-
Kategori : Entrepreneurship
-
Oleh : Muhaimin Iqbal
ikadikobar.blogspot.com - Dua
pekan lalu saya diundang oleh tokoh pedagang Tanah Abang yang sangat
sukses, saking banyaknya kios yang dimiliki – dia sampai tidak hafal
jumlahnya karena setiap saat ada kios baru yang sedang dalam persiapan.
Dia mengajak saya blusukan dari kios ke kios, dan nyaris semua
orang di pasar itu mengenalnya dan memanggilnya Pak Haji. Tetapi jangan
dibayangkan ini bagian Tanah Abang yang gedungnya mentereng itu, ini
sisi lain dari Tanah Abang yang saya sendiri baru tahu setelah
seperempat abad lebih hidup di Jakarta.
Letaknya
adalah dari stasiun kereta menuju bangunan pasar yang megah, di
sepanjang jalan Anda akan jumpai bangunan-bangunan sederhana yang padat
penuh dengan pedagang. Di antara bangunan ini bahkan sebagiannya
menhadap ke sungai – yang Anda bisa bayangkan kondisinya sungai di pusat
kepadatan penduduk Jakarta. Bila Anda pernah blusukan di antara bangunan-bangunan tersebut, besar kemungkinan itu milik Pak Haji yang saya ceritakan ini.
Saya
yakin sebagian besar kita tidak tahu, bahwa baju-baju yang dijual di
pasar Pak Haji ini adalah muara dari sekian banyak toko pakaian di
seluruh nusantara bahkan juga negara lain. Baju-bajunya sama bagusnya
dengan yang dijual di pasar yang mewah disampingnya, tetapi tentu dengan
harga yang jauh lebih murah karena sewa tempatnya yang tidak mahal.
Rata-rata pedagang di pasar itu punya client base para retailer yang
sudah lama dikenalnya. Mereka yang tahu keberadaan pasar ini dan tidak
peduli dengan segala ketidaknyamanannya untuk berbelanja, tetapi yang
jelas ada barang bagus dan murah disana.
Setelah
Pak haji ini selesai mengajak saya tour sambil menjelaskan segala macam
problema yang dihadapinya, Pak Haji ini ingin saya juga ikut memikirkan
bagaimana mereka bisa memenangkan perasingan yang ada di depan mata.
Saya tidak bisa langsung menjawabnya, pertama karena ini pasar yang
sangat berbeda dengan yang pernah saya garap. Kedua
saya juga rada minder, bagaimana saya bisa memberi masukan ke orang
yang sudah begitu sukses dan dihormati di komunitasnya. Maka sampai
pulang saya tidak merasa mampu memberikan masukan yang berarti.
Keesokan
harinya saya berkesempatan jalan-jalan di mall paling mewah di Jakarta
selatan, dari sulitnya mencari tempat parkir saya bisa menebak bahwa
hari itu mall pasti lagi ramai-ramainya. Betul juga, di dalam manusia
penuh sesak berlalu lalang. Tetapi saya amati ada yang rada aneh, di
dalam deretan toko dan department store
internasional yang menjadi icon mall itu – ternyata tidak begitu ramai.
Di luar toko orang yang berlalu lalang juga tidak banyak yang
mententeng tas hasil belanjaan.
Dari
dua pengalaman ini saya kemudian membandingkannya secara sederhana. Di
pasar tanah abangnya Pak Haji di atas, meskipun tempatnya kurang nyaman –
tetapi pengunjung mereka adalah para pembeli yang serius. Di sisi lain
di mall paling mewah di Jakarta Selatan tersebut, pengunjungnya sangat
banyak – tetapi tidak berarti mereka pembeli.
Karakter
para pengunjungnya –pun berbeda. Mayoritas pengunjung pasar Pak Haji
adalah para pedagang/pemilik toko dari berbagai kota, yang rela bersusah
payah untuk datang demi memperoleh barang yang bagus dengan harga
grosir yang murah. Sedangkan para pengunjung mall mewah tersebut,
rata-rata mereka datang untuk pleasure saja – mereka tidak peduli dengan
harga barang disana – toh mereka belum tentu juga membelinya.
Dengan
perbedaan karakter pasar dan pengunjungnya ini, mungkinkah keduanya
disatukan ? Secara fisik mungkin sulit. Tetapi dengan teknologi internet
yang ada sekarang, hal ini menjadi sangat-sangat mungkin. Inilah yang
saya sebut game changer-nya, yaitu pihak yang bisa merubah permainan. Siapa dia ?, bisa siapa saja yang bisa memformulasikan business model baru dan merubah peta permainan di pasar.
Para pengunjung mall mewah yang menghabiskan pleasure time-nya di tempat-tempat yang sejuk di reastaurant atau foodcourt yang ada di mall tersebut, bisa saja pada saat yang bersamaan dia berbelanja pakaiannya di pasar Pak Haji di Tanah Abang.
Tidak
sedikit diantara pengunjung mall tersebut yang saya amati mententeng
Ipad, Galaxy dan sejenisnya untuk akses internet kapan saja dan dimana
saja. Bahkan tidak sedikit pula yang lagi asyik browsing.
Lantas
saya bayangkan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, ketika mereka
lagi cuci mata di mall mewah tersebut, melihat baju-baju yang mahal –
mereka kembali ke ‘Laptop’-nya yang kini telah menjadi Ipad , Galaxy dan
sejenisnya yang lebih praktis, dan menemukan baju yang sama persis
dengan harga sepertiga atau separuhnya. Baju-baju yang bagus nan murah
ini, nantinya bukan lagi privilege para pedagang yang mau bersusah payah datang ke Tanah Abang, tetapi menjadi pilihan bagi siapa saja yang mau browse and click dari mana saja dan kapan saja.
Maka inilah yang saya sarankan ke Pak Haji tersebut diatas untuk go to the next level, go internet and go e-commerce. Pertahankan pasar fisiknya untuk melayani existing market; expand dengan e-commerce untuk menggarap pasar baru yang sebelumnya tidak tersentuh !.
Peluang
untuk merubah permainan semacam inilah yang selama beberapa hari ini
saya iklankan di situs ini. Sangat banyak pelamar sehingga saya belum
sempat menjawabnya satu per-satu. Namun secara garis besarnya begini,
dari sekian banyak pelamar E-Commerce Executive Trainee (EET), hanya sebagian kecil yang akan kami rekrut karena kebutuhannya tidak banyak.
Namun
bagi para pelamar untuk menjadi pedagang, vendor/supplier dan para
agents; insyaallah akan dibuka selebar-lebarnya dan akan kami undang
untuk technical briefingnya tentative akhir April setelah system untuk
tiga situs e-commerce yang saat ini dalam pengerjaan intensif – dapat di-launch.
Untuk bisa memenangkan persaingan, kita memang harus bisa ikut
merancang permainan itu sendiri, untuk itulah saya ingin mengajak Anda
para pembaca situs ini, Insyaallah !.*
*www.geraidinar.com