ra’du: 28
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Semoga dengan sentuhan ayat-ayat Allah swt. dan hadits Nabawiah kita semua bisa melakukan perbaikan diri kita dalam kehidupan yang fana ini. Agar kita mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Dan semoga kita dijadikan oleh Allah swt. hamba-hamba-Nya yang sholeh, model-model muslim yang ideal nan mempesona. Aamiin Yaa Mujiibassaa’iliin.
بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكرالحكيم فاستغفروا الله فإنه هو الغفور الرحيم

الحمد لله الذي لم يُخلَقِ الجنُّ والإنسُ إلا ليعبدوه، ولا أسبغ عليهم نعمه إلا ليُحمَدوه، ولا أُنزِل عليهم كتُبُه وأُرسِل إليهم رُسلُه إلا ليُعْرَفوه. أحمده سبحانه حمدَ عبدٍ يخاف منه ويرجوه. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، لا يسئل عما يفعل ويسأل خلقه عما فعلوه. وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله الذي دعا أمته إلى التوحيد وأوصاهم بأن يخافوا الله ويتقوه، اللهم صل على عبدك ورسولك محمد وآله وأصحابه الذين آزروه ونصروه. وسلم تسليمًا كثيرًا. أما بعد: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ .
dakwatuna.com - Saudara muslim mukmin jama’ah jum’at rohimakumullah.
Bila Anda melihat tayangan TV, Anda akan sering mendapat ajakan untuk mengirim SMS tentang ramalan nasib masa depan Anda.
Bila Anda baca Koran, di kolom iklan Anda akan sering dapati ajakan untuk menyelesaikan berbagai problem melalui para normal atau dukun.
Dan bila Anda amati kehidupan di tengan masyarakat maka Anda sering mendapati penyakit TBC aqidah yaitu tahayyul dengan hal-hal yang mistik, bid’ah dan khurafat.
Itulah sederet fenomena keganjilan keyakinan yang ada di tengah masyarakat muslim dimana kita berada didalamnya.
Jama’ah jumat rohimakumullah
Lalu adakah yang salah dengan semua fenomena itu?
Dengarkanlah firman Allah swt.,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Al An am:82
Dua jaminan dari Allah swt. kepada orang-orang yang beriman dan juga kepada masyarakat muslim atau bahkan kepada ummat manusia.
Pertama : jaminan keamanan dan stabilitas. Rasa aman dan stabilitas yang sangat di dambakan oleh setiap orang adalah aman secara ekonomi dan aman secara politik. Rasa aman secara fisik atau psikis.
Kedua : jaminan petunjuk, dan tidak ada kebahagiaan yang paling didambakan oleh seorang hamba
selain ia mendapat petunjuk. Petunjuk dari kesesatan, petunjuk jalan keluar dari berbagai problematika dan kesusahan.
Tapi dengan syarat “وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ “tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), atau dengan kata lain kesucian aqidah ummat terjaga.
Ikhwatal iman, jama’ah jum’ah rahimakumullah
Di sinilah perjuangan Rasulullah saw. selama 23 tahun, juga Nabi Ibrahim As dan seluruh para anbiya’. Karena bila kemurnian aqidah ini tidak terjaga, dampaknya sangat fatal. Dalam hadits Qudsi, Rasulullah saw. meriwayatkan, Allah Azza wajalla berfirman, dalam sanad yang shohih:
تَرَكْتُ وَشِرْكَكُمْ
“Aku biarkan kalian dengan apa yang kalian persekutukan dengan-Ku.”
Apakah problem yang mendera ummat saat ini…. yang tak kunjung terselesaikan, datang silih berganti, dari masalah ke masalah, disebabkan karena banyaknya fenomena kesyirikan yang di lakukan oleh sebahagian kita?
Jawabanya adalah mungkin. Sebab kalau kita runut kehancuran umat terdahulu adalah manakala mereka secara keyakinan tidak mau percaya dengan kebenaran yang di sampaikan oleh para Nabi yang di utus Allah swt di tengah mereka, dan secara perilaku mereka bahkan memusuhi kebenaran itu;
فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُواْ يَفْسُقُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang dzalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” Al A’rof:165
Saudaraku jama’ah jum’ah
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk membentengi aqidah kita dari segala bentuk kesyirikan?
1. Fahamilah janji Allah swt. bagi orang yang bersih aqidahnya.
2. Fahamilah bahaya syirik
3. Kokohkan iman kita dengan amal sholeh
4. Tambah terus pengetahuan keislaman kita, karena sebagaimana kita berfikir, itulah cara hidup kita. Kalau apa yang ada di fikiran kita jernih maka hidup kita bersih, sebaliknya bila yang ada di fikiran kita adalah hal-hal yang mistik maka pola hidup kita juga bersifat mistis.
Ma’asyirol muslimin
Demikianlah pengingat singkat ini khatib sampaikan, semoga kita senantiasa mampu menjaga kesucian aqidah kita. Amin
بارك الله لي ولكم في القرأن العظيم, ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم, وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله. والحمد لله حمدا الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. أما بعد..فيأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل وتمسك بهذا الدين تمسكا قويا والاستقامة في سبيله حتى يأتينا اليقين.

الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)
فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (10) مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (11) أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (12) وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16)


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Tidak terasa bahwa kita sudah berada di bulan Rajab yang mulia, berarti beberapa bulan ke depan kita akan bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah, Ramadhan Al-Mubarak. Di mulai dari bulan Rajab inilah Rasulullah mempersiapkan diri dan keluarganya untuk menyambut kedatangan tamu agung Ramadhan dengan berbagai persiapan istimewa demi menggapai kesempurnaan dan kebaikan Allah swt. yang berlimpah ruah. Dengan berdoa: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami berjumpa dengan bulan Ramadhan.”

Salah satu peristiwa besar yang hanya terjadi sekali seumur kehidupan manusia adalah peristiwa isra dan mi’raj Rasulullah saw. Isra’ berarti perjalanan Rasulullah di malam hari dari Masjdil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan mi’raj berarti dinaikannya Rasulullah menghadap Allah di sidratil muntaha.

Peristiwa yang maha agung ini menunjukkan keagungan Rasul yang terpilih untuk menjadi subjek dalam peristiwa ini. Dalam beberapa riwayat, Rasuullah bahkan menjadi imam sholat bagi seluruh para nabi sebelumnya. Keagungan Rasul ini tentu menjadi kebanggaan dan kebahagian kita selaku umatnya dengan tetap mempertahankan dan memelihara kemuliaan tersebut dalam kehidupan kita. Jika tidak, maka berarti kita telah mengotori kemuliaan tersebut. Apalagi dengan sengaja menyalahi aturan dan sunnahnya. Na’udzu biLlah.

Peristiwa isra’ dan mi’raj diabadikan oleh Al-Qur’an dalam surah yang dinamakan dengan peristiwa tersebut, yaitu surah Al-Isra’. Bahkan peristiwa inilah yang mengawali surah ini. Simaklah firman Allah swt.:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Isra': 1).

Dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa Rasulullah senantiasa membaca surah ini bersama surah Az-Zumar pada malam hari.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sudut pandang tentang isra’ dan mi’raj memang bisa beragam; dari kacamata akidah, isra mi’raj mengajarkan tentang kekuasaan Allah swt. yang tidak terhingga.
Dari sudut pandang sains, mengajarkan bagaimana dunia keilmuan masih menyisakan teori ilmiah yang belum terkuak. Benarkan pernyataan tulus para malaikat Allah swt: “Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (2:32).

Dari sudut pandang moralitas, peristiwa ini mengajarkan bagaimana adab dan akhlak seorang hamba kepada Khaliqnya. Sungguh beragamnya sudut pandang ini menunjukkan keagungan peristiwa yang hanya sekali terjadi sepanjang kehidupan manusia, dan hanya terjadi kepada seorang insan pilihan, Rasulullah saw.

Sayyid Quthb menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isra ini dengan menyebutkan bahwa ungkapan tasbih yang mengawali peristiwa ini menujukkan keagungannya, karena tasbih diucapkan manakala menyaksikan atau melihat sesuatu yang luar bisa yang hanya mampu dilakukan oleh Dzat yang Maha Kuasa. Sedangkan lafadz “bi’abdihi” adalah untuk mengingatkan status manusia (Rasulullah) dengan anugerahnya yang bisa mencapai maqam tertinggi sidratul muntaha, agar ia tetap sadar akan kedudukanya sebagai manusia meskipun dengan penghargaan dan kedudukan yang tertinggi sekalipun yang tidak akan pernah dicapai oleh seluruh manusia sampai hari kiamat.

Allah swt. memilih perjalanan isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah karena ada ikatan ideologis yang sangat erat; antara akidah Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad saw. Disamping ikatan kemasjidan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dalam konteks keutamaannya. Rasulullah mengingatkan:

“Tidak dianjurkan mengadakan perjalanan kecuali menuju tiga masjid; Masjid Haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Aqsha di Palestina.” (Bukhari).

Ini juga untuk mengingatkan umat Islam semua bahwa hubungan ideologis antara seluruh umat Islam dengan Palestina tidak boleh padam dan harus terus diperjuangkan.
بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم و نستغفر الله فإنه غفور رحيم

الحمد لله العزيز الغفار، العلي الجبار، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وعد التائبين بالسعادة بالجنة والسلامة من النار، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوث لإنقاذ البشرية من الشقاء في الدنيا وفي دار القرار.
اللهم صل وسلم وبارك وأنعم على  سيد المستغفرين بالأسحار، وعلى آله وأصحابه الأخيار وعلى التابعين لهم بإحسان ما بقي الليل والنهار. أما بعد:
فاتَّقوا الله ـ عبادَ الله ـ حقَّ التقوى، وراقبوه في السرِّ والنجوَى

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita kuatkan iman kita kepada Allah swt. dan kita tingkatkan taqwa kita kepada-Nya. Hanya dengan iman yang benar dan taqwa yang sebenarnya kita akan meraih ketentraman diri, keberkahan hidup dan rasa aman akan mewujud di tengah-tengah masyarakat. Allah swt. berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (96) أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ (98) أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ (99)

Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
97. Maka Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?
98. atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?
99. Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Qs. Al-A’raf:96-99
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Rasa aman dan terhindar dari bahaya itulah yang sekarang dibutuhkan negeri ini. Betapa tidak, hampir setiap saat, kita dikagetkan dengan berbagai macam bencana dan musibah, tak ada ujungnya. Bencana ada di sekitar kita, lebih-lebih di bulan ini, mulai dari banjir lumpur Warior, tsunami Mentawai dan gunung Merapi, bahkan gempa bumi setiap hari. Ratusan jiwa meninggal.

Ayat-ayat di atas menginformasikan syarat meraih keberkahan hidup dan sekaligus syarat terhindar dari bencana.
Jikalau sekiranya penduduk suatu kampung atau negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, …”
Langit bukan menurunkan hujan yang membawa mala petaka banjir sebagaimana yang terjadi di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya pada pekan lalu. Rumah-rumah terendam banjir, macet di mana-mana, bahkan menyeret korban seorang mahasiswi yang mencoba menghindari banjir malah terseret air di gorong-gorong terbawa arus air sampai puluhan kilo meter dan meninggal dunia…

Bumi bukan memuntahkan awan panas yang melelehkan kulit karena panasnya sampai lebih dari 600 derajat celcius… bumi bukan lari-lari atau bergoyang atau gempa, yang hari-hari ini terjadi di banyak tempat, di Maluku, Sulawesi, Lampung, Sumatera…
Laut bukan memuntahkan gelombang setinggi 8 meter yang menghanyutkan semua yang dilaluinya… tsunami menggulung semua yang diterjangnya, kecuali masjid tempat bersujud hamab-hamba Allah swt.

Bencana ada di sekitar kita, kebakaran di mana-mana, letusan tabung gas masih menelan korban… rasa aman tercerabut dari lingkungan kita.
Bencana itu karena sikap manusia yang mendustakan firman-firman Allah, tidak mempercayai aturan dan syariat Allah dan tidak melaksanakannya. “tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Kehidupan ini ada pada Genggaman Allah swt. Dialah Dzat Pencipta, Pengatur alam mayapada ini. Dengan sangat mudah Allah swt. menunjukkan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Allah swt. tinggal berucap “Kun! fayakun”. Ketika Allah swt. sudah menunjukkan kekuatan dan kekuasan-Nya, tidak ada yang dapat menolak dan menghindarinya. Tidak ada rasa aman dari makar Allah, dari murka dan bencana-Nya. “Maka Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? sebagaimana yang terjadi di Mentawai…

Atau Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalan naik ketika mereka sedang bermain? sebagaimana yang terjadi di Wasior atau juga yang terjadi di sekitar gunung Merapi –yang bahkan terjadi pada siang dan malam hari-…

Tidak ada tempat untuk lari dari makar Allah. Manusia dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya bahkan teknologi yang dikuasainya tidak mampu menghindar dari bencana yang terjadi.

Kita dengar dan lihat ketika teknologi manusia mengatakan wilayah aman dari bencana awan panas merapi berjarak 10KM, kemudian direvisi lagi 15KM… jarak itupun tidak aman, bahkan puluhan meninggal karena berada di sekitar diradius itu… terkena awan panas, semua hangus terbakar, binatang, pohon-pohon, bangunan-bangunan dan semua yang dilewati awan panas. Kemudian direvisi lagi, jarak aman berada di radius 20KM dari puncak gunung merapi. “Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30)
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).Syuro/42:30

( ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ) [الروم: 41]
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).QS. Rum/30:41

Kembali kepada Allah
Umat manusia harus sadar, segera kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya. Allah swt. berfirman:
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ
Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah.” QS. Adz-Dzariat:50
وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“Dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku). QS. Thaaha:84
حم (1) تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (2) غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِلَيْهِ الْمَصِيرُ (3)
1. Haa Miim.
2. diturunkan kitab ini (Al Quran) dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui,
3. yang mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya. yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk). QS. Ghafir/Mukmin/40:1-3

Dalam ayat ini Allah swt menunjukkan kasih-sayang-Nya jauh lebih besar dibanding murka-Nya. Coba kita lihat, Allah hanya menyebut sekli murkaNya “Syadidil ‘iqabi” di antara tiga Sifat kasih-sayang Allah, yaitu Maha Pengampun, Penerima taubat hamba-hamba-Nya dan yang banyak karunia-Nya.

Iman, Amanah dan Aman
Selanjutnya umat manusia harus membuktikan iman dan taqwa dengan sebenarnya. Iman bahwa bahwa dibalik kehidupan ini ada yang mengatur dan memiliki segalanya. Dialah Allah ‘Azza wa Jalla. Aturan-aturan-Nya harus diikuti. Hukum alam-Nya harus dijaga. Iman bahwa janji Allah pasti benar.

Kata iman, amanah dan aman adalah berasal dari satu akar kata dari Bahasa Arab. Iman di atas diimplementasikan dalam menjalankan amanah yang diembannya. Siapapun kita, apapun profesinya pasti mengemban amanah ini.
Sebagai seorang ayah dalam keluarga atau sebagai kepala rumah tangga yang diamanahi anak dan istri hendaknya melaksanakan amanah itu dengan sejujurnya.
Sebagai profesional atau pekerja, hendaknya melaksanakan amanah yang dijalaninya dengan sebenarnya.
Sebagai dosen atau mahasiswa atau pelajar, hendaknya menjalankan amanah keilmuan dengan sejujurnya.
Sebagai public figur hendaknya menggunakan amanah dan titipan popularitas dengan bertanggungjawab.
Sebagai pegiat media massa, harus menjalankan amanah profesi dengan jujur dan bertanggungjawab.
Sebagai wakil rakyat harus menggunakan amanah yang diembannya dengan jujur dan bertanggungjawab, juga sebagai teladan dalam kebaikan.
Sebagai pemimpin, dalam ragam level, mulai dari ketua RT, RW, lurah, camat, bupati, wali kota, gubenur bahkan presiden sekalipun hendaknya menjalankan amanah kepemimpinannya dengan serius dan bertanggungjawab, juga sebagai teladan dalam setiap kebaikan.
Sebagai apapun kita, amanah itu melekat dalam diri kita.
كُلُّكُمْ رَاعٍ ومَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ ، ومَسْئُولٌ عَنْهُمْ ، وَامْرَأَةُ الرَّجُلِ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُ ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ، أَلا كُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ .

Rasulullah saw. bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang pejabat yang mengurus rakyatnya adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya. Laki-laki adalah pemimpin di rumah tangganya, dan ia bertanggungjawab atasnya. Perempuan atau seorang  istri  adalah pemelihara di rumah suaminya, ia dimintai pertanggungjawaban atasnya. Seorang budak adalah penjaga harta tuannya, ia dimintai tanggungjawab atasnya. Ingatlah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian dimintai tanggungjawab atas yang dipimpinnya.” Hadits Sahish riwayat Ibnu Hibban, bab Khilafah dan Imarah, jilid 18, halaman 480.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (91)
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
91. dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” An-Nahl:90-91
Rasulullah saw. bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ غَاشًّا لِرَعِيَّتِهِ إِلا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ”
“Tiada seorang hamba yang Allah beri amanah mengurus rakyat, ia meninggal dalam keadaan menipu terhadap rakyatnya, kecuali Allah haramkan baginya masuk surga. Muttafaqun alaih
Ketika iman sudah benar, yaitu dengan dijalankannya amanah masing-masing, maka secara otomatis rasa aman akan mewujud. Allah swt. berfirman:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (82)
82. orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.QS. Al-An’am:82
Yang kedua adalah taqwa yang sejujurnya, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya sesuai dengan kemampuan kita. Sejujur taqwa dengan meninggalkan seluruh larangan-larangan-Nya, sekecil apapun itu, karena hanya akan membawa petaka dan mengundang bencana.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم؛ واستغفروا الله إنه هو الغفور الرحيم

الحمدُ للهِ الذِي أَلَّفَ بيْنَ قُلُوبِ المؤمنينَ، وجمَعَ رأْيَهُمْ علَى كَلِمَتَيْ الحقِّ والدِّينِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سيدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ ، وصفِيُّهُ مِنْ خلقِهِ وخليلُهُ
فاللَّهُمَّ صَلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سيدِنَا محمدٍ وعلَى آلِهِ وصحبِهِ أجمعينَ ومَنْ تَبِعَهُمْ بإحسانٍ إلَى يومِ الدِّينِ.
أَمَّا بعدُ: فأُوصيكُمْ عبادَ اللهِ ونفسِي بتقوَى اللهِ تعالَى، قالَ اللهُ عزَّ وجلَّ
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢١٥)
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Pembenahan akhlak merupakan misi kenabian dari Nabi Muhammad Saw., seperti deklarasinya pada salah satu haditsnya: Innama bu’isttu li utammima makarimal akhlaq (sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia). Untuk itu akan kita temukan kemuliaan akhlak itu pada berbagai cerita Nabi dan para sahabatnya. Seperti pada kisah berikut ini:

Pada suatu hari Abu Bakar RA dan Ali bin Abi Thalib RA pergi berkunjung ke rumah Rasulullah Saw… Setibanya di depan pintu rumah nabi, satu sama lain saling mendorong rekannya untuk masuk terlebih dahulu.

Abu Bakar: Kamu duluan, ya Ali!
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakr, sedang Rasulullah sendiri pernah bersabda tentang mu: “Belum pernah matahari terbit atau terbenam atas seseorang sesudah para nabi, lebih utama dari Abu Bakar.”
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah juga pernah bersabda tentangmu: “Aku telah menikahkan wanita terbaik kepada lelaki terbaik, aku nikahkan putriku Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib.”
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakar, sedang Nabi Saw pernah bersabda: “Kalau iman umat ini ditimbang dengan iman Abu Bakar, tentu akan berat timbangan iman Abu Bakar.”
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah Saw pernah bersabda tentangmu: “Dikumpulkan Ali bin Abi Thalib di Mahsyar pada hari Kiamat kelak dengan berkendaraan bersama Fatimah, Hasan dan Husain, lalu orang-orang bertanya-tanya, “Nabi siapa gerangan itu?” Lalu ada yang menjawab, “ia bukan nabi, tetapi Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.”
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakar, sedang Rasulullah Saw pernah bersabda tentang engkau: “Kalau aku harus mempunyai kekasih selain dari Rabbku, tentu aku akan memilih Abu Bakar sebagai kekasihku.”
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah Saw pernah bersabda: “Pada hari kiamat aku bersama Ali, lalu Allah berfirman kepadaku: “Wahai kekasihku, aku telah pilihkan untukmu, Ibrahim al-Khalil sebagai ayah terbaikmu, dan Aku telah pilihkan untuk Ali sebagai saudara dan sahabat terbaikmu.”
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakar, sedang Allah Ta’ala pernah berfirman tentangmu: “Dan orang yang datang membawa kebenaran dan orang yang membenarkannya, mereka itu adalah orang-orang yang bertaqwa (QS. Az-Zumar: 33)
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali sedang Allah Ta’ala juga telah mengisyaratkan mu dalam firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari kerelaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)

Pada waktu keduanya sedang asyik memperbincangkan keutamaan sahabatnya, Jibril datang berkunjung kepada Rasulullah Saw, seraya berkata: “Ya Rasulullah, di luar sana ada Abu Bakar dan Ali hendak menemuimu. Pergilah, sambutlah keduanya!”

Maka Rasulullah Saw segera bangkit dari duduknya, menyambut mesra dan mempersilakan masuk kedua sahabatnya yang mulia. Beliau Saw menempatkan Abu Bakar di sebelah kanannya dan Ali di sebelah kirinya, seraya berkata kepada mereka, 

“Demikianlah kami kelak dibangkitkan di hari Kiamat.”
Akhlak mereka itu persis dengan ayat Allah yang berbunyi:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢١٥)

Dan rendahkanlah sayapmu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. (QS. Asy-Syu’ara: 215)

Rendahkanlah sayapmu ini berkonotasi agar Rasulullah Saw. Rendah hati atau tawadhu bila berhadapan dan berinteraksi dengan para sahabatnya. Dan kerendahhatian Rasulullah Saw. Ini ditiru oleh para sahabat kemudian, maka terbacalah oleh kita sekarang tentang sifat dasar pengikut Nabi Muhammad Saw. Dari kurun ke kurun, generasi ke generasi. Allah mengingatkan kita bahwa generasi pengganti yang akan berperan kemudian setelah habis masa peran orang-orang yang keluar dari ajaran-Nya, memiliki sifat tawadhu, lemah lembut seperti dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (٥٤)

Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan sebuah kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Maidah: 54)

Hadirin Jamaah Jumat yang mencari ridha Allah,
Untuk itu, alangkah eloknya bila kita sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw. Yang tawadhu, berhias diri juga dengan sikap tawadhu, terutama dengan sesama umat Sayyidina Muhammad Saw. Sehingga akan tampak pemandangan sosial yang indah di antara sesama muslim, saling menghargai, tidak saling merendahkan, saling menutupi, tidak saling menelanjangi, saling memuji, tidak saling mencela. Energi kita pun tidak digunakan untuk mencari cacat saudara, tetapi kita gunakan untuk mengerahkan potensi kita agar berdaya guna hidup di tengah-tengah masyarakat.

Namun perlu diingat, rendah hati ini jangan sampai masuk ke derajat rendah diri. Karena rendah hati akan berdampak positif, sementara rendah diri akan berdampak negatif. Rendah hati adalah sebuah keutamaan, sedangkan rendah diri adalah kehinaan. Rendah hati akan memacu jiwa pemiliknya untuk terus bertanding, sedangkan rendah diri akan meracuni pemiliknya untuk tidak ikut bertanding, mereka kalah sebelum berperang. Rendah hati adalah obat kesombongan, sedangkan rendah diri adalah penyakit, yang sementara ini menggerogoti jiwa umat Nabi Muhammad Saw.

Semoga saja kita termasuk orang yang rendah hati yang tidak rendah diri. Amin ya Rabbal ‘alamin.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (٦٣)

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. Al-Furqan: 63)

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, alhamdulillah, sebagai warga negara yang baik, yang berusaha mengamalkan ketaatan kepada ulil amri, kita semua telah menyampaikan aspirasi masing-masing secara langsung-umum-bebas-rahasia. Apapun pilihan akhir masing-masing, tentunya adalah hak masing-masing. Tidak untuk dibahas dan diperdebatkan. Namun, kita wajib bersyukur bahwa prosesi itu telah berlangsung dengan baik dengan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah pada khususnya. Semoga Allah Swt menghindarkan diri kita semuanya, daripada pribadi-pribadi yang selama proses menuju pilihan akhir adalah pribadi yang tidak menerima money politics dari siapapun. Karena selain tidak jelasnya sumber dana-dana mereka dan membuat kita tidak lagi independen dari pemikiran asli. Namun bukankah satu suara umat Islam begitu mahal nilainya di hadapan Allah Swt? Karena satu suara itu lahir dari sebuah proses berpikir secara mendalam untuk kemudian lahir menjadi sebuah keputusan individu, terlebih sebuah keputusan untuk memilih wakil manusia yang akan memberi warna kepada  materi undang-undang negara kita. Apakah isi dari materi Undang-undang lima tahun ke depan akan lebih bercorak kepada liberalisme, pluralisme, komunisme, sosialisme? Ataukah ia lebih bercorak kepada semangat keberagamaan selain Islam? Ataukah ia lebih bercorak kepada semangat berIslam yang menyimpang bahkan sesat seperti Syi’ah, Ahmadiyah, dan aliran sesat lainnya? Ataukah ia lebih bercorak kepada semangat Islam yang kaffah, semangat Islam yang syamil mutakammil, semangat Islam yang  yang berusaha menegakkan tujuan Syari’at Islam (Maqashid al-Syari’ah) sebagaimana telah ditulis secara detail oleh seorang ahli ushul fikih bermadzhab Maliki dari Granada (Spanyol), yaitu Imam al-Syatibi (w. 790 H).

Sesungguhnya, konsep tentang tujuan Syari’at Islam telah dimulai pada masa Imam Haramain, al-Juwaini dan Imam al-Ghazali. Namun kemudian disusun secara sistimatis oleh al-Imam asy-Syatibi dalam kitabnya yang terkenal, al-Muwwafaqat fi Ushul al-Ahkam, juz II, yang beliau namakan kitab al-Maqashid. Menurut al-Syatibi, pada dasarnya syariat ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashalih al-‘ibad), baik di dunia maupun di akhirat. Diantara tujuan yang bersifat dharuriyat beliau jelaskan lebih rinci mencakup lima tujuan, yaitu : (1) menjaga agama (hifzh ad-din); (2) menjaga jiwa (hifzh an-nafs); (3) menjaga akal (hifzh al-‘aql); (4) menjaga keturunan (hifzh an-nasl); (5) menjaga harta (hifzh al-mal). Maka apapun Undang-undang yang akan terlahir dari para wakil rakyat adalah bergantung kepada worldview apa, cara pandang apa, yang bersemayam di dalam setiap qalbu mereka. Karena demikianlah satu sisi kelemahan sistem demokrasi tatkala satu orang ulama sama suaranya dengan satu orang jahil.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّت

“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.” (Muttafaqun alaihi)

Maka posisikanlah diri kita semuanya dengan cara berpikir  seorang pemimpin. Yang senantiasa menimbang-nimbang antara pertimbangan kebaikan dan keburukan, dampak baik dan dampak buruk, menjauhkan diri dari dorongan hawa nafsu setan, menjadikan segala urusan pemimpin dikembalikan kepada al-Qur’an al-Karim, panduan hidup utama umat Islam. Jangan tinggalkan al-Qur’an hanya untuk dibaca di masjid. Jadikan ia referensi dan sumber motivasi gerak dan keputusan kita. Mulai dari keputusan-keputusan yang kita buat dalam memimpin diri ini dalam kehidupan, dalam memimpin keluarga, dalam kebersamaan kita menegakkan Syariat Islam di negeri kita. Karena semua keputusan hidup kita adalah sebuah pilihan, dan Allah Swt akan meminta pertanggungjawaban kita. Apa landasan berpikir kita dalam membuat keputusan? Bagaimana proses keputusan yang kita jalankan? Apakah kita melibatkan Allah swt dalam keputusan yang kita ambil?

Jauhkanlah diri kita dari segala bentuk fanatik terhadap -isme kecuali Islam. Karena semua -isme adalah produk manusia. Sementara Islam telah terhidang di hadapan. Jauhkan  diri kita dari segala bentuk fanatik terhadap figur ataupun tokoh. Karena figur dan tokoh tidak abadi dan bisa menyimpang. Sementara ideologi akan tetap hidup. Jauhkan pula diri kita dari segala bentuk fanatik terhadap golongan, kesukuan, nasab. Karena Islam mengawali kelahirannya untuk menghapus segala bentuk kefanatikan hina seperti itu dan menggantikannya dengan amal unggulan. Ingatkah kita akan pesan Nabi saw,

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi).

Kuatkanlah referensi berfikir kita dengan as-Sunnah yang mulia, dan kemudian fatwa para sahabat Nabi saw., dan kemudian ra’yu yang di dalamnya terdapat qiyas, ijma’ para ‘ulama, mashalih mursalah, dan sadduz dzarii’ah.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu telah meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الإِمَامُ العَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يَفْطُرَ وَدَعْوَةُ المَظْلُوْمِ.

“Tiga doa yang tidak tertolak: Doa pemimpin yang adil, orang yang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang dizhalimi” [HR. Tirmidzi dan Ibn Majah]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ  وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ  وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ حُسْنٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ  وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: (1) Seorang imam yang adil (2) Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Allah. (3) Seorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid. (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah. (6) Lelaki yang diajak seorang wanita yang cantik dan terpandang untuk berzina lantas ia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”. (5) Seorang yang menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (6) Seorang yang berdzikir kepada Allah seorang diri hingga menetes air matanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Maka iman kita mengatakan bahwa imam yang ‘adil adalah imam yang muslim dan imam yang menegakkan amanahnya di atas tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena hanya dengan syarat inilah sebuah do’a dikabulkan Allah. Kita berlindung kepada Allah Swt dari hadirnya pemimpin sebagaimana ramalan Rasulullah saw,

يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى  وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ

Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“ (HR. Muslim)

Akhirul kalam, berpikir adalah satu pekerjaan kaum muslimin. Untuk itulah Allah senantiasa mengulang-ulang perintah-Nya untuk berpikir, dan memberikan pujian dan balasan terbaik kepadanya.

Sebagai penutup khutbah ini, khatib berwasiat untuk khatib pribadi dan kita semuanya, bahwa hakikat memilih wakil rakyat dengan amanah membuat UU untuk keadilan dan kesejahteraan telah kita tunaikan. Yakinlah bahwa Allah swt akan meminta pertanggungjawaban akan upaya sungguh-sungguh kita dalam berfikir secara mendalam untuk memilih wakil rakyat tersebut dalam konteks meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini, dan akan hadir dalam waktu dekat ini masa bagi kita untuk kembali berfikir secara mendalam untuk menemukan pemimpin yang ideal, yang menggabungkan kepakaran ulama dan keutamaan jiwa kepemimpinan untuk menegakkan UU yang telah dibuat para wakil rakyat yang mendukung kelestarian dan tegaknya Syariat Islam.

Gunakanlah alat dan metodologi berpikir yang telah diwariskan oleh figur terbaik yang memang layak diberikan sikap fanantik kita kepadanya, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalaupun pemimpin yang ideal itu belum ada dan masih sulit ditemukan, maka minimal pilihan kita jatuh kepada pemimpin yang memiliki tauhid yang lurus, mencintai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak menjadi musuh bagi tegaknya syariat Islam. Agar tatkala ia berdo’a untuk menjadikan negeri ini negeri baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, Allah segera mengabulkannya, diiringi do’a kita kepada pemimpin tersebut sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ  عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ  كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang memiliki tugas mengaminkan do’anya kepada saudarany, pen). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang sama dengannya.” (HR. Muslim)

كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

“Bagaimanapun keadaan rakyat, maka begitulah keadaan pemimpin kalian.”, sebuah ungkapan yang juga dijadikan judul sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhani al-Jazairi.

Rakyat yang shalih akan melahirkan pemimpin yang shalih. Rakyat yang senang mendo’akan kebaikan untuk pemimpinnya, akan mendapatkan pemimpin yang senang mendo’akan kebaikan untuk rakyatnya. Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

,خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ  وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian pun mendo’akan mereka. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR. Muslim)

Baarakallaahu lakum fil Qur’anil ‘azhim, wa nafa’anii wa iyyaakum bi maa fiihi minal aayaati wadzdzikril hakiim. Fataqabbalallaahu minnaa wa minkum tilaawatahuu innahuu huwassamii’ul ‘aliim.

Aquulu qawli haadza fa astaghfirullaahalii wa lakum, wa li saairil muslimiina wal muslimaat, wal mukminiina wal mukminaat, fastaghfiruuhu innahuu huwal ghafuururrahiim

Hadirin sidang jum’ah -rahimakumullah-

Sejenak kita merenung perjalanan kehidupan umat Islam di bumi nusantara ini. Saat abad pertama hijriyah atau abad tujuh masehi, para pedagang Arab yang terkenal dengan istilah Gujarat memasuki bumi nusantara ini untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Agama Islam dibawa mereka dengan cara damai dan terbuka, Islam rahmatan lilalamin. Masyarakat pribumi terpesona dengan akhlak para pedagang yang sekaligus Dai ilallah. Mereka masuk Islam dengan suka rela, padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Tuhan, menyembah roh, bebatuan, pepohonan. Agama nenek moyang kita dahulu dinamakan animisme dan dinamisme.

Dakwah Islam itu dilanjutkan oleh para auliyaaullah atau Wali Songo. Terutama di kawasan Jawa. Perlahan Islam dianut oleh masyarakat di seluruh nusantara. Sampai akhirnya Islam menjadi agama mayoritas di negeri ini. Bahkan saat kolonialisme Barat menyerbu bumi nusantara, para pahlawan muslim-lah yang membebaskan negeri ini dari penjajahan dengan pekikan lantang Takbir, Allaaahu Akbar.

Islam masuk bumi nusantara ini berkat sentuhan para Dai ilallah, dilanjutkan oleh para Wali Songo, dimerdekakan oleh para pahlawan muslim. Sampai hari ini faktanya Indonesia menjadi Negara berpenduduk Muslim terbesar di seluruh dunia.

Melanjutkan Perjuangan Pendahulu
Hadirin sidang jum’ah -rahimakumullah-
Alhamdulillah, Indonesia sudah merdeka secara fisik. Hampir 68 tahun kita sudah memperingati kemerdekaan tersebut. Namun, jika kita mau terbuka, ternyata kita belum merdeka secara hakiki. Kita belum merdeka secara ekonomi, pendidikan, politik, sosial, dan budaya. Ekonomi kita masih dikuasai pihak Asing, kekayaan alam kita masih dinikmati pihak Asing. Pendidikan kita masih tambal sulam dan mahal, bahkan ada lembaga pendidikan Asing yang tidak bisa disentuh oleh pemerintahan kita meski terjadi banyak pelecehan seksual terhadap anak-anak. Secara politik, Indonesia masih belum mandiri dan masih disetir pihak Asing (lihatlah bagaimana kepentingan Asing itu mendekati capres sekarang ini). Secara sosial di negeri ini masih terjadi ketimpangan juga tindak pidana narkoba, sangat mengerikan. Keamanan sekarang ini pada titik nadir, banyak kriminalitas di sekitar kita. Secara budaya, kita di jajah oleh budaya Barat yang mempertontonkan kehidupan materialisme dan hedonisme atau serba boleh.

Tanggung jawab kita sebagai Muslim sekarang ini adalah melanjutkan dakwah para pendahulu kita, agar negeri ini menjadi merdeka secara hakiki. Merdeka secara hakiki itu berarti masyarakatnya mampu melaksanakan ibadah secara baik, mengenyam kesejahteraan dan kemakmuran, dan mendapatkan jaminan stabilitas keamanan.
Itulah yang dirasakan oleh bangsa Arab sampai saat ini. Allah swt berfirman:

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ ﴿١﴾  إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ ﴿٢﴾  فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَـٰذَا الْبَيْتِ ﴿٣﴾
 الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ ﴿٤﴾

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS. Quraisy:1-4)

Pengalaman khatib saat studi di Mekah selama satu tahun. Di sana pendidikan gratis, fasilitas dipenuhi, bahkan mendapatkan beasiswa bulanan dalam jumlah lumayan besar. Itu bagi mahasiswa asing, bagaimana dengan mahasiswa pribumi, tentu mereka sekolah dan kuliah mendapatkan beasiswa yang besar. Kesehatan di sana gratis dengan fasilitas maju. Infrastruktur bagus; jalanan lebar dan bagus., seperti jalan tol-nya kita bahkan lebih bagus mereka, tapi tak berbayar. Masyarakat mereka sejahtera. Padahal kekayaan mereka hanya minyak. Gunung mereka bebatuan. Tanah mereka tandus. Lautan mereka tidak seberapa.

Menuju Indonesia Berkah
Hadirin sidang jum’ah -rahimakumullah-
Kita bangsa Indonesia ini kaya raya, memiliki segalanya. Tanah kita subur makmur; tongkat dilempar menjadi tanaman. Gunung kita emas, dieksploitasi sampai anak cucu kita tidak akan habis, seperti yang berada di Papua. Gunung kita pepohonan lebat menjulang, itu berarti kertas dan kayu. Itu semua adalah duit. Lautan kita banyak titik minyak juga jutaan spesies ikan. Minyak kita ada sekitar 150 titik dan yang baru dieksplorasi 60-an titik. Jutaan spesies ikan mestinya menjadikan para nelayan sejahtera, bukan setiap hari ikan-ikan kita dicuri oleh Asing dengan kapal-kapal canggih. Indonesia lebih kaya dibandingkan Negara-negara Timur Tengah, karena Allah sengaja menyiapkan bumi ini untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Allah swt. berfirman:

إِنَّ الأَرْضَ لِلّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; diwariskannya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-A’raf:128)

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ

“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh.” (QS. Al-Ambiya’:105)
Bumi nusantara ini dari Sabang sampai Merauke adalah milik Allah, diwariskan bagi hamba-hamba-Nya yang Beriman, Shalih, dan Bertaqwa. Menuju Indonesia yang baldathun  thayyibatun wa Rabbun Ghafuur. Rakyat bisa sekolah dengan gratis sampai perguruan tinggi. Rakyat bisa berobat tanpa dipungut biasa sepeserpun. Rakyat kita menikmati pembangunan fisik dan infrastruktur dengan nyaman. Rakyat kita mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Rakyat kita merasakan keamanan.

Memilih Pemimpin
Hadirin sidang jum’ah -rahimakumullah-
Dalam waktu dekat bangsa Indonesia akan menyelengarakan pemilu presiden, tanggal 9 Juli 2014, saat umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Saat itulah umat Islam wajib menentukan pilihannya sebagai bentuk tanggung jawab dan peran melanjutkan dakwah yang sudah dilakukan oleh para pendahulu kita. Sebab, presiden dengan pemerintahannya akan menentukan nasib umat Islam dan bangsa ini. BBM naik itu tergantung presiden, cabai naik itu tergantung presiden, narkoba dibasmi itu tergantung presiden, perzinahan dibasmi itu tergantung presiden. Pendidikan gratis itu tergantung presiden, kesehatan gratis itu tergantung presiden, infrastruktur bagus itu tergantung presiden. Indonesia maju makmur sejahtera itu tergantung presiden dan tentu pemerintahannya serta didukung parlemen.

Umat Islam harus memilih pemimpin yang baik agamanya, jelas keberpihakannya pada umat Islam, dan didukung oleh ormas dan parpol Islam. Bukan memilih pemimpin yang tidak jelas agamanya, atau kelompok yang jelas-jelas memusuhi umat Islam, seperti mereka yang telah menolak UU Pendidikan, UU Pornografi, UU Jaminan Halal, UU Perbankan Islam dst. umat Islam harus memilih pemimpin yang lebih mendekati pada kriteria kepemimpinan dalam Islam, yaitu Muslim, Mukmin, Shalih, dan Bertaqwa.
Allah swt berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf:96)
Memilih pemimpin tidak sekedar yang Muslim secara KTP saja, karena sepanjang perjalanan kepemimpinan bangsa Indonesia ini selalu dipimpin oleh Muslim, tapi sampai saat ini bangsa ini masih belum sesuai yang diharapkan bersama seperti yang saya uraikan di atas. Karena itu, kita tidak sekedar memilih pemimpin yang Muslim, karena Allah swt pernah menolak klaim orang Arab badui yang mengaku beriman. Allah swt berfirman:

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk´, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat:14)

Semoga umat Islam di Indonesia melek politik. Politik adalah bagian dari agama. Politik bagian dari kehidupan umat Islam, satu kesatuan tidak terpisahkan. Jangankan memilih presiden, makan saja Islam mengaturnya. Jangankan politik, ke WC saja Islam mengaturnya. Jika yang remeh-temeh saja Islam memberi bimbingan, maka hal yang besar dan menentukan nasib jutaan umat manusia, Islam jauh lebih memperhatikan dan memberikan arahannya.

Semoga negeri yang kita cintai ini menjadi negeri “baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur; negeri yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem karto raharjo.” Aamiin
بارك الله لي ولكم في القرأن العظيم, ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم, وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم

Video

[Yours_Label_Name][video]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.