Oleh : Pipit Era Martina
“Berapa honornya?”
Entah berapa kali suara itu bernyanyi di telingaku, dan entah berapa suara dengan irama berbeda yang mengarah ke sudut wajahku.
“Yang ini enggak ada honor, honornya Allah SWT yang kasih.”
“Oh gak dapat honor to, lantas ngapain kamu mau nulis? Capek-capek begadang sampe malam?”
“Ya seneng aja, rasanya bahagia ketika tahu tulisan yang kita sebarkan bermanfaat bagi pembaca, bahkan banyak yang tergugah. Bukankah itu honor yang besar?” Jawabku dengan semangat yang kian menggebu-gebu.
“Ahh, itu mah bukan honor namanya, yang namanya honor itu berbentuk materi.”
“Materi itu bonus dari Allah, nah kalau pahala itu honor yang luar biasa, tak dapat hilang ataupun tertukar.”
“Memang jodoh tertukar. Haha.”
Gelak tawanya sedikit mengiris hati, kenapa harus hal itu yang dipertanyakan, bukankah manfaat dan pahala itu lebih berharga dibanding dengan honor yang berupa materi? Kenapa harus honor yang menjadi pertanyaan empuk?
Ahh, sudahlah yang terpenting bagaimana niat kita saja dalam melakukan kebaikan, toh Allah tidak pernah tidur. Harta dan tahta sudah ada ketentuannya, bagaimana cara kita menjemput itu berbeda-beda dan tanpa disadari.
Menyebarkan dakwah dan pengetahuan atau apapun yang bermanfaat tidak harus di hitung dengan jumlah materi bukan? Tapi lihatlah seberapa banyak orang yang mencintai tulisan kita, berapa banyak manusia yang menyebarkan tulisan kita, berapa pasang mata yang meneteskan buliran bening karena terketuk pintu hatinya. Di situlah letak honor yang sangat besar. Di mana jemari kita sanggup merangkai kata indah yang mampu menembus lorong hati manusia lain.
Soal honor atau harta dunia itu urusan Allah. Allah SWT sudah mengatur semuanya serapih mungkin, jika memang selama kita menulis tidak akan menghasilkan materi, mungkin Allah akan tunjukkan dan berikan harta melalui jalan yang lain dan jika selamanya kamu tidak akan mendapatkan sepeserpun harta dari jerih payahmu menulis, ya jangan dijadikan sebuah keluhan, kagalauan atau sampai temui puncak kejenuhan. Tapi teruslah merangkai kata, teruslah menebar ilmu, walau hanya seujung jar. Percayalah, sedikit apapun itu, ilmu yang kau sebarkan dan berpengaruh positife bagi pembacanya maka itu adalah tabunganmu di akhirat nanti. Catatan yang memenuhi buku amalmu.
“Lebih baik kamu kerjakan saja hal yang lain, yang menghasilkan.”
Kembali, suara-suara sedemikian rupa menari di pendengaranku.
“Buat apa bela-belain duduk di depan layar sampe sakit punggung cuma untuk nulis yang tidak menghasilkan.”
Aku mau jawab apa? Beruntutan pertanyaan mereka seolah mengejarku, mengejek bahkan menjatuhkan kesukaanku.
“Entahlah, aku hanya merasa bahagia ketika tahu tulisanku banyak di share orang hingga berjumlah ribuan, menurutku itu sudah lebih menggembirakan dibanding dengan honor yang kau bicarakan.”
“Ehh, kamu itu terlalu bodoh ya, tulisan kamu yang di share sama orang itu cuma dibaca doang, belum tentu mereka memahami apalagi mengamalkan. Orang kamu yang nulis saja tidak seindah tulisanmu.”
Astaghfirullah, memang benar apa yang dikatakannya, perilakuku tak seindah tulisanku, namun mengapa harus keluar kata-kata buruk itu di saat kita sedang mencoba belajar sembari berbagi?
“Kau tahu, meski tulisanku tidak menggerakkan hati banyak orang, namun setidaknya niat baikku untuk berbagi dan mengajak mereka memperbaiki diri sudah tercatat baik dalam buku catatan amalku.”
“Alahh sok tahu kamu ini, lama-lama ngomong sama kamu bikin pusing kepala, kamu itu sudah termakan omongan teman-teman mu yang bisanya cuma nulis-nulis tanpa mikir besok punya uang apa enggak.”
“Terserah dirimu saja, yang terpenting bagiku adalah belajar memperbaiki diri dan terus berusaha berbagi, semoga niat baikku cukup untuk sedikit menutupi dosaku yang kian berlumut.”
“Terserah kamu saja. Pusing aku,” ucapnya sembari melambaikan tangan dan pergi.
Teman-teman sekalian, ketahuilah. Rezeki itu bukan hanya berupa materi, kesehatanpun itu berupa materi, dan menurut saya tulisan yang dibaca banyak orang bahkan sampai di share ribuan kali itu suatu rezeky yang amat luar biasa, bahagia yang tak terkira.
Berhentilah membicarakan atau menanyakan honor kepada mereka yang hobby menulis dakwah atau pengetahuan lainnya melalui media. Tidak semua penulis dihargai dengan materi, mungkin kalian melihat penulis novel ternama seperti bunda Asma Nadia, Ghalil Gibran dan yang lainnya, mereka bergelimang harta saat ini, tapi apa kalian tahu bagaimana awal perjuangan mereka yang menulis tanpa mendapat sepeserpun materi bahkan pujian sekalipun. Mereka juga sama, hinaanlah yang membuat mereka jaya, bukan pujian ataupun harta, tetapi keyakinan bahwa Allah tidak pernah tidur dan Allah selalu dekat dengan umat-Nya dan juga selalu senantiasa mendengar do’a-do’a makhluk-Nya.
Keep fighting dan keep Istiqamah untuk teman seperjuangan yang senantiasa menebarkan kebaikan di manapun.
Senin, 14 Rabiulakhir / 25 Januari 2016