Apa yang dimaksud dengan haji Qiran, Ifrad dan Tamattu'?






Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Insya Allah tahun ini saya dan istri akan berangkat ke tanah suci melaksanakan ibadah haji. Kami sudah ikut pelajaran manasik haji. Tetapi ada beberapa pertanyaan mendasar yang belum terjawab saat kami ikuti pelajaran.

Jadi kami coba meminta ustadz untuk menjawab pertanyaan kami yang paling dasar. Apa yang dimaksud dengan haji Qiran, Ifrad dan Tamattu'? Yang manakah yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW?

Demikian pertanyaan kami, semoga ustadz berkenan menjawabnya dan kami doakan semoga Allah SWT yang membalas semuanya. Amin

Wassalam



Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Perbedaan Qiran, Ifrad dan Tamattu'

Inti dari perbedaan antara ketiga jenis haji ini adalah pada pelaksanaan ibadah umrah terkait dengan ibadah haji. Ada yang satu ibadah diniatkan umarh dan haji sekaligus, namanya qiran. Ada yang hanya diniatan ibadah haji saja tanpa umrah, dan disebut ifrad. Dan ada yang dikerjakan sendiri-sendiri, umrah dulu lalu tinggal di Mekkah. Kemudian pada waktunya baru mengerjakan haji.

Lebih rincinya sebagai berikut :

1. Haji Qiran

Haji Qiran adalah haji yang dilakukan seseorang dimana ketika berihram dengan umrah pada bulan-bulan haji, kemudian memasukkan haji ke dalamnya sebelum tawaf.

Maka seseorang dikatakan melaksanakan haji dengan cara qiran adalah manakala dia melakukan ibadah haji dan umrah digabung dalam satu niat dan gerakan secara bersamaan, sejak mulai dari berihram.

Dengan kata lain, ketika memulai dari miqat dan berniat untuk berihram, niatnya adalah niat berhaji dan sekaligus juga niat berumrah. Kedua ibadah yang berbeda, yaitu haji dan umrah, digabung dalam satu praktek amal.  Dalam peribahasa kita sering diungkapkan dengan ungkapan, sambil menyelam minum air.

2. Haji Ifrad

Dari segi bahasa, kata Ifrad adalah bentuk mashdar dari akar kata afrada (
أفرد) yang bermakna menjadikan sesuatu itu sendirian, atau memisahkan sesuatu yang bergabung menjadi sendiri-sendiri.
Ifrad ini secara bahasa adalah lawan dari dari qiran yang berarti menggabungkan. Dalam istilah ibadah haji, Ifrad berarti memisahkan antara ritual ibadah haji dari ibadah umrah. Sehingga ibadah haji yang dikerjakan tidak ada tercampur atau bersamaan dengan ibadah umrah.
Sederhananya, orang yang berhaji dengan cara Ifrad adalah orang yang hanya mengerjakan ibadah haji saja tanpa ibadah umrah.
Kalau orang yang berhaji Ifrad ini melakukan umrah, bisa saja, tetapi setelah selesai semua rangkaian ibadah haji.

3. Tamattu'
Istilah Tamattu’ berasal dari al-mata' (المتاع) yang artinya kesenangan. Dan kata tamattu’ artinya bersenang-senang.
Dalam prakteknya, Haji Tamattu’ itu adalah berangkat ke tanah suci di dalam bulan haji, lalu berihram dari miqat dengan niat melakukan ibadah umrah, bukan haji, lalu sesampai di Mekkah, menyelesaikan ihram dan berdiam di kota Mekkah bersenang-senang, sambil menunggu datangnya hari Arafah untuk kemudian melakukan ritual haji.
Jadi Haji Tamattu’ itu memisahkan antara ritual umrah dan ritual haji. Datang ke tanah suci dengan niat umrah, lalu bertahallul dan tinggal sementara di Mekkah sebagaimana umumnya penduduk Mekkah. Selama tinggal di Mekkah ini tidak dalam keadaan berihram. Jadi tidak berlaku berbagai ketentuan yang mengharamkan ini dan itu. Makanya disebut tamattu' alias bersenang-senang.
Dan nanti begitu menjelang tanggal 8 atau 9, barulah mulai berhaji dengan berihram dari hotel masing-masing di Mekkah.
Sekilas antara Tamattu’ dan Ifrad memang agak sama, yaitu sama-sama memisahkan antara ritual haji dan umrah. Tetapi sesungguhnya keduanya amat berbeda.

Dalam Haji Tamattu’, jamaah haji melakukan umrah dan haji, hanya urutannya mengerjakan umrah dulu baru haji, dimana di antara keduanya bersenang-senang karena tidak terikat dengan aturan berihram. Sedangkan dalam Haji Ifrad, jamaah haji melakukan ibadah haji saja, tidak mengerjakan umrah.

Selesai mengerjakan ritual haji sudah bisa langsung pulang. Walau pun seandainya setelah selesai semua ritual haji lalu ingin mengisi kekosongan dengan mengerjakan ritual umrah, boleh-boleh saja, tetapi syaratnya asalkan setelah semua ritual haji selesai.

B. Mana Yang Dikerjakan Rasulullah SAW
Umumnya para ulama berbeda pendapat tentang manakah jenis haji yang dikerjakan oleh Rasululah SAW. Ada yang bilang beliau mengerjakan Qiran, ada yang bilang Ifrad dan ada juga yang mengatakan beliau melaksanakan Tamattu'. Tetapi yang jelas, dalam seumur hidup beliau hanya sekali saja mengerjakan ibadah haji.
Oleh karena itulah maka kita menemukan tiga pendapat yang berbeda tentang manakah yang lebih utama dari ketiga jenis haji itu.

1. Lebih Utama Ifrad
Mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa yang lebih utama adalah haji dengan cara Ifrad. Pendapat mereka ini juga didukung oleh pendapat Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Al-Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Jabir bin Abdillah ridwanullahialahim ajma’in. Selain itu juga didukung oleh pendapat dari Al-Auza’i dan Abu Tsaur.
Dasarnya menurut mereka antara lain karena Haji Ifrad ini lebih berat untuk dikerjakan, maka jadinya lebih utama. Selain itu dalam pandangan mereka, haji yang Rasulullah SAW kerjakan adalah Haji Ifrad.

2. Lebih Utama Qiran
Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang lebih utama untuk dikerjakan adalah Haji Qiran. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat ulama lainnya seperti Sufyan Ats-Tsauri, Al-Muzani dari kalangan ulama Mazhab Asy-Syafi’iyah, Ibnul Mundzir, dan juga Abu Ishaq Al-Marwadzi.
Dalil yang mendasari pendapat mereka adalah hadits berikut ini :
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّي فَقَال : صَل فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُل : عُمْرَةٌ فِي حَجَّةٍ
Telah diutus kepadaku utusan dari Tuhanku pada suatu malam dan utusan itu berkata,”Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan,”Umrah di dalam Haji”. (HR. Bukhari)
Hadits ini menegaskan bahwa awalnya Rasulullah SAW berhaji dengan cara Ifrad, namun setelah turun perintah ini, maka beliau diminta berbalik langkah, untuk menjadi Haji Qiran.
Dan adanya perintah untuk mengubah dari Ifrad menjadi Qiran tentu karena Qiran lebih utama, setidaknya itulah dasar argumen para pendukung pendapat ini.

3. Lebih Utama Tamattu’
Mazhab Al-Hanabilah berpendapat bahwa yang paling baik dan paling utama untuk dikerjakan justru Haji Tamattu’. Setelah itu baru Haji Ifrad dan terakhir adalah Haji Qiran.
Di antara para shahabat yang diriwayatkan berpendapat bahwa Haji Tamattu’ lebih utama antara lain adalah Ibnu Umar, Ibnu Al-Abbas, Ibnu Az-Zubair, Aisyah ridhwanullahi’alaihim. Sedangkan dari kalangan para ulama berikutnya antara lain Al-Hasan, ’Atha’, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, Al-Qasim, Salim, dan Ikrimah.
Pendapat ini sesungguhnya adalah satu versi dari dua versi pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah. Artinya, pendapat Mazhab Asy-Syafi’iyah dalam hal ini terpecah, sebagian mendukung Qiran dan sebagian mendukung Tamattu’.
Di antara dasar argumen untuk memilih Haji Tamattu’ lebih utama antara lain karena cara ini yang paling ringan dan memudahkan buat jamaah haji.

Maka timbul lagi pertanyaan menarik, kenapa untuk menetapkan mana yang lebih afdhal saja, para ulama masih berbeda pendapat? Apakah tidak ada dalil yang qath’i atau tegas tentang hal ini?

Jawabannya memang perbedaan pendapat itu dipicu oleh karena tidak ada nash yang secara langsung menyebutkan tentang mana yang lebih utama, baik dalil Al-Quran mau pun dalil As-Sunnah. Sehingga tetap saja menyisakan ruang untuk berbeda pendapat.
Dan hal itu ’diperparah’ lagi dengan kenyataan bahwa tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berhaji dengan Ifrad, Qiran atau Tamattu’. Kalau pun ada yang bilang bahwa beliau SAW berhaji Ifrad, Qiran atau Tamattu’, sebenarnya bukan berdasarkan teks hadits itu sendiri, melainkan merupakan kesimpulan yang datang dari versi penafsiran masing-masing ulama saja. Dan tentu saja semua kesimpulan itu masih bisa diperdebatkan.

Walhasil, buat kita yang awam, sebenarnya tidak perlu ikut-ikutan perdebatan yang nyaris tidak ada manfaatnya ini, apalagi kalau diiringi dengan sikap yang kurang baik, seperti merendahkan, mencemooh, menghina bahkan saling meledek dengan dasar yang masih merupakan perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Sikap yang paling elegan adalah menerima kenyataan bahwa semuanya bisa saja menjadi lebih afdhal bagi masing-masing orang dengan masing-masing keadaan dan kondisi yang boleh jadi tiap orang pasti punya perbedaan.

Sikap saling menghormati dan saling menghagai justru menjadi ciri khas para ulama, meski mereka saling berbeda pandangan. Kalau sesama para ulama masih bisa saling menghargai, kenapa kita yang bukan ulama malah merasa paling pintar dan dengan tega menjelek-jelekkan sesama saudara dalam Islam, untuk sebuah masalah yang memang halal kita berbeda pendapat di dalamnya?
Sesungguhnya kebenaran itu milik Allah semata.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA 

http://www.rumahfiqih.com

Posting Komentar

Video

[Yours_Label_Name][video]
[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.