- Oleh : Muhaimin Iqbal
ikadikobar.blogspot.com - Sejak
kemenangan tentara sekutu dalam Perang Dunia II, banyak berkembang
strategi bisnis barat yang diinpirasi oleh strategi perang dan
intelligence. Jauh sebelumnya juga sudah terjadi para pebisnis timur
belajar dari strategi perang China yang terkenal dengan Sun Tzu-nya.
Apakah para pebisnis muslim bisa belajar dari para panglima perang di
masa kejayaan Islam ? sangat bisa !
Referensi
dari strategi perang yang sangat inspiratif itu antara lain dari
kemenangan yang legendaris tentara Islam di Constantinople yang kemudian
berubah nama menjadi Islambul (Islam penuh), tetapi nama ini kemudian
diplesetkan oleh kaum sekularis Turki menjadi Istambul hingga kini.
Ketika
Constantinople akhirnya bisa ditaklukan oleh panglima perang terbaik –
Muhammad Al-Fatih dengan tentara terbaiknya 29 Mei 1453, itu kabar
baiknya sudah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
sendiri 8 abad sebelum peristiwa terjadi.
Bahwa
Muhammad Al-Fatih dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 8
abad sebelum kelahirannya – sebagai pemimpin perang terbaik dengan
pasukan terbaik yang akan menaklukkan Constantinople, tentu amat sangat
banyak yang bisa dipelajari dari Sultan yang di dunia barat disebut
sebagai “Mehmet the Conqueror” (Mehmet Sang Penakluk) ini.
Ketika
penaklukan itu terjadi dia baru berusia 21 tahun lebih 2 bulan
(Kalender Masehi - sekitar 22 tahun Kalender Hijriyah), hafal Al-Qur’an
sejak belia, menguasai tujuh bahasa dan berbagai bidang keilmuan yang
ada pada jamannya, tidak pernah meninggalkan sholat jamaah sebagaimana
dia juga perintahkan ke seluruh prajuritnya – dan bahkan dia sendiri
tidak pernah meninggalkan sholat malam sejak dia balig.
Meskipun
berbagai cara untuk penaklukan Constantinople dilakukan sejak beberapa
generasi sebelumnya tanpa membuahkan hasil, cerita bahwa suatu saat
Constantinople akan bisa ditaklukkan ini dahulu diteruskan dari generasi
ke generasi pada jamannya.
Hingga
sampai suatu saat - dengan ijin Allah - Muhammad Al-Fatih dengan bekal
ketaatan dan kekuatan sholat malamnya, dengan bekal pengetahuannya yang
sangat luas termasuk science pada jamannya – dia mampu membangun
strategy perang yang tidak pernah terbayangkan oleh orang lain sebelum
jamannya – maka penaklukkan Constantinople itu bisa benar-benar
terealisir.
Penaklukan ini sekaligus menjadi bukti kebenaran Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “Konstantinopel
benar-benar akan ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin pasukan adalah
pemimpin pasukannya dan sebaik-baik pasukan-adalah pasukannya” (HR. Ahmad)
Salah satu strategy Muhammad Al-Fatih yang benar-benar out of the box sehingga
pihak musuh-pun tidak pernah menduga sebelumnya adalah mendaratkan
70-an kapalnya, menariknya dengan landasan kayu yang diberi minyak
binatang, mendaki bukit Galata menempuh perjalanan sejauh kurang lebih
16 km – dan itu hanya dilakukannya dalam waktu semalam !.
Keesokan
harinya pasukan Byzantine yang memusatkan perhatiannya ke selat
Bosporus dengan benteng-bentengnya yang sangat kokoh menghadang setiap
musuh yang datang dari selat tersebut, terkejut bukan kepalang karena
armada 70-an kapal pasukan Muhammad Al-Fatih sudah berada di wilayah
yang disebut tanduk emas (Golden Horn) mereka dengan titik pertahanan
yang relatif lebih lemah (karena sudah dijaga di depan).
Saking
tidak terpikirnya oleh mereka apa yang mereka hadapi saat itu,
sampai-sampai sebagian pasukan Byzantine mengira hantu-hantulah yang
membawa kapal-kapal Al-Fatih sampai bisa masuk ke belakang garis
pertahanan mereka yang sangat kokoh. Sejak saat itulah pasukan
Constantine terpecah konsentrasinya, menjadi kurang PD dan tembok
pertahanan mereka mudah dihancurkan.
Dari
mana orang seperti Muhammad Al-Fatih bisa berfikir di luar kebiasaan
orang pada jamannya, di luar jangkauan kemajuan science yang tercapai
saat itu ? bahwa kapal –kapal perangnya harus bisa mendaki bukit selain
juga tentu harus bisa berlayar selayaknya kapal pada umumnya ?.
Itulah yang saya sebut dalam sejumlah tulisan sebelumnya sebagai bentuk aplikasi ayat “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” atau “ …dengan pengawasan Kami dan dengan wahyu Kami…”.(QS
11 :37 dan QS 23 :27). Nabi Nuh bisa membuat kapal yang menyelamatkan
penduduk bumi yang taat dan seisinya, meskipun dia bukan seorang
insinyur kapal.
Nabi
Ibrahim ‘Alaihi Salam bisa membangun bangunan yang hingga kini tidak
hentinya dikunjungi manusia dari seluruh penjuru bumi – yaitu Ka’bah,
bukan karena dia seorang arsitek. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bisa membangun Negara yang sempurna, meskipun beliau adalah
seorang yang umi. Semua itu dimungkinkan karena diawasi langsung olehNya
dan diberi petunjukkanya langsung dalam wahyu-wahyu yang
disampaikanNya.
Sebesar
apapun pekerjaan itu, bila Dia sendiri yang mensupervisi pelaksanaannya
dan Dia pula yang memberikan juklak atau petunjuk pelaksanaannya, maka
yang nampaknya tidak mungkin menjadi mungkin.
Strategi
yang luar biasa yang tidak terbayang oleh musuh, seperti menarik kapal
melintasi bukit yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih bersama para
pasukannya tersebut di atas tentu juga karena mendapatkan pengawasan
langsung dari Allah dan dengan petunjuk melalui Wahyu-wahyuNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” – yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafalnya sejak dia masih kecil.
Lantas
pelajaran apa yang bisa kita ambil dari penaklukan Constantinople oleh
panglima perang terbaik dengan pasukan terbaik tersebut di atas ?
Pertama
tidak ada cara lain untuk menjadi unggul bagi umat ini kecuali kita
bisa mencontoh bagaimana umat ini dahulu diunggulkan, dari generasi para
nabi – hingga generasinya Muhammad Al-Fatih pasca era kenabian.
Kedua kita harus mampu memikirkan strategy yang out of the box untuk menaklukan musuh-musuh kita, strategi yang WOW yang sekaliber ‘menarik kapal mendaki bukit’ –nya Muhammad Al-Fatih.
Ketiga
strategy tersebut akan dimungkinkan bila kita bisa membangun atau
menyiapkan orang-orang yang yang mendekati kaliber Muhammad Al-Fatih
dalam hal keimanannya, penguasaan Al-qur’annya, penguasaan bahasanya,
ilmu pengetauannya sampai sholat jamaah dan qiyamul –lail-nya.
Untuk memenangkan persaingan di bidang apapaun - termasuk usaha, kita harus mampu berfikir dengan apa yang tidak terfikirkan oleh siapapun sebelumnya – Think the Unthinkable !, dan itu hanya bisa terjadi bila kita disupervisi dan dituntun langsung oleh petunjuk-petunjukNya “…bi a’yuninaa wa wahyinaa…” . InsyaAllah. *)
*) http://geraidinar.com
*) http://geraidinar.com
Posting Komentar