Menghajikan Almarhum Ayah dan Wakaf Tunai Assalaamualaikum
Pak Ustaz,
Beberapa
waktu yang lalu saya menghadiri sebuah pertemuan di mana di dalamnya
dibagi-bagikan undangan untuk memberikan wakaf tunai. Salah satu yang membuat
saya tertarik adalah juga dikomunikasikannya bahwa saya bisa memberikan wakaf
tunai untuk Ibu saya yang sudah meninggal. Saya mohon bantuan Pak Ustaz untuk
menjelaskan ini dari sudut pandang syariat Islam.
Senapas
dengan pertanyaan di atas, bisakah anak juga menghajikan almarhum ayahnya?
Alhamdulillah saya sendiri sudah pergi haji, juga alhamdulillah saya
berkesempatan menghajikan Ibu ketika beliau masih hidup.
Selama ini
saya memahami bahwa hanya orang yang masih hiduplah yang masih punya
kesempatan untuk beramal. Sedangkan mereka yang sudah wafat tidak mempunyai
kesempatan beramal lagi, walaupun bisa mendapatkan pahala dari amal jariah
yang dulu mereka tunaikan, ilmu yang bermanfaat yang dulu mereka amalkan, dan
doa dari anak-anak mereka yang saleh.
Mohon
penjelasan Pak Ustaz. Semoga Allah membalas amal kebaikan Pak Ustaz. Terima
kasih
|
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebelumnya kami akan jelaskan dulu dengan masalah
wakaf dan variannya, wakaf tunai. Setelah itu akan kami jelaskan tentang
masalah wakaf untuk orang yang sudah wafat serta perdebatan antara yang
mengatakan bahwa pahala untuk mayat bisa diterima dari orang yang masih
hidup.
1. Wakaf dan Wakaf Tunai
Secara bahasa wakaf bermakna berhenti atau berdiri (waqafa/yaqifu/waqfan).
Sedangkan dalam makna secara syari'ah adalah menahan harta yang mungkin
diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya ('ain-nya) dan
digunakan untuk kebaikan.
Kalau kita memberi uang 100 juta kepada seorang
miskin, maka kita akan dapat pahala sekali saja saat itu. Tapi kalau kita
mengeluarkan uang itu untuk membangun kost-kostan, lalu hasil usaha itu
secara rutin kita berikan kepada orang miskin, maka kita juga akan dapat
pahala secara rutin.
Maka harta yang diwakafkan itu terbatas pada
barang-barang yang tidak habis dipakai, baik berupa tanah, sekolah, madrasah,
bangunan masjid dan lainnya. Pendeknya segala bentuk harta tidak langsung
musnah ketika diambil manfaatnya, barang tersebut dapat diwakafkan.
Dan sesuai dengan hal itu, maka di masa kini kita
mengenal istilah wakaf dalam bentuk uang tunai. Bentuk dan mekanismenya bisa
bermacam-macam, antara lain:
a. Wakaf tunai dengan tujuan membeli benda yang
bermanfaat
Bentuknya adalah seseorang mengeluarkan uang untuk
membeli benda-benda yang bermanfaat, namun benda yang tidak langsung habis.
Lalu benda yang bermanfaat itu dimanfaatkan oleh banyak orang. Tentunya
manfaat itu melahirkan pahala yang akan diberikan kepada pihak yang berwakaf.
Misalnya, kepada orang-orang ditawarkan surat
tanah/sertifikat tanah wakaf yang besarannya seluas 1 meter persegi dengan
harga Rp 100.000, -. Sertifikat ini jumlahnya banyak, mungkin sampai puluhan
ribu lembar. Masyarakat lalu ditawarkan untuk membelinya mulai dari 1 lembar
sampai ribuan lembar.
Mereka yang membeli lembaran ini terhitung sudah
berwakaf atas tanah, yang mungkin di atasnya didirikan masjid, perpustakaan,
kampus, rumah yatim atau apapun yang mendatangkan manfaat.
Bahkan mungkin saja untuk dibangun di atasnya pabrik
atau pusat usaha, di mana hasilnya akan diberikan untuk membantu fakir
miskin. atau untuk kepentingan pendidikan, penyediaan lapangan kerja dan
sebagainya.
b. Wakaf tunai dalam bentuk uang yang dipinjamkan
Bentuk kedua adalah wakaf dalam bentuk uang tunai
untuk dipinjamkan kepada proyek-proyek amal. Sering diistilah dengan temporary
wakaf deposits in loan basic.
Bentuknya, orang yang berwakaf membayar sejumlah
uang untuk dipinjamkan kepada pihak yang membutuhkan, dengan kewajiban untuk
mengembalikannya sesuai dengan jatuh temponya, tentunya tanpa bunga sedikit
pun.
Misalnya, uang itu untuk modal membangun sekolah,
lalu diperhitungkan bahwa akan ada pemasukan dari bayaran sekolah. Nantinya,
uang itu dikembalikan lagi kepada pewakaf atau pengelola wakaf untuk bisa
digunakan lagi untuk dipinjamkan kepada pihak lain yang membutuhkan. Dan
begitu seterusnya.
Peminjaman ini tentunya melahirkan pahala yang
dikirim kepada pihak yang memberi wakaf.
c. Wakaf Tunai dalam Bentuk Investasi
Bentuk ini mirip dengan di atas, namun pinjamannya
untuk para pengusaha. Sering juga disebut temporary wakaf deposits in
investment basic.
Bentuknya, pewakaf mengeluarkan uang lalu
diinvestaskan dalam beragam jenis usaha halal. Keuntungan atau bagi hasil
dari usaha yang rutin tiap bulan atau tiap tahun itulah yang dialokasikan
untuk semua bentuk kebaikan, misalnya memberi makan orang miskin, bea siswa
calon ulama, atau semua keperluan umat.
Dari semua dana yang dialokasikan dari hasil
keuntungan itulah dilahirkan pahala yang terus menerus mengalir kepada
pewakafnya.
2. Amal dan Pahala untuk yang Sudah Wafat
Rasulullah SAW benar ketika bersabda bahwa amal
setiap anak Adam sudah terputus bila meninggal, kecuali tiga hal. Namun
hadits itu tidak menafikan dimungkinkannya orang yang sudah meninggal
mendapat manfaat dari amal orang lain yang masih hidup.
Maka adanya doa dari seorang anak, atau dari
siapapun yang muslim, yang ditujukan demi kebaikan mayit di kuburnya,
merupakan bukti bahwa meski amalnya sudah putus, namun pintu untuk
mendapatkan manfaat dari orang yang masih hidup tidak pernah tertutup.
|
Diriwayatkan oleh 'Aisyah ra. bahwa ia bertanya kepada
Nabi SAW, "Bagaimana pendapatmu kalau saya memohonkan ampun untuk ahli
kubur?" Rasul SAW menjawab, "Ucapkan: (salam sejahtera semoga
dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu'min maupun muslim dan semoga Allah memberikan
rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi mendatang dan sesungguhnya -insya
Allah- kami pasti menyusul)." (HR Muslim).
Dari Ustman bin 'Affan ra berkata, "Adalah Nabi
SAW apabila selesai menguburkan mayyit beliau berdiri lalu bersabda,
"Mohonkan ampun untuk saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya,
karena sekarang dia sedang ditanya." (HR Abu
Dawud)
Demikian juga shalat jenazah yang dilakukan oleh orang
banyak, semuanya tidak lain demi memberi manfaat kepada mayit di dalam
kuburnya. Kalau tidak ada manfaatnya, buat apa diperintahkan dan disyariatkan?
Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar
Rasulullah SAW - setelah selesai shalat jenazah bersabda, "Ya Allah
ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah
tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air
embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari
kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat
tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik
dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka." (HR Muslim).
Dan semua dalil tentang adanya badal haji dengan niat
untuk orang yang sudah wafat, semakin menegaskan adanya manfaat buat mayit dari
orang yang masih hidup. Termasuk dalil diperintahkannya puasa yang dilakukan
seseorang untuk menutup hutang puasa orang tuanya.
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari
Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar
untuk hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah
haji untuknya?" Rasul menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu
mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang
Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)
Bahkan pelunasan hutang mayit oleh ahli warisnya, juga
akan mendinginkan api di dalam kuburnya.
Abu Qotadah telah menjamin untuk membayar hutang
seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya nabi SAW bersabda,
"Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya." (HR Ahmad)
Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah
ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada
Nabi SAW untuk bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah
meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya
bermanfaat baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata,
"Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan
untuknya." (HR Bukhari)
Semua dalil di atas akan menggiring kita kepada satu
kesimpulan, bahwa meski seseorang sudah wafat, namun tidak pernah tertutup
kemungkinan baginya untuk mendapatkan manfaat dari apa yang dikerjakan oleh
mereka yang masih hidup. Asalkan orang itu punya iman dan terhitung sebagai
muslim.
Pendapat yang Tidak Setuju
Memang ada ayat Quran yang bisa ditafsirkan bahwa
seorang tidak akan menerima pahala dari orang lain. Sehingga ada kalangan yang
berpendapat bahwa pahala tidak akan sampai kepada orang yang sudah mati.
Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya (QS. An-Najm:38-39)
Namun para ulama berbeda dalam memahaminya. Mereka
mengatakan bahwa ayat ini tidak berarti menafikan kemungkinan seseorang
mendapat manfaat dari usaha orang lain yang diberikan atas dasar kasih sayang
dan cinta. Termasuk doa dari mereka yang masih hidup.
Ayat ini hanya mengingatkan bahwa janganlah terlalu
berharap dari pertolongan orang lain, atau kiriman doa dan pahala dari orang
yang masih hidup. Tetapi beribadahlah dengan sungguh-sungguh. Karena
pertolongan dari orang lain belum tentu menjamin.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum
warahmatullahi wabaraktuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
http://www.rumahfiqih.com