Gaung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan oleh Sukarno-Hatta membahana bukan hanya di penjuru tanah air melainkan juga di seantero dunia. Lalu bagaimanakah keadaan Indonesia yang sebenarnya paska proklamasi. Benarkah segala bentuk penjajahan sudah dihapuskan dari bumi pertiwi ini.
Rupanya bangsa penjajah dan sekutunya tidak serta merta hengkang dari Indonesia. Malahan mereka ingin membonceng sekutu untuk kembali menjajah Indonesia. Hal itu seperti yang terjadi di Surabaya pada bulan November 945. Bulan November 1945 merupakan bulan bersejarah selain proklamasi 17 Agustus 1945. Tanggal 10 November 1945 merupakan peristiwa heroik dimana rakyat dan pemuda (arek-arek) Surabaya dengan persenjataan seadanya berani melawan Inggris dan sekutunya sampai titik darah penghabisan.
Keberanian Gubernur Suryo dalam melawan sekutu (Inggris) Pertempuran sengit tak terhindarkan dan terjadi di hampir seluruh kawasan di Surabaya. Tak terhitung korban nyawa melayang akibat pertempuran yang dahsyat itu. Surabaya menjadi lautan api. Hari dimana terjadi peristiwa heroik yang membukakan mata dunia ini untuk kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan 10 November.
Sehari sebelum meletusnya peristiwa pertempuran Surabaya, pada tanggal 9 November 1945 jam 23.00 Gubernur Suryo melakukan pidato di Radio Nirom. Isi pidato Gubernur Suryo adalah sikap tegasnya untuk menolak ultimatum Inggris agar rakyat Surabaya menyerah tanpa syarat. Bunyi pidato pernyataan Gubernur Suryo di Radio Nirom, di Jalan Embong Malang Surabaya Bung Karno saat itu menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Gubernur Suryo di Surabaya.
"Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak ultimatum itu". Begitu kutipan pidato Gubernur Suryo yang fenomenal itu. Hingga kini pekik semangat itu masih bisa traveler saksikan terpahat pada sebuah monumen di Jalan Taman Apsari Surabaya.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 10 September 1948 Gubernur Suryo mengalami nasib malang tatkala beberapa orang tak dikenal merenggut nyawanya. Tragedi yang memilukan itu diduga kuat berhubungan dengan peristiwa PKI Madiun. Beliau dimakamkan di kota kelahirannya di Magetan, Jawa Timur.
http://m.kompasiana.com/
Posting Komentar