April 2015

Dalam Kitab Tanbihul Ghaffilin karangan Al Faqih Abu Laits Samarqandi, bab 68 Tentang Ibadah Haji, dituliskan beberapa tulisan beliau sebagai berikut :


Al Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas : "Ketika di Mina, Jama'ah Yaman bertanya kepada Nabi saw : "Jelaskanlah kepada kami keutamaan ibadah Hajji, Jawabnya : "Baiklah, setiap langkah dari rumah orang yang berniat menunaikan ibadah Hajji, dosa-dosa tubuhnya rontok seperti rontoknya daun  kering dari pohonnya, demikian pula umrah. Lalu setelah di Madinah, ia uluk salam dan berjabat tangan denganku, maka dijabat oleh malaikat. Dan ketika sampai di DZULHULAIFAH mandi sunat ihram, maka semua dosanya disucikan, dan ketika berpakaian (niat) ihram, maka Allah memperbaharui kebaikannya, dan ketika membaca : "LABBAIKALLAAHHUMMA LABBAIK, disambut dengan : "LABBAIKA WASA'DAIKA ASMA'U KALAAMAKA WA ANDHURU ILAIKA", Artinya : "Aku mendengar bacaanmu dan memperhatikan kamu". Dan ketika di Makkah melakukan thawaf dan sa'i, maka dituangkan kebaikan baginya, dan ketika wukuf di Arafah dan berdoa bersama, maka Dia berfirman : "Hai para malaikat dan segenap masyarakat langit, lihatlah para hambaKu datang dari segenap penjuru jauh, dalam keadaan terurai dan berdebu, harta dan tenaga mereka korbankan demi Kemenangan dan KemurahanKu, Aku memaafkan mereka dari dosa-dosanya, seperti bayi baru lahir dari ibunya, demikian pula ketika balang (lempar) jumrah dan tahallu (mencukur rambut), serta thawaf ifadlah (zairah), maka diserukan dari bawah 'Arasy : "Kembalilah kalian, segala dosa telah diampuni bagi kalian, dan perbaharuilah amal perbuatan kalian.

Al Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari S. Ali, katanya : Ketika aku bersama Rasul saw. melakukan thawaf, bertanya : "Ya Rasul, jelaskan tentang keutamaan Baitullah padaku! Jawabnya : "Rumah ini sengaja dibangun, untuk menebus dosa-dosa umatku. Lalu keutamaan Hajar Aswad? Jawabnya : Asalnya permata surga, bersinar seperti matahari ketika diawal turunnya, tetapi kemudian berubah hitam akibat sentuhan tangan musyrikin.

Al Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari Abbas Mirdas, katanya : Di hari Arafah Rasul banyak berdo'a ditujukan demi umatnya, agar memperoleh ampunan dan rahmat, lalu Tuhan menjawabnya : "Aku sudah menerima do'a tersebut kecuali penganiayaan yang terjadi antara mereka. Beliau saw. mendesaknya : Ya Tuhan, Engkau Kuasa dan mampu mengganti penganiayaan (orang yang dianiaya) dengan yang lebih baik dari pada menuntut balas kepada si penganiayanya. Permohonan ini tidak segera dijawab, baru esoknya hari Muzdalifah do'a diulangi lagi, kemudian dijawab : "Kami ampunkan mereka semua, lalu beliau saw. tersenyum. Ketika ditanya sahabat : Ya Rasul kenapa tersenyum? Jawabnya : "Karena Iblis sewaktu tahu bahwa do'aku diterima demi umatku, maka ia meletakkan tanah di atas kepalanya dan merintih : "Celaka aku dan binasa".

DarI Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda : "Orang melakukan Haji ke Baitullah, dan tidak mengeluarkan kata - kata keji, tidak fasik (mencaci maki atau berbuat melanggar), maka dosa - dosanya dilenyapkan seperti bayi lahir dari perut ibunya".

Kata Umar ra. : Orang pergi ke Ka'bah melakukan thawaf, maka diampuni dosa-dosanya seperti bayi lahir dari ibunya.

Nabi saw. bersabda : "Syetan tidak pernah merasa sangat rendah, hina, lemah disertai mendongkol seperti di hari Arafah, kecuali karena ia melihat turunnya rahmat dan ampunan Allah terhadap dosa-dosa besar, demikian pula ketika perang Badar.

Kata Umar Abdul Aziz : "Tentang Hajji dan keutamaannya disebutkan pula dalam wahyu Allah kepada Nabi Musa as. Kata Musa : "Ya Tuhan, jelaskan padaku tentang Hajji dan keutamaannya, JawabNya : Rumah pilihan dari segala rumah, dan terlarang bagi yang diharamkan oleh Ibrahim Khalilullah mereka datang dari segala penjuru dunia dengan talbiyah, seperti panggilan seorang hamba kepada Tuhannya. Kata Musa : Apa pahalanya? JawabNya : "Ampunan dariKu dan berhak memberi syafa'at kepada saudara - saudara (famili) terdekat serta para tetangganya. Kata Musa : Jika ada harta yang kurang baik atau niat yang tidak ikhlas (bersih) dari mereka? JawabNya : " Yang tidak bersih niatnya atau kurang baik hartanya, Aku mengampunkan mereka, karena sesuatu yang baik untuk yang baik pula.

Abu Harun Abdy dari Abu Sa'id Khudry, katanya : "Kami pergi Hajji bersama Umar waktu pertama ia jadi Khalifah, ia berdiri di depan Hajar Aswad, katanya : "Engkau adalah batu yagn tidak bisa mendatangkan manfaat ataupun bahaya, seandainya aku tidak melihat Nabi saw. mencium engkau, pasti akupun tidak melakukannya. Lalu Ali berkata : Ya Amiralmukminin, kau jangan berkata seperti itu, karena batu ini dapat mendatangkan manfaat ataupun bahaya, dan seandainya engkau bukan orang pandai AL Qur'an, pasti aku tidak mengingatkannya. Lalu ia bertanya : "Ya Abal Hasan, bagaimana keterangannya? Jawabnya : Firman Allah : 
"Ketika Tuahnmu mengambil janji anak Adam sewaktu mereka dikeluarkan dari punggung mereka dan dipersaksikan kepada mereka : "Bukankah Aku Tuhan kalian? Jawab mereka : "Benar, Pengakuan mereka dicatat dan dimasukkan (catatan tersebut) di Hajar Aswad, maka ia memegang amanat Allah, dan dijadikan saksi bagi setiap orang yang pernah menyentuhnya, kelak di hari Kiamat. Kata Umar : "Ya Abal Hasan, Allah telah memberi ilmu kepadamu tidak sedikit.

Setelah lanjut usia, Ibnu Abbas buta mata, dan berkata : " Yang paling kusesalkan yaitu : "Karena aku belum pernah melakukan Hajji dengan jalan kaki, padahal FirmanNya :
"Mereka datang mengunjungimu (Ka'bah) dengan berjalan kaki, dan berkendaraan cepat, dari penjuru dunia (jauh) ". (Hajj 27)

Komentar Al Faqih : "Jika jaraknya dekat, maka tiada apa melakukan Hajji dengan berjalan kaki (hal itu adalah) utama, tetapi jika jaraknya jauh, berkendaraan adalah lebih utama, karena mungkin berjalan kaki sangat memberatkan, dan mungkin dapat merusak akhlaknya.

Kata Hasan Bashry : "Para malaikat selalu menyambut kehadiran orang yang melakukan "Ibadah Hajji, mereka uluk salam kepada para pengendara onta, dan berjabat tangan dengan yang berkendaraan Himar, sedangkan kepada orang yang berjalan kaki mereka memeluknya.

Dsari Dlahak, Nabi saw bersabda : "Setiap muslim yang berjihad fisabilillah, lalu tertimpa musibah (kecelakaan) jatuh dari kendaraan (ontanya) dan diinjaknya, atau digigit hewan, atau mati sebab apa saja, maka ia dianggap mati syahid. Dan setiap muslim yang tujuan keluar dari rumahnya, niat berhajji ke Baitul Haram, lalu meninggal sebelum ibadah Hajji selesai, maka diwajibkan surga baginya".

Nabi saw. bersabda : "Ya Allah, berilah ampun orang yang melakukan ibadah Hajji dan orang yang dimohonkan ampun olehnya (yang berhajji).

'Atha dari Umar, Nabu saw. bersabda : "Shalat di Masjidku, sama dengan melakukan 1.000 x di Masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram.

Riwayat lain menyebutkan sebagai berikut :
Shalat di masjidku ini, lebih utama daripada shalat 10.000 x di tempat lain, kecuali Masjidil Haram lebih utama dari pada shalat 100.000 x di tempat lain. Dan Shalat ketika perang sabil lebih utama dibanding dengan 200.000x shalat. Kemudian saw bersabda : "Maukah kutunjukkan yang lebih utama dari semua itu? Yaitu orang yang tahajjud (bangun di tengah gelap), lalu menyempurnakan wudhu dan melakukan shalat 2 raka'at semata hanya ingin mencari ridha Allah swt.

Dari Sa'id Musayyab, Nabi saw bersabda :
"Bahwasanya Allah akan memasukkan dalam satu kali Hajji 3 orang ke dalam surga, yaitu :
1.  Orang yang berpesan (hajji).
2.  Orang yang menunaikan ibadah Hajji.
3.  Orang yang mengongkosi ibadah Hajji, atau menghajikan orang.

Demikian pula umrah dan jihad (sebagaimana yang berlaku pada Haji.


WALLAAHHU A'LAM
















Tersebutlah dalam sirah Nabawiyah bahwa Rasulullah SAW ditinggal mati oleh dua orang; Khadijah -radhiyallahu ‘anha- dan Abu Thalib.  Padahal, selama ini dua orang tersebut telah berperan besar bagi dakwah Islamiyah.

1. Ummul Mukminin Khadijah -radhiyallahu ‘anha- , sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits, adalah:
– Wanita dan bahkan manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW.
– Seorang mukmin yang mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah, dan
– Seorang istri, yang darinya Rasulullah SAW mempunyai anak (keturunan).

2. Abu Thalib, meskipun belum beriman, namun, mengingat posisinya sebagai paman Rasulullah SAW, ia telah membela Rasulullah SAW dengan sangat luar biasa.
Namun, di tahun itu, keduanya meninggal dunia, maka beliau SAW sangat bersedih, dan karenanya, tahun itu disebut ‘amul huzni (tahun kesedihan). Kesedihan itu semakin lengkap, manakala Rasulullah SAW mencoba membuka jalur dakwah baru, Thaif. Siapa tahu, Thaif yang sejuk, dingin, hijau, mempunyai pengaruh besar terhadap warganya, sehingga sikap mereka barangkali sejuk dan segar dalam menerima dakwah beliau SAW. Tidak seperti Mekah (saat itu) yang keras, semuanya tertutup batu, sehingga “membatu” sikap mereka terhadap dakwah. Namun, bukannya kedatangan Rasulullah SAW di Thaif disambut, tapi malah disambit.

Singkat cerita, dalam perjalanan pulang ke Mekah, terjadi tiga peristiwa:
1. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang bernama Adas, dari Nainuwa, kampung halaman nabi Yunus AS. Dalam pertemuan itu, Adas menyatakan masuk Islam. Hal ini seakan mengatakan kepada Rasulullah SAW: “Jangan bersedih wahai Muhammad, kalau orang Mekah, orang Arab tidak mau beriman, jangan bersedih, nih buktinya, orang Nainuwa mau beriman”.

2. Rasulullah SAW bertemu dengan sekelompok jin, dan saat dibacakan Al-Qur’an kepada mereka, mereka menyatakan beriman. Hal ini seakan memberi message kepada Rasulullah SAW: “Seandainya pun seluruh manusia tidak mau beriman, engkau pun tidak peru bersedih wahai Muhammad SAW, sebab, bangsa jin telah membuktikan bahwa mereka siap beriman kepadamu”.

3. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hal ini seakan berkata kepada Rasulullah SAW: “Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia maupun jin, tidak mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu bersedih, sebab, buktinya, masyarakat langit semuanya gegap gempita menyambut kedatanganmu”.
Dari sudut pandang ini, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah SAW.

Lalu apa pelipur lara kita?
Mestinya adalah shalat, sebab oleh-oleh Isra’ dan Mi’raj utamanya adalah shalat, dan Rasulullah SAW menjadikan shalat sebagai qurratu ‘ain dan sekaligus rahah (rehat). Wallahu a’lam.

Amerika Serikat. Sejumlah ilmuwan mengonfirmasi keampuhan buah srikaya 10.000 kali lipat dari obat-obatan kimia dalam mengatasi penyakit kanker.
Sebagaimana diberitakan Islam Memo (11/12/2014), sebuah perusahaan obat-obatan telah melakukan pengujian manfaat buah srikaya di laboratoriumnya sejak tahun 1970.
Hasilnya mencengangkan, di mana buah srikaya mampu memperlambat pertumbuhan sel kanker 10.000 kali lipat dibandingkan pengobatan kemoterapi yang dipraktikkan dunia medis selama ini.

Disebutkan, buah srikaya efektif mematikan sel-sel jahat yang menjadi cikal bakal 12 jenis kanker yang mematikan, antara lain kanker payudara, kanker usus besar, kanker pankreas, kanker paru-paru, dan kanker prostat.

Pengobatan dengan buah srikaya tidak memiliki efek samping yang membahayakan sebagaimana kemoterapi yang juga mematikan sel-sel tubuh yang baik. (islammemo/rem/dakwatuna)

Syukur yang tak berbilang karena salah satunya kita menjumpai banyak dai-dai quran yang Allah SWT kirimkan kepada kita. Dengan Alquran itu kita mendapatkan petunjuk, rambu-rambu, penerang dalam gelap dan kisruhnya kehidupan, serta memiliki tolok ukur untuk membedakan mana yang salah mana yang benar. Sebanyak manfaat itu, sangat kita sadari bahwa sejatinya Allah SWT, Sang Maha Pemberi Petunjuk, hanya berkehendak agar hidup kita lebih mudah dijalani sesuai tujuan penciptaannya, sekali-kali tidak ada dalam kehendak Allah SWT, untuk mempersulit makhluk-Nya. Ialah sebuah nalar bahasa dari Alquran surat Al-Baqarah ayat 185.

Ditegaskan pula, bahwa Ar-Rahmaan sendiri yang berkomitmen mengajarkan “langsung” Alquran kepada manusia (QS 55:2). Bahkan Allah SWT bersumpah berulang-ulang demi menggaransi kemudahan dalam mempelajari Alquran, bagi yang mau mempelajarinya (QS 54: 17, 22, 32, 40). Namun demikian, sifat keluh kesah lagi kikir—bahkan untuk sekadar meluangkan waktu mengaji, apalagi bila aktivitas mengaji itu disandingkan dengan aktivitas yang mendatangkan harta kecuali orang yang shalat, lagi mendawamkan shalatnya (QS 70: 19-23).

Wajar bila dalam keseharian kita sering menjumpai keluhan objek dakwah quran kita, menyebut berbagai alasan untuk menutupi keengganannya terhadap Alquran. Ada yang bilang masih anak-anak “entar saja kalau sudah agak gedean”, yang udah agak gedean bilang “kok ngaji melulu kapan mainnya”, yang udah gede bilang “pengen sih mas, tapi.. waktunya, dananya, temannya mana?”, yang udah kelewat gede alias tua “sudah pikun dan gampang lupa mas, susah nangkapnya.” Berderet alasan itu wajib menjadi introspeksi bagi para dai quran untuk menyusun berbagai metode “mengakrabkan kembali” Alquran dengan umat, untuk meningkatkan keseriusan, mencurahkan hati dan pikiran—seperti sang tauladan saw—ummatii, ummatii, ummatii. Karena boleh jadi belum turunnya hidayah untuk tertarik berakrab diri umat dengan Alquran ada di sisi dai, kompetensinya yang belum mumpuni, keterbatasan cara mengajar atau metodenya yang kurang bisa diterima, atau konsistensi kehadiran yang dipertanyakan. Selebihnya tekad para pembelajar/santri yang menentukan di ranah syariat.

Funtahsin
Funtahsin adalah sebuah terobosan baru dalam upaya memasyarakatkan kembali membaca Alquran setiap hari sebagai bagian dari kebiasaan setiap umat Islam. Ianya bersifat ijtihadi—bisa benar dan boleh salah. Funtahsin tersusun dari dua kata serapan yakni FUN dari bahasa inggris yang berarti menyenangkan, menggembirakan atau kami terjemahkan sebagai asyik, sedangkan TAHSIN, berasal dari tahsinul qiroatul quran artinya memperbaiki atau membaguskan dalam membaca Alquran. Dengan demikian FUNTAHSIN adalah sebuah proses memperbaiki bacaan Alquran yang asyik. Maksud dari funtahsin (dibaca fantahsin-pen) sendiri adalah memberi tahu dan mengenalkan bahwa belajar membaca Alquran itu mudah dan menyenangkan. Karena itu FUNTAHSIN didefinisikan sebagai Ngaji Itu Asyik.

Tentu saja untuk bisa menghadirkan suasana yang asyik, enak dan materi bisa dipahami diperlukan pengkondisian yang berlaku dan disepakati serta bila perlu tuangkan dalam kontrak belajar sebagai berikut.
  1. Partisipasi Aktif
Agar proses Funtahsin Ngaji Itu Asyik optimal, diharapkan semua peserta terlibat secara aktif dalam setiap sesi FUNTAHSIN. Indikasi partisipasi aktif adalah apabila ditanya menjawab, apabila diminta melakukan sesuatu segera melaksanakannya. Misalnya yang diterapkan di Baitul Quran:
Ketika disapa “Sahabat Quran!” peserta menjawab “Siap Insya Allah”
Ketika disapa “FUNTAHSIN!” peserta menjawab “Ngaji Itu Asyik”
Dan sebagainya.
  1. HP Silent
Demi kesuksesan Funtahsin Ngaji Itu Asyik, di mana hampir semua tingkatan usia telah menggunakan media komunikasi, maka perlu pula dikondisikan. Dimohon semua santri untuk menonaktifkan atau memformat “diam/silent” alat komunikasinya. Bila perlu disepakati sangsi bagi yang melanggar ketentuan ini. Misalnya bagi yang kedapatan HPnya berbunyi di tengah acara maka membayar denda Rp.1000,- (seribu rupiah) kepada semua hadirin yang mendengar). Setuju?!
  1. Positif Thinking
Untuk dapat menerima semua materi pembelajaran Alquran, terlebih dengan metode Funtahsin Ngaji Itu Asyik, peserta diharapkan senantiasa berpikir positif—dalam bahasa agama kita menyebutnya ikhlas. Peserta perlu dimohon dengan sangat untuk tidak terpancing menghakimi sebelum acara selesai, menjauhkan dari segala prasangka buruk terhadap pelatihan yang diselenggarakan, bahwa boleh jadi penyampainya hanya orang biasa, anak kemaren sore, dulu sudah pernah, saya juga sudah tahu, ilmu ustadz masih di bawah saya kayaknya, dengan segala hormat harus disisihkan dulu. Ingat, Allah memberikan sesuatu sesuai prasangka hamba-Nya. Oleh karena itu, ibarat sebuah gelas yang penuh berisi air maka untuk mengisinya kembali haruslah dikosongkan/dikurangi muatannya terlebih dahulu. Marilah kita kosongkan gelas “pikiran” dan “lapangkan hati” untuk menerima FUNTAHSIN ngaji itu asyik.
  1. Keep Smiling
Smiling atau tersenyum adalah bagian yang sangat penting dalam FUNTAHSIN. Kita bisa dikatakan menikmati atau “enjoy” dalam melakukan sesuatu bila gembira terhadap suatu hal. Salah satu ekspresi kegembiraan itu adalah tersenyum atau smiling. Bahkan Rasulullah saw, berpesan “Senyummu di hadapan saudaramu bernilai shadaqah”.
Perlu diketahui bahwa senyum FUNTAHSIN bukanlah senyum biasa. FUNTAHSINErs menyebutnya sebagai senyum 225 (dua dua lima). Maksudnya adalah tarik bibir dua senti ke kanan, dua senti ke kiri tahan selama lima detik. (silahkan dipraktikkan. Luarbiasanya, senyum 225 ini terinspirasi dari surat 2 ayat 25 (QS AL Baqarah (2): 25).
Oleh karena itu, Hadirkan pada diri kita masing masing perasaan yang bahagia dengan tanda kita dapat tersenyum tulus, ingatlah Firman Allah dalam Surat Al Baqarah (2): 25
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya (kenikmatan di surga itu adalah kenikmatan yang serba lengkap, baik jasmani maupun rohani).”
Karena itu tersenyumlah. Nikmati pembelajaran Alquran sampai selesai. Sebisa mungkin bila peserta datang dalam kondisi kusut masai mereka mengaji dalam ceria dan pulang menyisa senyum bahagia. Naudzubillah bila sebaliknya.
  1. Fokus
Sekiranya kita sudah memiliki rasa gembira/ senang silahkan semua untuk fokus dan konsentrasi pada kegiatan ini, seperti halnya kita membidik/ memanah suatu sasaran, kita harus benar-benar fokus.
Atau jika kita perhatikan pesawat terbang yang akan lepas landas, bagaimana kondisinya..?
Pesawat terbang akan dapat lepas landas jika dapat mengerahkan potensinya pada jarak 4 km dengan kecepatan 350 km/jam tidak boleh tidak (100%).
Nah, kami merangkumnya dalam akronim bahasa jawa IMAGINER: Ilate Muni, Awage Gerak, Ikhlas Nampane, Enak Rasane. Berbekal kelima pengkondisian itu guru bisa mulai mengajarkan Alquran, dengan funtahsin ngaji itu asyik.
By. Wawan Priyo Harmono


Shalat merupakan ibadah yang paling utama da pertama, dan Allah perintahkan secara langsung agar kita menyuruh keluarga kita untuk menunaikan shalat, sebagaimana disampaikan pada surat Thaha ayat 132, “Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, tetapi Kamilah yang membei rezeki kepadamu. Dan akibat yang baik di akherat adalah bagi orang yang bertakwa.”

Secara tegas dalam ayat tadi disebutkan untuk memerintahkan keluarga untuk menegakkan shalat. Ini menggambarkan betapa bahwa shalat memegang peranan penting dalam membangun kehidupan berkeluarga, di samping shalat sendiri merupakan amalan yang sangat penting dibanding amal ibadah yang lain. Shalat adalah tiang agama. Fungsi tiang bagi sebuah bangunan adalah menjadi komponen yang sangat penting, menegakkan bangunan tersebut agar tidak mudah roboh. Dengan pemahaman ini, jika dalam sebuah keluarga ada anggota keluarga yang tidak menegakkan shoat, maka kemungkinan besarnya penegakkan nilai nilai agama tersebut akan rapuh. Maka untuk memastikan agar sebuah keluarga bia menegakkan nilai nilai dien, pastikan bahwa seuruh anggota keluarga dengan menegakkan shalat dengan baik.

Berikut beberapa kiat mengajarkan shalat kepada anak sejak dini.
  1. Sejak anak dalam kandungan selalu berkomunikasi dengan anak, mengajak untuk shalat. Meski masih dalam kandungan, janin sudah bisa mendengar, dengar cara ibu selalu mengajak bayi dalam kadungan untuk shalat setiap datang waktu shalat, maka berarti janin sdng dalam kandungan sudah mulai belajar mengenal waktu waktu shalat yang lima waktu. Dia menjadi terbiasa mendengar secara rutin ajakan untuk shalat dari ibunya. Demikian juga ketika anak sudah lahir ke dunia, sejak awal selalu libatkan dalam setiap aktifitas shalat kita, minimal dengan mendengar suara ajakan shalat, kemudian membawanya untuk terbaring atau duduk disamping tempat shalat kita.
  2. Ketika anak sudah mulai berdiri dan bisa berbicara, latih anak untuk berdiri shalat di samping kita, dan ajak untuk mengikuti bacaan Al-Fatihah kita, dalam shalat yang sifatnya jahr (magrib, isya, subuh) atau mulai ajarkan untuk menghafal Al-Fatihah, dengan sistim drill, sering diulang ulang. Al-Fatihah adalah bacaan minimal yang harus dibaca oleh seorang yang sedang berlatih shalat. Maka target bacaan pertama yang harus diajarkan untuk dihafal anak dalam rangka menegakkan shalat, adalah bacaan alfatihah. Baru beranjak mengajarkaan bacaan bacaan yang lain.
  3. Mengajarkan gerakan dalam shalat secara bertahap. Misal dalam tahap awal, fokus memperhatikan dan memastikan sedekap tangan anak kita sampai benar. sebelum beranjak mengajarkan gerakan yang lain secara benar. Perhatikan hasil latihan ini misalnya untuk jangka waktu 1 sampai 3 bulan. Selanjutnya baru fokus mengajarkan gerakan lain, misal ruku, bagaimana ruku yang benar dengan menekuk badan kita dalam sudut 90 derajat secara lurus, serta telapak tangan diatas lutut. Demikian seterusnya sampai semua gerakan dalam shalat perlahan bisa dicontoh anak kita dengan baik.
  4. Lakukan semua latihan dengan suasana enjoy dan tidak dipaksakan. Sementara dibiarkan dulu ketika anak shalat berawal takbir, dengan semangat baik bergerak cepat langsung salam. Proses demikian mungkin akan berlangsung beberapa lama, sebelum anak berusia 7 tahun, pemakluman dan sikap bijaksana kita terhadap anak anak, porsinya masih butuh besar. Ketika anak sudah mulai menginjak usia 7 tahun, disinilah kita sudah harus memulai sedikit disiplin dalam megajar anak untuk shalat. Rasul saw menyampaikan kepada kita dalam hadisny, “Didiklah anakmu untuk shalat pada saat usia mereka 7 tahun, dan pukullah mereka jika pada saat usia 10 tahun belum mau shalat. Kami memahami hadis ini bahwa proses latihan anak untuk shalat sudah harus dilatih sejak dini sehingga pada saat usia 7 tahun diharapkan sudah legkap pemahaman anak terhadap ibadah shalat, baik dari sisi gerakan, bacaan atau waktu waktu shalat yang lima waktu.
  5. Memberikan penghargaan saat anak kita sudah mau melaksanakan shalat sesuai arahan kita, sejalan dengan target target yang kita buat. Misalnya, dalam tahapan kita mentarget anak hafal alfatihah, maka ketika anak sudah hafal alfatihah,meski bacaan yang lain belum hafal, kita berikan hadiah/penghargaan bisa dalam bentuk materi atau non materi (ungkapan bahagian kagum dsb). Pada saat memberikan hadiah dalam bentuk materi (misal mainan) sampaikan bahwa hadiah dari ayah/bunda atas prestasi ananda yang sudah bisa menghafal Al-Fatihah, dan sampaikan pada anak bahwa hadiah dari ayah/bunda ini belum seberapa jika dibanding dengan hadiah (pengganti pahala, jika anak blum memahami kata pahala) dari Allah, jauh bisa hebat dan istimewa, yang akan Allah berikan di akherat nanti, Kalimat ini penting untuk disampaikan, untuk menanamkan pada anak bahwa kita melakukan shalat adalah karena menginginkan balasan dari Allah, dan bukan balasan dari manusia (dalam hal ini hadiah dari ayah bunda)
Demikian sedikit kiat bagi ayah bunda untuk dapat mendidik anak menegakkan shalat. Semoga kita termasuk orang tua yang selalu bertanggung jawab mendidik anak dengan sungguh sungguh. Ketika anak anak yang kita didik sudah dapat menunaikan shola dengan baik, insya Allah sebagai orang tua kita akan ikut mendapatkan pahala dari pahala shalat anak kita, tanpa mengurangi pahala mereka, bahkan saat nyawa ini sudah terpisah dari jasad, semoga royalti paha tersebut kan terus mengallir. Amin. Rabij alnaa muqiimasholaah wa min dzurriyatina (YA Allah jadikan kami orang yang senantiasa menegakkan shalat bersama anak keturunan kami)
by. Sri Kusnaeni, S.TP. ME.I.

Abi dan Ummi di manapun berada, semoga tetap dalam lindungan dan rahmat Allah SWT, Abi dan Ummi yang berbahagia, pembahasan kita pada saat ini adalah bagaimana kita menyediakan pakaian yang layak untuk anak kita, sering kita jumpai bahwa anak jaman sekarang mulai dilatih untuk berani dalam berpakaian, didukung pasar yang secara dominan menyediakan pakaian-pakaian yang tidak pantas dikenakan. Celana pendek di atas lutut, pakaian yang tipis dan kecil memperlihatkan lekuk tubuh, baju yang transparan dan tulisan tulisan negatif yang disematkan pada pakaian tersebut, dan lebih disayangkan lagi banyak konsumen yang tertarik untuk membelinya.

Jika melihat realita anak kecil masa kini rasa kasihan dan miris dihati kita, dengan bangga dan tanpa rasa malu memakai pakaian-pakaian yang mengandung makna negatif, simbol-simbol setan, simbol agam lain, maupun zionis. Sebenarnya pembahasan tentang simbol-simbol agama telah banyak disebutkan diberbagai artikel atau media, namun hal ini saya rasa perlu untuk bekal orang tua dalam upaya prefentif pada anak kita, sebagaimana disebutkan pentingnya pendidikan keluarga, terlebih lagi jika buah hati kita cerdas dan menanyakan pada abi dan Ummi alasan melarangnya.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Daud “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari kamu tersebut” jika dilihat dari kontekstual pemaknaan dari pembahasan kita ini maka sangat jelas larangan menyerupai suatu kaum, terlebih pula jika kita mengenakannya atau anak kita yang mengenakannya berarti secara tidak langsung kita sepakat dan menyetujui lambang atau simbol tersebut dan perbuatan-perbuatan ini adalah termasuk perbuatan yang haram hukumnya.
Atau dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad no. 4869 “dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang hingga hanya Allah yang diibadahi tanpa ada sekutu bagi-Nya, dan rizkiku ditempatkan di bawah bayang-bayang tombak. Kehinaan dan kerendahan dijadikan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka.”

Jika kita lebih kerucutkan ke lambang zionis, agen penyebar lambang-lambang setan ini memiliki konsep pesan bawah sadar bahwa media dirancang untuk melewati di atas normal pikiran, pesan itu tidak dapat disadari oleh manusia namun dalam situasi tertentu dapat mempengaruhi pikiran, perilaku, tindakan, maupun sikap. Jika kita lebih waspada dan hati-hati dalam memilih pakaian yang kita kenakan dan buah hati kita kenakan maka aura yang dipancarkanpun akan lebih baik pula.

Pada zaman yang kian modern ini patutnya sebagai orang tua menyadari hal-hal ini supaya kelak di kemudian hari ketika anak kita sudah mulai beranjak dewasa dan menentukan gaya atau pilihan berpakaian mereka memilih pakaian yang benar, bukan pakaian yang justru mengaggungkan setan atau lambang-lambang agama selain Islam. Semoga sedikit ilmu ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Barakallah.

by. Intan Wahyu Permana

Video

[Yours_Label_Name][video]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.