يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,
Bagi
kita yang mengenal sejarah Islam pastilah telah memiliki pandangan
positif tentang betapa sempurnanya ajaran agama ini hingga sanggup
membentuk karakter para pendahulunya menjadi pejuang, bahkan pemimpin
yang hebat. Di antara para sahabat Assabiqunal Awwalun yang
begitu lekat dalam ingatan kita, yaitu sosok sahabat seperti Abu Bakar
ash-Shiddiq, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib
ditambah lagi dengan para tabi’in yang pernah menjadi pemimpin di
kalangan umat Islam. Bila mengenang kembali aksi-aksi fenomenal mereka
di zaman Rasulullah dan di masa-masa kekhalifahan, maka sangat terasa
kenangan sejarah itu menumbuhkan sebuah kerinduan akan hadirnya kembali
karakter-karakter kepemimpinan seperti mereka. Hampir tidak kita
temukan indikator-indikator yang menjadi bukti kegagalan mereka. Yang
ada justru adalah kisah-kisah sukses tentang kepemimpinan mereka. Mari
kita simak penggalan-penggalan kisah kepemimpinan inspiratif beberapa di
antara mereka.
Abu Bakar ash-Shiddiq, Sang Pemimpin Waraa’
Dalam sebuah penggalan pidatonya yang terkenal, Abu Bakar ash-Shiddiq dengan lantangnya mengatakan, “Orang
yang kalian nilai kuat, sebenarnya kuanggap lemah. Adapun yang kalian
pandang lemah adalah orang yang kuat dalam pandanganku.”
Inilah
kalimat yang menggambarkan keberanian dan keadilan beliau sebagai
pemimpin. Tidak membuka peluang untuk berkongsi terhadap
kekuatan-kekuatan besar. Akan tetapi, lebih memilih untuk menjadi
penguat bagi mereka yang lemah. Tidak seperti yang terjadi saat ini.
Kekuasaan justru hanya menguntungkan orang-orang dekat,
pengusaha-pengusaha kakap, pejabat teras dan kalangan elit lainnya.
Sedangkan rakyat kecil dimarjinalkan, pedagang kecil digusur, orang
bodoh dibodoh-bodohi dan dibohongi, pegawai rendahan dibentak-bentak,
dan bila tak berduit jangan mimpi memperoleh pelayanan lebih.
Bahkan
beliaupun tak segan mengangkat pedang untuk memerangi mereka yang telah
murtad, yang enggan menjalankan perintah Allah dengan menyebarkan
kesesatan, dan yang tidak mau mengeluarkan zakat. Penyimpangan iman
pasca wafatnya Rasulullah ini telah menggerakkan Abu
Bakar untuk membentuk 11 unit pasukan perang untuk memberantas para
pelakunya. Begitulah sosok khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Apa yang
pernah dikatakan dan dilakukan Abu Bakar sebagai pemimpin adalah sebuah
komitmen imaniyah antara Allah, dirinya dan umat yang dipimpinnya ketika
sudah diangkat sebagai khalifah. Inilah yang melahirkan kegigihan dalam
mewujudkan ucapan janji itu.
Yang terjadi pada pemimpin kita saat
ini bukan hanya disumpah menyebut nama Allah saat dilantik. Bahkan
sebelum terpilihpun telah mengumbar janji-janji manis dan kemudian
mengkhianati sumpah dan mengingkari janji-janjinya. Mereka menjanjikan
jalan ke ‘surga’ tapi yang ada adalah jalan ke ‘neraka’. Mereka
menjanjikan cahaya terang tapi yang ada adalah gelap gulita. Mereka
sesumbar tak akan mengambil gaji sepeserpun. Tapi, yang dia kumpulkan
adalah tunjangan-tunjangan, gratifikasi, mark-up, komisi
perjalanan dinas, dan hadiah-hadiah jatah proyek. Mereka berkomitmen
untuk mengemban tugas dalam 5 tahun, tapi belum seumur jagung periode
kepemimpinan kembali tergoda untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan
menjanjikan kekuasaan dan materi.
Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Qs. al-Isra`: 34)
Umar bin Khatthab, Khalifah Pemberani yang gemar Turun ke Lapangan
Efek
keberaniannya menyebabkan setan-setan menjauh dari jalan yang akan
dilalui olehnya. Namun, sang khalifah begitu mudah meneteskan air mata
jika ada rakyatnya yang kelaparan. Dia tak akan nyenyak tidur sampai
memastikan perut-perut rakyatnya telah terisi makanan. Suatu ketika,
Khalifah Umar menemukan seorang ibu yang memasak batu hanya untuk
menghibur anak-anaknya yang menangis kelaparan karena tak lagi memiliki
makanan. Pada saat itu juga, Umar sendirilah yang memikul sekarung
gandum yang diambil dari gudang Negara.
Bila Umar tak ingin
diketahui oleh orang saat melakukan blusukan dan dilakukan di saat larut
malam, maka pemimpin yang saat ini melakukannya di tengah gegap gempita
liputan media. Dia tak akan turun dari mobil jika kamera wartawan belum
siap menyorotnya. Kegiatan itu dilakukan semata-mata untuk melambungkan
popularitas sang pemimpin. Inilah model pemimpin yang gemar membohongi
rakyatnya dengan tampilan luar belaka. Keasliannya ternyata tak seperti
apa yang nampak. Kebohongan menjadi bahasa yang enteng diucapkannya.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullaah,
Masih
begitu banyak pemimpin di kalangan Islam yang memiliki rekam jejak
dengan segala aksi fenomenal mereka. Di antara mereka adalah, Khalifah
Umar bin Abdul Aziz yang pernah dikisahkan bahwa beliau mematikan lilin
istana ketika berbincang dengan putranya karena tidak pantas bagi
seorang Khalifah menikmati cahaya lilin yang dibeli dari uang rakyat
ketika membicarakan masalah keluarganya. Dia juga pernah diberikan kuda
tunggangan peliharaan terbaik untuk kendaraan dinasnya, tapi dia
menolaknya dan memerintahkan untuk menjual kembali kuda itu dan uangnya
disimpan di Baitul Maal. Di masa kekuasaannyalah tidak lagi
ditemukan penerima zakat. Penurunan angka kemiskinan yang cukup
fantastis menjadi indikator kesuksesannya yang paling fenomenal di
bidang ekonomi.
Bandingkan dengan pemimpin saat ini. Kita akan
temukan rumah-rumah dinas para penguasa yang berjejal di halamannya
mobil-mobil mewah. Tidak jarang fasilitas negara justru digunakan untuk
kepentingan pribadi dan keluarga mereka. Di akhir masa jabatannya,
rakyat miskin malah bertambah, hutang negara membengkak, kurs mata uang
semakin merosot, tapi ironisnya harta kekayaannya dalam LHKPN terakhir
justru membuncit.
Gubernur Said bin Amir al-Jumahi yang pernah
memimpin Syam atau Hims di zaman kekhalifahan Umar bin Khatthab juga
memiliki sebuah kisah yang fenomenal. Saat diminta oleh sang Khalifah
untuk menjadi Gubernur di Syam, apa jawaban Said? Bukan
ungkapan kegirangan atau ucapan terima kasih. Namun seperti orang yang
tertimpa musibah dia menolak amanah itu dan berkata, “Demi Allah, jangan
kau timpakan fitnah kepadaku dan jangan kau kalungkan amanah ini di
leherku, jangan wahai Umar!”
Dengan tertegun, Khalifah Umar
kemudian menjawab, “Kalian limpahkan seluruh urusan kalian ke pundakku.
Apakah kalian akan biarkan aku sendirian menanggung beban ini?” Lantaran
jawaban Umar itulah akhirnya dengan terpaksa Said pergi ke Hims untuk
menjadi Gubernur. Di kemudian hari, justru namanyalah yang tertera
sebagai salah satu penduduk termiskin di negeri yang dipimpinnya
sendiri.
Bandingkan kembali dengan kondisi saat ini. Demi sebuah
kekuasaan para pemimpin saling sikut dan saling menjatuhkan. Keserakahan
menjadi kasat mata nampak di hadapan kita. Nomor urut 1 menjadi rebutan
para Caleg. Kekuasaan telah menjadi sebuah gaya hidup. Pestapora
kemenangan dirayakan sebagai simbol kebanggaan, padahal beban amanah
yang begitu berat terkalung di leher-leher mereka.
Sosok
berikutnya yang patut untuk dikenang adalah panglima kaum muslimin,
Shalahuddin al-Ayyubi. Separuh hidupnya didedikasikan untuk membebaskan
negeri-negeri muslim dari cengkeraman bangsa-bangsa penindas. Sang
Panglima pantang menyerah tatkala berada di medan jihad hingga begitu
disegani oleh pemimpin-pemimpin dunia pada saat itu. Baginya, tak
sejengkalpun tanah kaum muslimin layak dihinakan oleh siapapun. Baitul
Maqdis di al-Quds, Mesir, Suriah, dan dua kota umat Islam Mekah dan
Madinah terjaga kehormatannya di tangan Jenderal, Panglima sekaligus
Khalifah kaum muslimin ini.
Malu rasanya untuk membandingkan
beliau dengan para pemimpin saat ini. Saat Palestina terjajah, Mesir
dihinakan, Muslim Rohingya dibantai, Muslim Afrika Tengah di bakar
hidup-hidup karena keimanan mereka, semuanya diam. Hanya kecaman dalam
pidato kenegaraan yang mereka andalkan untuk menutupi kelemahan mereka.
Para pemimpin muslim terjebak pada alasan klasik konsep negara-bangsa
yang membatasi persaudaraan hanya sampai pada batas-batas negara.
Sungguh tak berperikemanusiaan. Saksikan putra terbaik Islam!
Shalahuddin al-Ayyubi tanpa mengandalkan pidato kenegaraan, beliau
terjun ke medan tempur demi kehormatan tanah dan darah kaum muslimin.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullaah,
Allah
menghadirkan begitu banyak kisah-kisah kepemimpinan baik yang buruk
maupun yang diwarnai kesuksesan tidak lain adalah untuk menjadi peta
bagi arah berperilaku bagi pemimpin di era kini dan di masa mendatang.
Allah ceritakan kisah Fir’aun dan Namrudz di dalam al-Quran tidak untuk
diikuti, tapi untuk diambil pelajarannya. Sejarah menghadirkan kisah
kepemimpinan para suksesor agama Allah agar para pemimpin memiliki
banyak pilihan sebagai patron bagi arah dan perilaku kepemimpinan
mereka.
Para pemimpin sukses di zaman dahulu itu lahir ketika
belum terdapat media sebagai alat propaganda dan ketika belum
berkembangnya sistem politik. Saat ini, peran-peran politik rakyat
dilibatkan secara langsung dalam suksesi kepemimpinan sebagai imbas
diterapkannya sistem demokrasi modern. Umat Islam yang menjadi komponen
terbesar di negara yang besar ini harus dapat memanfaatkan potensi besar
itu untuk kepentingan bangsa dan Negara yang berkeadilan (adil bagi
semua anak bangsa) dan berdaulat secara ekonomi dan politik (tanpa
adanya tekanan-tekanan dan kendali dari pihak asing).
Untuk para
calon pemimpin dan para pemimpin di level manapun, hendaknya
menyempatkan diri menyelami kembali sejarah para pemimpin Islam sebagai
sumber inspirasi dan sebagai bentuk ikhtiar positif dalam memberi arah
dan warna bagi karakter kepemimpinannya.
Para pemimpin muslim
selayaknya dapat memberi ruang bagi terciptanya aksi-aksi populis tanpa
rekayasa. Kisah-kisah kepemimpinan di masa kejayaan Islam telah menguak
begitu banyak narasi yang kaya akan hikmah kepemimpinan yang
sesungguhnya hingga menjadi layak untuk diteladani. Para pemimpin
seharusnya sadar dengan sepenuhnya bahwa kepemimpinan itu ada untuk
melayani, bukan untuk selalu dilayani. Kepemimpinan hadir sebagai bentuk
pengorbanan, bukan malah mengorbankan orang lain. Kepemimpinan eksis
bukan untuk mengejar materi, tetapi untuk menebar lebih banyak manfaat.
Kepemimpinan bukan untuk menambah tinggi kebanggaan tetapi sebagai
peluang untuk menguji ketawadhu’an. Kepemimpinan juga seharusnya menjadi
sarana efektif menerapkan konsep Rahmatan Lil ‘Alamin, bukan malah menjadi Musibah Lil ‘Alamin.
Dalam setiap diri manusia, terbebani amanah kepemimpinan yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Rasulullah bersabda:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا
وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ
وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ
وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian
adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban
atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta
pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan
akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang istri adalah
pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu
adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.”
Ketahuilah,
semakin besar kapasitas kepemimpinan seseorang, maka semakin besar pula
kadar pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Posting Komentar