ikadikobar.blogspot.com -
Di pintu Allah pudarkan bias cahaya cerminmu jika engkau melihat
popularitasmu sedang bersinar, tumpulkan mata pedangmu jika engkau
melihat keberanian dan keperkasaanmu di atas angin, tanggalkan baju
kebesaranmu dan pesonanya jika engkau takut dibuai oleh indahnya
tangan-tangan kekuasaan dan singgasananya yang semu, padamkan api obor
kepintaranmu jika engkau takut dari kesombongan dan keangkuhan sebagian
orang-orang yang berilmu. Yang demikian itu bukanlah kepintaran, tapi
kebodohan yang memperlihatkan dirinya dengan jubah kepintaran yang
menipu, tuduhlah dirimu sebagai insan yang tidak sempurna memperlihatkan
kehambaan sejati di hadapan keagungan Allah jika engkau takut ego diri
yang berkuku iblis dengan begitu congkak membelenggumu, dan remehkanlah
dirimu yang ingin dimuliakan. Dia bukan siapa-siapa, kecuali makhluk
yang tidak kekal dan akan kembali kepada zat yang kekal, pemilik
kehidupan kekal di akhirat nanti. Di pintu Allah robohkan keangkuhan
dirimu, abaikan fitnah-fitnahnya, dan tempatkan dia di atas sajadah
kehambaan yang sujud berdoa meminta hidayah dan inayah-Nya dalam meniti
jalan-jalan ukhrawi yang menaburkan keindahan-keindahan maknawi yang
tidak terkira.
Hematnya, titian kehambaan
ini adalah jalan tercepat menuju pintu rahmat Allah. Di sana tidak ada
kemacetan dan tidak ada polusi udara yang menggumpal karena saling
desak-mendesak. Setiap perindu-perindu Allah dengan leluasa dan percaya
diri meniti jalan kehambaan ini menuju rahmat Allah SWT.
“Syekh Sya’rawi R.A senantiasa berpesan kepada murid-muridnya dan berkata:
“Pintu kehinaan di hadapan Allah terbuka luas dan tidak mengenal
kemacetan, masuklah di rahmat Allah dari pintu ini. Dia pintu yang
paling besar dan terbentang luas dalam menuju rahmat-Nya.”
Inilah makna tarbawi yang paling menusuk dan berbobot. Mayoritas
manusia tertipu oleh jati diri mereka sendiri, di antara hamba ada yang
terfitnah oleh ibadah, sebagian ulama ada yang terjerumus oleh ilmu,
sebagian dai ada yang dibuai oleh jutaan umat yang mendengarkannya,
sebagian aktivis gerakan-gerakan Islam dikelabui oleh jihad dan
pengorbanan mereka. Di samping itu, para penguasa, penentu kebijakan,
dan pemilik properti yang urat leher mereka membesar oleh ketenaran yang
congkak, kecuali yang dipelihara Allah dari sifat-sifat seperti ini,
dan mereka itu jumlahnya sedikit.
Syekh Sya’rawi menghidupkan kehidupan hariannya dengan cara seperti ini,
kadang ia bergegas ke Masjid Husain di tengah malam dengan penjaganya
(body guard), ([1]) dan di saat ia dicela oleh sahabat-sahabatnya, ia pun menjawab:
“Saya ingin mematahkan duri jati diriku…hingga saya tidak terbunuh oleh
popularitas semu dan rusak oleh nafsuku sendiri.”
Selain itu, beliau jika bertamu di rumah sahabat-sahabatnya dan kondisi
menghendakinya masuk ke tempat buang air, beliau pun tidak meninggalkan
tempat buang air tersebut kecuali dicuci dan dibersihkan, bahkan kran
air pun dibuatnya mengkilat cemerlang.
Di antara nabi-nabi Allah yang menggapai rahmat Allah dengan pintu ini
Nabi Yunus A.S di saat ditelan oleh ikan besar. Dia tidak bertawassul
kepada Allah dengan amal baiknya, seperti yang dilakukan oleh tiga orang ([2])
yang terkurung di dalam gua, mereka bertawassul kepada Allah dengan
amal baik mereka hingga datang pertolongan Allah yang mengeluarkan
mereka dari kurungan gua tersebut.
Di sini, Nabi Yunus lebih memilih pintu kehinaan dari pintu kebanggaan
yang memperlihatkan amal baik dalam bertawassul dengan berkata: “Tidak
ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk
orang-orang zhalim.”([3])
Dia tidak seperti yang lain mengatakan: “Inilah ketaatanku,
kedekatanku, ibadahku, dan pemberianku.” Yang demikian itu adalah pintu
kebanggaan yang memperlihatkan ketaatan, pintu yang tidak terbuka luas
dan lebar dalam menuju rahmat Allah.” Olehnya itu, para sufi mengatakan:
“Boleh jadi dosa yang menuntun Anda ke pintu kehinaan di hadapan Allah
lebih baik dari ketaatan yang kadang membutakan mata hati Anda dari
nikmat Allah.”([4])
Contoh berikutnya Nabi Musa A.S. Ia juga panutan umat dalam
memperlihatkan pintu kehinaan ini di hadapan Allah dalam meraih
rahmat-Nya. Ini terlihat di saat pukulannya menyebabkan kematian orang
Mesir yang sedang bertikai dengan salah seorang dari kaumnya, Bani
Israil. Ia sangat menyesali perbuatan tersebut, karena ia tidak
bermaksud membunuhnya, tetapi semata-mata ingin membela kaumnya. Di sini
dia berdoa dengan penuh kehinaan diri kepada Allah dan berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku Telah menganiaya diriku sendiri. Karena itu ampunilah aku”. ([5])
Hal serupa juga dicontohkan dengan baiknya titian kehidupan Abdullah
bin Al-Mubarak R.A. Beliau sosok tabiin yang diteladani kezuhudannya,
ketakutan, dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Al-Qâsim bin Muhammad
berkata:
“Kami pernah melakukan
perjalanan bersama dengan Abdullah bin Al-Mubarak. Sering kali terbetik
di benakku pertanyaan ini: “Apa yang membuat orang ini lebih mulia dari
kami, hingga ia paling tersohor di antara kami. Jika ia tersohor karena
shalat, kami pun shalat, jika dengan puasa, kami pun berpuasa, jika
dengan peperangan, kami pun berperang, jika dengan haji, kami pun
berhaji.” Selanjutnya dia berkata: “Di saat kami sedang menyantap
makanan malam dalam perjalanan ke Syam, tiba-tiba pelita yang menerangi
jamuan malam kami padam. Salah seorang dari kami keluar mencari pelita
dan beberapa saat kemudian ia pun datang dengan sebuah pelita. Ketika
itu saya melihat wajah Abdullah bin Al-Mubarak, saya melihat jenggotnya
basah dengan air mata, saya pun berkata: “Dengan ketakutan ini ia
dimuliakan dari kami, boleh jadi ia mengingat hari kiamat di saat
sorotan cahaya pelita itu padam memberi terang.”([6])
Yang ingin ditekankan penulis dari tulisan singkat ini yang insya Allah
akan menjadi buah-buah dakwah yang disuguhkan kepada ahli puasa di hari
pertama Ramadan ini adalah:
“Hidupkan Ramadhanmu
tahun ini dengan kembali ke Allah mengetuk pintu rahmat-Nya
memperlihatkan kehinaan. Pintu kehambaan yang terbuka luas dan lebar
bagi para insan-insan Rabbani. Mereka yang mendatanginya dengan penuh
khusyuk, tangisan kehinaan yang memperlihatkan diri berlumuran dosa
menyesal di hadapan Allah. Jangan meminta sesuatu kepada Allah, kecuali
Anda menangis dan merasa hina dari segala apa yang ada dalam diri
Anda…dari mata, hati, dan perasaan-perasaan Anda.”([7])
أَللًّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّم عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تَكَوْنُ لَكَ
رِضَاءً، وَلِحَقِّهِ أَدَاءً بِعَدَدِ ثَوَابِ قِرَاءَةِ حُرُوْفِ
الْقُرْآنِ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّم.
سُبْحَانَ رَبَّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْن. وَالْحَمْدُ لِله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. آمِيْن.
Ya
Allah, curahkanlah shalawat dan taslim kepada baginda kami Muhammad
dengan shalawat yang Engkau ridai dan baginya ditunaikan sesuai dengan
jumlah pahala bacaan huruf-huruf Al-Quran di bulan suci Ramadan ini, dan
shalawat dan salam kepada keluarga dan sahabatnya.
Maha
suci Engkau ya Allah dari apa yang mereka sifatkan untuk-Mu, salam atas
semua rasul, dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Amin. ([8])
([1]) Boleh jadi kondisi seperti ini, ditemani oleh body guard, di
saat beliau menjabat Menteri Agama Mesir yang dipegangnya hanya
beberapa bulan sebelum beliau mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Yang demikian itu karena di saat beliau telah meninggalkan jabatan
tersebut dan mulai menekuni dunia dakwah dan tafsir Al-Quran, yang
menemaninya adalah murid-muridnya dan para pemerhatinya.
([2]) Mereka
dari kaum Bani Israil sebelum Islam datang. Mereka keluar dari kurungan
gua tersebut dengan bertawassul kepada Allah memperlihatkan amal-amal
baik mereka. (lihat kisah mereka di Shahîh Imam Bukhâri, Kitab al-Buyu’, bab Isa Isytara Syaean Lighairihi bi Ghairi Isnihi Faradiya, hadits. no: 2215, hlm. 569
([3]) Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 87
([4]) Dr. Nâjih Ibrahim, Taammulât Dâiyah ala A’tâb Ramadân, Al Masry Al Youm, edisi 2958, Kamis, 19 Juli 2012, hlm. 20
([5]) Q.S. Al-Qashash [28]: 16
([6]) Syekh Abdul Halim Mahmud, al-Imam ar-Rabbâni az-Zâhid Abullah bin Al-Mubârak, hlm. 24
([7]) Tulisan singkat ini ditulis pada hari Jum’at, 20 Juli 2012, Tajammu Awwal, Kairo.
([8]( Doa ini dipanjatkan Ustadz Said Nursi di akhir tulisannya tentang hikmah-hikmah puasa “Risalah Ramadan”, hlm. 24
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Posting Komentar