إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله من
شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا
هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده
ورسوله. والحمد لله حمدا الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ
لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي
بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ
الْبَصِيرُ. أما بعد..فيأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل
وتمسك بهذا الدين تمسكا قويا والاستقامة في سبيله حتى يأتينا اليقين.
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tidak terasa bahwa kita sudah berada di bulan Rajab yang mulia, berarti beberapa bulan ke depan kita akan bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah, Ramadhan Al-Mubarak. Di mulai dari bulan Rajab inilah Rasulullah mempersiapkan diri dan keluarganya untuk menyambut kedatangan tamu agung Ramadhan dengan berbagai persiapan istimewa demi menggapai kesempurnaan dan kebaikan Allah swt. yang berlimpah ruah. Dengan berdoa: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami berjumpa dengan bulan Ramadhan.”
Salah satu peristiwa besar yang hanya terjadi sekali seumur kehidupan manusia adalah peristiwa isra dan mi’raj Rasulullah saw. Isra’ berarti perjalanan Rasulullah di malam hari dari Masjdil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan mi’raj berarti dinaikannya Rasulullah menghadap Allah di sidratil muntaha.
Peristiwa yang maha agung ini menunjukkan keagungan Rasul yang terpilih untuk menjadi subjek dalam peristiwa ini. Dalam beberapa riwayat, Rasuullah bahkan menjadi imam sholat bagi seluruh para nabi sebelumnya. Keagungan Rasul ini tentu menjadi kebanggaan dan kebahagian kita selaku umatnya dengan tetap mempertahankan dan memelihara kemuliaan tersebut dalam kehidupan kita. Jika tidak, maka berarti kita telah mengotori kemuliaan tersebut. Apalagi dengan sengaja menyalahi aturan dan sunnahnya. Na’udzu biLlah.
Peristiwa isra’ dan mi’raj diabadikan oleh Al-Qur’an dalam surah yang dinamakan dengan peristiwa tersebut, yaitu surah Al-Isra’. Bahkan peristiwa inilah yang mengawali surah ini. Simaklah firman Allah swt.:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Isra': 1).
Dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa Rasulullah senantiasa membaca surah ini bersama surah Az-Zumar pada malam hari.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sudut pandang tentang isra’ dan mi’raj memang bisa beragam; dari kacamata akidah, isra mi’raj mengajarkan tentang kekuasaan Allah swt. yang tidak terhingga.
Dari sudut pandang sains, mengajarkan bagaimana dunia keilmuan masih menyisakan teori ilmiah yang belum terkuak. Benarkan pernyataan tulus para malaikat Allah swt: “Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (2:32).
Dari sudut pandang moralitas, peristiwa ini mengajarkan bagaimana adab dan akhlak seorang hamba kepada Khaliqnya. Sungguh beragamnya sudut pandang ini menunjukkan keagungan peristiwa yang hanya sekali terjadi sepanjang kehidupan manusia, dan hanya terjadi kepada seorang insan pilihan, Rasulullah saw.
Sayyid Quthb menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isra ini dengan menyebutkan bahwa ungkapan tasbih yang mengawali peristiwa ini menujukkan keagungannya, karena tasbih diucapkan manakala menyaksikan atau melihat sesuatu yang luar bisa yang hanya mampu dilakukan oleh Dzat yang Maha Kuasa. Sedangkan lafadz “bi’abdihi” adalah untuk mengingatkan status manusia (Rasulullah) dengan anugerahnya yang bisa mencapai maqam tertinggi sidratul muntaha, agar ia tetap sadar akan kedudukanya sebagai manusia meskipun dengan penghargaan dan kedudukan yang tertinggi sekalipun yang tidak akan pernah dicapai oleh seluruh manusia sampai hari kiamat.
Allah swt. memilih perjalanan isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah karena ada ikatan ideologis yang sangat erat; antara akidah Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad saw. Disamping ikatan kemasjidan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dalam konteks keutamaannya. Rasulullah mengingatkan:
“Tidak dianjurkan mengadakan perjalanan kecuali menuju tiga masjid; Masjid Haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Aqsha di Palestina.” (Bukhari).
Ini juga untuk mengingatkan umat Islam semua bahwa hubungan ideologis antara seluruh umat Islam dengan Palestina tidak boleh padam dan harus terus diperjuangkan.
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103)
فَأَوْحَى
إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (10) مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (11)
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (12) وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى
(13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15)
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tidak terasa bahwa kita sudah berada di bulan Rajab yang mulia, berarti beberapa bulan ke depan kita akan bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah, Ramadhan Al-Mubarak. Di mulai dari bulan Rajab inilah Rasulullah mempersiapkan diri dan keluarganya untuk menyambut kedatangan tamu agung Ramadhan dengan berbagai persiapan istimewa demi menggapai kesempurnaan dan kebaikan Allah swt. yang berlimpah ruah. Dengan berdoa: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami berjumpa dengan bulan Ramadhan.”
Salah satu peristiwa besar yang hanya terjadi sekali seumur kehidupan manusia adalah peristiwa isra dan mi’raj Rasulullah saw. Isra’ berarti perjalanan Rasulullah di malam hari dari Masjdil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Sedangkan mi’raj berarti dinaikannya Rasulullah menghadap Allah di sidratil muntaha.
Peristiwa yang maha agung ini menunjukkan keagungan Rasul yang terpilih untuk menjadi subjek dalam peristiwa ini. Dalam beberapa riwayat, Rasuullah bahkan menjadi imam sholat bagi seluruh para nabi sebelumnya. Keagungan Rasul ini tentu menjadi kebanggaan dan kebahagian kita selaku umatnya dengan tetap mempertahankan dan memelihara kemuliaan tersebut dalam kehidupan kita. Jika tidak, maka berarti kita telah mengotori kemuliaan tersebut. Apalagi dengan sengaja menyalahi aturan dan sunnahnya. Na’udzu biLlah.
Peristiwa isra’ dan mi’raj diabadikan oleh Al-Qur’an dalam surah yang dinamakan dengan peristiwa tersebut, yaitu surah Al-Isra’. Bahkan peristiwa inilah yang mengawali surah ini. Simaklah firman Allah swt.:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Isra': 1).
Dalam riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa Rasulullah senantiasa membaca surah ini bersama surah Az-Zumar pada malam hari.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sudut pandang tentang isra’ dan mi’raj memang bisa beragam; dari kacamata akidah, isra mi’raj mengajarkan tentang kekuasaan Allah swt. yang tidak terhingga.
Dari sudut pandang sains, mengajarkan bagaimana dunia keilmuan masih menyisakan teori ilmiah yang belum terkuak. Benarkan pernyataan tulus para malaikat Allah swt: “Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (2:32).
Dari sudut pandang moralitas, peristiwa ini mengajarkan bagaimana adab dan akhlak seorang hamba kepada Khaliqnya. Sungguh beragamnya sudut pandang ini menunjukkan keagungan peristiwa yang hanya sekali terjadi sepanjang kehidupan manusia, dan hanya terjadi kepada seorang insan pilihan, Rasulullah saw.
Sayyid Quthb menafsirkan ayat pertama dari surah Al-Isra ini dengan menyebutkan bahwa ungkapan tasbih yang mengawali peristiwa ini menujukkan keagungannya, karena tasbih diucapkan manakala menyaksikan atau melihat sesuatu yang luar bisa yang hanya mampu dilakukan oleh Dzat yang Maha Kuasa. Sedangkan lafadz “bi’abdihi” adalah untuk mengingatkan status manusia (Rasulullah) dengan anugerahnya yang bisa mencapai maqam tertinggi sidratul muntaha, agar ia tetap sadar akan kedudukanya sebagai manusia meskipun dengan penghargaan dan kedudukan yang tertinggi sekalipun yang tidak akan pernah dicapai oleh seluruh manusia sampai hari kiamat.
Allah swt. memilih perjalanan isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha adalah karena ada ikatan ideologis yang sangat erat; antara akidah Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad saw. Disamping ikatan kemasjidan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dalam konteks keutamaannya. Rasulullah mengingatkan:
“Tidak dianjurkan mengadakan perjalanan kecuali menuju tiga masjid; Masjid Haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Aqsha di Palestina.” (Bukhari).
Ini juga untuk mengingatkan umat Islam semua bahwa hubungan ideologis antara seluruh umat Islam dengan Palestina tidak boleh padam dan harus terus diperjuangkan.
بارك الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم و نستغفر الله فإنه غفور رحيم
Posting Komentar