April 2019


Diambil dari Kitab Tanbihul Ghafilin, Bab 71

Al Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir Zaid, katanya : "Pada suatu hari rekanku berlatih memanah, mencariku, katanya, "Kenapa Kau terlambat?" Jawabku, "Ada halangan, lalu ia menawarkan sebuah hadits yang bisa mendorong semangat dalam berlatih memanah, jawabku, baiklah. Katanya Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda "Dengan satu panah sekaligus 3 orang dimasukkan ke dalam surga, yaitu :
1. Orang yang memanah (melepaskan panah);
2. Orang yang memproduk (membuatnya) dengan ikhlas:
3. Orang yang membantu dalam perjuangan itu.

Nabi saw. bersabda, "Belajarlah kamu memanah dan berkendaraan, memanah lebih baik dan lebih kusenangidaripada berkendaraan. Karena setiap permainan itu batil, kecuali 3 macam, yaitu :
1. Belajar melepaskan anak panah (memanah);
2. Berlatih mengendararai kuda (berkendaraan);
3. Bercanda (bergurau) dengan istri.

Kesemua itu adalah termasuk hak (perbuatan baik) di dalam agama.










 





 Di dalam kitabnya, Al-Kamil fi At-Tarikh, Ibnu Atsir menceritakan percakapan Ibnu Samak dengan Harun ar-Rasyid, khalifah Bani Abbas. Suatu ketika, Harun ar-Rasyid merasa haus sekali. Untuk menghilangkan dahaga tersebut, dia memerintahkan Ibnu Samak untuk mengambilkan air minum. Setelah mengambil air minum, Ibnu Samak berkata, “Pelan-pelan. Wahai Amirul Mukminin, demi kedekatanmu dengan Rasulullah, berapakah engkau akan membayar air ini?”

Kemudian Harun menjawab, akan membelinya dengan separuh kerajaannya. Ibnu Samak berkata, “Kalau begitu, minumlah.” Selesai meminumnya, Ibnu Samak bertanya lagi jika air ini ditahan dan tidak bisa keluar dari tubuh, berapa Harun akan membelinya? Kemudian dijawab bahwa ia akan membeli dengan semua kerajaannya.

Di akhir pembicaraan, Ibnu Samak berkata kepada Harun ar-Rasyid, “Sesungguhnya sebuah kerajaan tidak dapat menyamai kenikmatan air minum dan keluarnya air kencing. Bahkan, ia lebih besar dari kerajaanmu.”

Memang demikian seharusnya kita menyadari bahwa nikmat-nikmat Allah takkan pernah habis dan takkan kuasa dihitung manusia. Karena Allah tidak menghendaki kecuali agar manusia bersyukur kepada-Nya.
——————————————————————————————————————————————————
“Di hari kiamat nanti, akan didatangkan orang yang hidupnya paling bahagia di dunia, lalu Allah swt berfirman, “Celupkan ia sekali celup ke dalam neraka!” Begitu selesai, Allah berfirman, “Hai anak Adam, pernahkah engkau mengecap kenikmatan? Pernahkah engkau merasa senang? Pernahkah engkau merasa bahagia?” Ia menjawab, “Sama sekali belum, demi kemuliaan-Mu!” Lalu Allah berfirman, “Masukkan kembali ia ke neraka.” Setelah itu, didatangkan orang yang hidupnya paling sengsara ketika di dunia, lalu Allah swt berfirman, “Celupkan ia sekali celup ke dalam surga.” Begitu selesai, ia dipanggil, Allah berfirman kepadanya, “Hai anak Adam, pernahkah engkau melihat sesuatu yang tidak engkau sukai?” Ia menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, hamba belum pernah melihat hal yang tidak hamba sukai.” (Hadits Qudsi)




Ikadikobar.org - Suatu hari, seorang lelaki pergi menemui Ibahim bin Adham, (seseorang penyembuh penyakit hati, ulama yang tidak hanya kaya akan ilmu, namun juga sangat wara' dan zuhud terhadap dunia sehingga diberi gelar, Sulthân al-Awliyâ’). Lelaki itu berkata, "Aku adalah orang yang berdosa, sebutkanlah kepadaku apa yang dapat membuatku berhenti melakukan dosa!."

Ibrahim berkata kepadanya, "Jika engkau mampu melakukan lima perkara, maka engkau tidak akan tergolong pelaku maksiat."

Lelaki itu bersungguh-sungguh mendengarkan nasihat Ibrahim, Ia berkata, "Sebutkanlah apa yang ingin engkau katakan wahai Ibrahim."

Ibrahim bin Adham berkata, "Pertama, jika engkau akan melakukan perbuatan maksiat kepada Allah, maka janganlah engkau makan rezeki dari-Nya." Lelaki itu merasa heran, Ia bertanya, "Bagaimana mungkin engkau mengatakan itu wahai Ibrahim, sedangkan semua rezeki itu datang dari Allah?!"

Ibrahim berkata, "Jika engkau mengetahui itu, apakah layak bagimu memakan rezeki-Nya, kemudian engkau melakukan perbuatan maksiat kepada-Nya?! Lelaki itu menjawab, "Tidak wahai Ibrahim. Sebutkanlah yang kedua!"


Ibrahim bin Adham berkata, "Jika engkau akan melakukan perbuatan maksiat, maka janganlah engkau tinggal di negeri milik Allah." Lelaki itu lebih heran daripada keheranannya yang pertama. Ia berkata, "Bagaimana mungkin engkau mengatakan itu wahai Ibrahim, sedangkan semua negeri ini milik Allah." Ibrahim bin Adham berkata, "Jika engkau mengetahui itu, apakah layak bagimu tinggal di negeri milik Allah sedangkan engkau berbuat maksiat kepadanya?!" Lelaki itu menjawab, "Tidak wahai Ibrahim, sebutkanlah yang ketiga."

Ibrahim berkata, "Jika engkau akan melakukan perbuatan maksiat, maka carilah tempat dimana engkau tidak dilihat oleh Allah, maka lakukanlah perbuatan maksiat di tempat itu." Lelaki itu berkata, "Bagaimana mungkin engkau mengatakan itu wahai Ibrahim, Dia mengetahui semua tentang semua rahasia, Dia mengetahui yang dinyatakan dan yang disembunyikan, mendengar hentakan kaki semut di atas batu hitam pekat di tengah malam yang gelap gulita,"  Ibrahim bin Adham berkata, "Jika engkau mengetahui hal itu, apakah pantas engkau melakukan maksiat kepada Allah?!." Lelaki itu menjawab, "Tidak. Wahai Ibrahim sebutkan yang keempat."

Ibrahim bin Adham berkata, "Apabila malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, maka katakanlah kepadanya, "Tundalah hingga masa tertentu''' Lelaki itu berkata, "Bagaimana mungkin engkau mengatakan itu wahai Ibrahim, sedangkan Allah telah berfirman, "Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (Al-a'raf: 34). Ibrahim bin Adham berkata kepadanya, "Jika engkau telah mengetahui hal itu, lantas bagaimana mungkin engkau masih mengharapkan keselamatan?!" Lelaki itu menjawab, "Ya, sebutkan yang kelima wahai Ibrahim."


Ibrahim bin Adham berkata, "Jika malaikat Zabaniah (para malaikat neraka jahanam) datang kepadamu untuk memasukkanmu ke dalam neraka Jahanam, maka janganlah engkau pergi bersama mereka." Hampir saja lelaki itu tidak mendengarkan syarat yang kelima, ia berkata sambil menangis, "Cukuplah wahai Ibrahim, aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya." Kemudian, lelaki itu pun rajin beribadah hingga ia meninggal dunia. 

dikutip dari kitab Semua Ada Saatnya, karangan Syaikh Mahmud Al - Mishri, yang diterjemakan Ust. Adul Somad, Lc., MA

Video

[Yours_Label_Name][video]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.