Tawadhu Sahabat Nabi

الحمدُ للهِ الذِي أَلَّفَ بيْنَ قُلُوبِ المؤمنينَ، وجمَعَ رأْيَهُمْ علَى كَلِمَتَيْ الحقِّ والدِّينِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وأَشْهَدُ أَنَّ سيدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ ، وصفِيُّهُ مِنْ خلقِهِ وخليلُهُ
فاللَّهُمَّ صَلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سيدِنَا محمدٍ وعلَى آلِهِ وصحبِهِ أجمعينَ ومَنْ تَبِعَهُمْ بإحسانٍ إلَى يومِ الدِّينِ.
أَمَّا بعدُ: فأُوصيكُمْ عبادَ اللهِ ونفسِي بتقوَى اللهِ تعالَى، قالَ اللهُ عزَّ وجلَّ
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢١٥)
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

Hadirin Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Pembenahan akhlak merupakan misi kenabian dari Nabi Muhammad Saw., seperti deklarasinya pada salah satu haditsnya: Innama bu’isttu li utammima makarimal akhlaq (sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia). Untuk itu akan kita temukan kemuliaan akhlak itu pada berbagai cerita Nabi dan para sahabatnya. Seperti pada kisah berikut ini:

Pada suatu hari Abu Bakar RA dan Ali bin Abi Thalib RA pergi berkunjung ke rumah Rasulullah Saw… Setibanya di depan pintu rumah nabi, satu sama lain saling mendorong rekannya untuk masuk terlebih dahulu.

Abu Bakar: Kamu duluan, ya Ali!
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakr, sedang Rasulullah sendiri pernah bersabda tentang mu: “Belum pernah matahari terbit atau terbenam atas seseorang sesudah para nabi, lebih utama dari Abu Bakar.”
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah juga pernah bersabda tentangmu: “Aku telah menikahkan wanita terbaik kepada lelaki terbaik, aku nikahkan putriku Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib.”
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakar, sedang Nabi Saw pernah bersabda: “Kalau iman umat ini ditimbang dengan iman Abu Bakar, tentu akan berat timbangan iman Abu Bakar.”
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah Saw pernah bersabda tentangmu: “Dikumpulkan Ali bin Abi Thalib di Mahsyar pada hari Kiamat kelak dengan berkendaraan bersama Fatimah, Hasan dan Husain, lalu orang-orang bertanya-tanya, “Nabi siapa gerangan itu?” Lalu ada yang menjawab, “ia bukan nabi, tetapi Ali bin Abi Thalib dan keluarganya.”
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakar, sedang Rasulullah Saw pernah bersabda tentang engkau: “Kalau aku harus mempunyai kekasih selain dari Rabbku, tentu aku akan memilih Abu Bakar sebagai kekasihku.”
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah Saw pernah bersabda: “Pada hari kiamat aku bersama Ali, lalu Allah berfirman kepadaku: “Wahai kekasihku, aku telah pilihkan untukmu, Ibrahim al-Khalil sebagai ayah terbaikmu, dan Aku telah pilihkan untuk Ali sebagai saudara dan sahabat terbaikmu.”
Ali: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Aba Bakar, sedang Allah Ta’ala pernah berfirman tentangmu: “Dan orang yang datang membawa kebenaran dan orang yang membenarkannya, mereka itu adalah orang-orang yang bertaqwa (QS. Az-Zumar: 33)
Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali sedang Allah Ta’ala juga telah mengisyaratkan mu dalam firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari kerelaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)

Pada waktu keduanya sedang asyik memperbincangkan keutamaan sahabatnya, Jibril datang berkunjung kepada Rasulullah Saw, seraya berkata: “Ya Rasulullah, di luar sana ada Abu Bakar dan Ali hendak menemuimu. Pergilah, sambutlah keduanya!”

Maka Rasulullah Saw segera bangkit dari duduknya, menyambut mesra dan mempersilakan masuk kedua sahabatnya yang mulia. Beliau Saw menempatkan Abu Bakar di sebelah kanannya dan Ali di sebelah kirinya, seraya berkata kepada mereka, 

“Demikianlah kami kelak dibangkitkan di hari Kiamat.”
Akhlak mereka itu persis dengan ayat Allah yang berbunyi:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (٢١٥)

Dan rendahkanlah sayapmu terhadap orang-orang yang mengikutimu, Yaitu orang-orang yang beriman. (QS. Asy-Syu’ara: 215)

Rendahkanlah sayapmu ini berkonotasi agar Rasulullah Saw. Rendah hati atau tawadhu bila berhadapan dan berinteraksi dengan para sahabatnya. Dan kerendahhatian Rasulullah Saw. Ini ditiru oleh para sahabat kemudian, maka terbacalah oleh kita sekarang tentang sifat dasar pengikut Nabi Muhammad Saw. Dari kurun ke kurun, generasi ke generasi. Allah mengingatkan kita bahwa generasi pengganti yang akan berperan kemudian setelah habis masa peran orang-orang yang keluar dari ajaran-Nya, memiliki sifat tawadhu, lemah lembut seperti dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (٥٤)

Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan sebuah kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Maidah: 54)

Hadirin Jamaah Jumat yang mencari ridha Allah,
Untuk itu, alangkah eloknya bila kita sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw. Yang tawadhu, berhias diri juga dengan sikap tawadhu, terutama dengan sesama umat Sayyidina Muhammad Saw. Sehingga akan tampak pemandangan sosial yang indah di antara sesama muslim, saling menghargai, tidak saling merendahkan, saling menutupi, tidak saling menelanjangi, saling memuji, tidak saling mencela. Energi kita pun tidak digunakan untuk mencari cacat saudara, tetapi kita gunakan untuk mengerahkan potensi kita agar berdaya guna hidup di tengah-tengah masyarakat.

Namun perlu diingat, rendah hati ini jangan sampai masuk ke derajat rendah diri. Karena rendah hati akan berdampak positif, sementara rendah diri akan berdampak negatif. Rendah hati adalah sebuah keutamaan, sedangkan rendah diri adalah kehinaan. Rendah hati akan memacu jiwa pemiliknya untuk terus bertanding, sedangkan rendah diri akan meracuni pemiliknya untuk tidak ikut bertanding, mereka kalah sebelum berperang. Rendah hati adalah obat kesombongan, sedangkan rendah diri adalah penyakit, yang sementara ini menggerogoti jiwa umat Nabi Muhammad Saw.

Semoga saja kita termasuk orang yang rendah hati yang tidak rendah diri. Amin ya Rabbal ‘alamin.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (٦٣)

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. Al-Furqan: 63)

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Posting Komentar

Video

[Yours_Label_Name][video]
[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.